Di awal tahun 2021, kabar mengejutkan datang dari Presiden Joko Widodo. Diketahui bahwa Jokowi telah mengesahkan PP kebiri predator seksual anak dan kebijakan ini pun langsung menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Seperti apa beritanya? Simak informasi lengkapnya berikut ini.
Jokowi Teken PP Kebiri Predator Seksual Anak, Ini Alasannya
Ilustrasi kebiri kimia (Sumber: Shutterstock)
Presiden Joko Widodo secara resmi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Kebijakan tersebut tertulis dalam PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Jokowi akhirnya mengesahkan kebijakan tersebut dengan alasan untuk memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Dengan demikian, diharapkan kasus kekerasan seksual terhadap anak bisa ditekan.
“Bahwa untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang,” demikian bunyi pertimbangan PP Nomor 70 Tahun 2020.
Bentuk Kekerasan yang Bisa Dikenai Hukuman Kebiri
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak (Sumber: Shutterstock)
Meski baru diumumkan belum lama ini, namun perlu diketahui bahwa peraturan tersebut telah disahkan oleh Jokowi pada awal Desember lalu tepatnya pada tanggal 7 Desember 2020. Lalu, siapa saja yang bisa dikenai hukuman kebiri?
Sesuai PP Nomor 70 Tahun 2020, ada tiga kategori pelaku kekerasan seksual yang bisa dikenakan hukuman kebiri. Yang pertama adalah pelaku pemerkosaan terhadap anak. Yang kedua, yaitu pelaku tindak pidana persetubuhan kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual seperti memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Sementara, yang ketiga adalah pelaku tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak dengan kekerasan atau ancaman, memaksa melakukan tipu muslihat dengan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul.
Namun demikian, hukuman kebiri tidak berlaku apabila pelaku kekerasan seksual juga tergolong anak-anak. Hukuman kebiri juga membutuhkan waktu paling lama 2 tahun dengan memperhatikan aspek klinis dan juga kesimpulan dalam pelaksanaannya.
Jokowi Sahkan PP Kebiri Predator Seksual Anak, Apa Itu Kebiri Kimia?
Sumber: Shutterstock
Mengutip The Sun, kebiri kimia adalah prosedur medis yang dilakukan untuk menekan hasrat seksual. Kebiri kimia dilakukan menggunakan bantuan obat-obatan anafrodisiak yang berfungsi untuk menurunkan libido dan dalam kasus Indonesia, dilakukan secara berkala selama dua tahun.
Sebagai informasi, salah satu obat kebiri kimia adalah leuprorelin yang digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam mengendalikan gairah seksual, fantasi atau dorongan seksual yang mengganggu, sadisme hingga kecenderungan seksual berbahaya lainnya.
Selain leuprorelin, obat lain yang digunakan untuk kebiri kimia adalah medroxyprogesterone acetate, cyproterone acetate, dan Luteinizing Hormone-Releasing Hormon (LHRH). Obat-obatan ini berfungsi untuk mengurangi kadar hormon testosteron yang bisa memicu hasrat seksual.
Perlu diketahui juga bahwa kebiri kimia bersifat sementara, efeknya akan berhenti apabila pemberian obat-obatan dihentikan. Meski demikian, beberapa kalangan tidak sepakat dengan adanya kebijakan kebiri kimia. Pasalnya, efek obat-obatan yang disuntikkan dinilai sangat berbahaya karena bisa memicu depresi, osteoporosis, penyakit kardiovaskular, dan anemia.
Pro Kontra Hukuman Kebiri Kimia bagi Pelaku Kekerasan Seksual pada Anak
Sumber: Shutterstock
Sebetulnya, hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual sudah menggema sejak tahun 2016. Kini, setelah kebijakan tersebut benar-benar telah disahkan, sebagian besar masyarakat menyambutnya dengan gembira. Pasalnya, hukuman tersebut dinilai dapat memberikan efek jera pada pelaku. Hal ini seperti diungkapkan oleh Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar.
“Itu sebabnya kami menyambut gembira ditetapkannya PP Nomor 70 tahun 2020 ini yang diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku persetubuhan dan pelaku tindak pencabulan,” katanya, Senin (4/1/2021) seperti diberitakan oleh Yahoo Berita.
Namun, tak sedikit juga yang menolak hukuman tersebut. Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) dalam rilis resminya menilai bahwa hukuman kebiri adalah aturan populis yang hanya berdampak baik pada citra namun tidak berdampak signifikan pada anak-anak korban kekerasan seksual.
“PP ini memuat banyak permasalahan karena tidak detail dan tidak memberikan keterangan yang jelas. Misalnya, bagaimana mekanisme pengawasan, pelaksanaan, dan pendanaan? Bagaimana kalau ternyata setelah kebiri, terpidana dinyatakan tidak bersalah atau terdapat peninjauan kembali? Penyusun seakan-akan menghindari mekanisme yang lebih teknis karena kebingungan dalam pengaturannya,” tulis ICJR dalam rilis berita.
Kalau menurut Parents, apakah hukuman kebiri kimia bisa membantu menekan kasus kekerasan seksual? Semoga anak-anak kita terhindar dari kejahatan seksual ya.
Baca juga:
Hukuman kebiri bagi predator seks, ini pandangan para Parents
PUSKAPA: Hukuman Kebiri bukan Solusi untuk Pelaku Kekerasan Seksual
Cabuli 9 anak, pria asal Mojokerto dihukum kebiri, benarkah bisa membuat jera?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.