X
theAsianparent Indonesia Logo
theAsianparent Indonesia Logo
kemendikbud logo
Panduan ProdukMasuk
  • Kehamilan
    • Kalkulator perkiraan kelahiran
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
    • Kehilangan bayi
    • Project Sidekicks
  • Artikel Premium
  • Breastfeeding Week 2023
  • Cari nama bayi
  • Perawatan Ibu dan Bayi
  • Kulit Bayi
  • Rangkaian Edukasi
    • Pengasuhan Anak
    • Edukasi Prasekolah
    • Edukasi Sekolah Dasar
    • Edukasi Remaja
  • TAPpedia
  • TAP Rekomendasi
  • Anak
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Anak
    • Praremaja & Remaja
  • Parenting
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Seks
    • Berita Terkini
  • Kesehatan
    • COVID-19
    • Info Sehat
    • Penyakit
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Korea Update
    • Hiburan
    • Travel
    • Fashion
    • Kebudayaan
    • Kecantikan
    • Keuangan
    • Marvelous Asian Mums Special 2021
  • Nutrisi
    • Resep
    • Makanan & Minuman
    • Sarapan Bergizi
  • Videos
    • Kata Pakar Parenting
    • Plesiran Ramah Anak
    • Pilihan Parents
    • Kisah Keluarga
    • Kesehatan
    • Kehamilan
    • Event
    • Tumbuh Kembang
  • Belanja
  • Ayah manTAP!
    • Kesehatan Ayah
    • Kehidupan Ayah
    • Aktivitas Ayah
    • Hobi
  • VIP
  • Awards
    • TAP x Tokopedia Awards 2023

PUSKAPA: Hukuman Kebiri bukan Solusi untuk Pelaku Kekerasan Seksual

Bacaan 5 menit
PUSKAPA: Hukuman Kebiri bukan Solusi untuk Pelaku Kekerasan Seksual

DPR telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Peraturan tersebut dibuat atas respon terhadap banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak tersebut disahkan DPR pada tanggal 12 Oktober 2016. Di sana, termuat hukuman kebiri kimiawi, hukuman mati, serta pemasangan chip elektronik bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Peraturan tersebut adalah sebuah respon atas data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak. Tahun 2011, ada 2.179 kasus, tahun 2013 ada peningkatan dengan 4.311. Sedangkan, pada tahun 2015, jumlahnya mencuat sampai ke angka 6.006 kasus di seluruh Indonesia.

Namun, Indonesia belum memiliki data umum kekerasan seksual pada anak secara nasional. Sehingga, bisa jadi data KPAI diambil dari banyaknya pelaporan kasus. Bukan berarti kasusnya sendiri mengalami peningkatan, tetapi jumlah itu meningkat karena adanya kesadaran untuk melaporkan.

Dalam siaran pers pada hari Jumat (14/10), PUSKAPA (Pusat Kajian Perlindungan Anak Universitas Indonesia) menekankan pemerintah Indonesia untuk memiliki pusat data nasional yang berisi kasus kekerasan seksual pada anak dan mempermudah cara pelaporan kasusnya.

Bukan hanya terfokus pada pemberatan hukuman kebiri maupun hukuman mati untuk pelaku. Jika sistem pelaporan, peradilan, dan edukasi tidak dibenahi, maka pelaku yang terjerat juga tak akan dapat keadilan yang layak.

Lembaga yang bekerja untuk membantu pembuat kebijakan meningkatkan akses anak-anak pada kesehatan, pendidikan, keadilan, dan perlindungan sosial ini juga menyoroti minimnya perhatian pemerintah pada karakteristik kasus, cara penanganan, dan dampak pada korban.

PUSKAPA menilai bahwa data tentang jumlah kasus memang berguna untuk mengukur perubahan, tetapi tidak cukup untuk menetapkan kebijakan. Edukasi, rehabilitasi pada korban, kemudahan pelaporan, dan sistem hukum yang berpihak pada korban seharusnya lebih diutamakan saat ini.

Data dari UNICEF pada April 2016 menyebutkan bahwa 38% responden mengaku tidak tahu harus berbuat apa saat kekerasan terjadi atau mereka alami dan 41% orang yang pernah menyaksikan kekerasan mengaku tidak melakukan apa-apa (Indonesia as a Pathfinder to End Violence Against Children. Discussion Paper, UNICEF, April 2016).

Sebanyak 78,8% anak laki-laki dan 85,1% anak perempuan tidak mengetahui pelayanan atau bantuan ketika mengalami kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Data ini berdasarkan survei Kekerasan Terhadap Anak yangdibuat atas Kerja Sama Kementerian Sosial, KPPPA, BAPPENAS, BPS, UNICEF Indonesia, 2013.

Proses peradilan pidana yang baik seharusnya dapat menampung hak bagi anak yang menjadi korban dan juga pelaku. Sekalipun pelaku memang telah melanggar hak korban, mengesampingkan hak tersangka sama sekali tak akan membantu anak ataupun masyarakat menemukan keadilan.

Apalagi, biaya yang harus dikeluarkan untuk menerapkan hukuman kebiri dan hukuman mati sangat besar, padahal seharusnya bisa dialokasikan untuk mengidentifikasi dan mengatasi akar masalah dengan bukti yang mendukung.

Hukuman kebiri sering dianggap sebagai hukuman yang memberikan efek jera bagi pelaku. Namun, hukuman tersebut tetap tidak akan membuat jera pelaku yang masih dapat menggunakan anggota tubuh lainnya untuk melakukan pelecehan seksual.

PUSKAPA memandang bahwa Pemerintah seharusnya lebih berorientasi pada respon dan pencegahan yang efektif berdasarkan data dan menggunakan pendekatan lintas disiplin ilmu. Bukan melulu menggembor-gemborkan hukuman kebiri dan hukuman mati pada pelaku.

Halaman selanjutnya : Rekomendasi PUSKAPA

Berikut adalah rekomendasi PUSKAPA tentang pendekatan untuk atasi kekerasan seksual pada anak :

1. Perbaikan sumber data dan informasi

Kualitas dan kelengkapan basis data biometrik kependudukan, terintegrasinya sistem data penyidikan, penahanan, dan pemidanaaan, dengan data kependudukan perlu diperbarui. Data tersebut juga tidak akan bermutu tanpa dukungan riset yang berkualitas.

2. Pembenahan proses penegakan hukum

Kualitas dan ketersediaan teknologi forensik serta basis data penunjang perlu dibenahi untuk mendukung proses penyidikan dan implementasi Peraturan Kapolri 12/2011 tentang Kedokteran Kepolisian.

Perlu adanya perbaikan kualitas dan ketersediaan penyidik perempuan di setiap Polsek sebagai implementasi dari Peraturan Kapolri 10/2009 tentang Tata Cara Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik.

Setidaknya di tingkat Polres. Polisi, Jaksa, Advokat, dan Hakim juga perlu membaca, memahami, dan menggunakan informasi berbasis data forensik, dan tersedianya akses pada tenaga ahli yang relevan.

Kebanyakan, kasus kekerasan seksual yang dilaporkan kepada pihak kepolisian cenderung berhenti di tengah jalan karena mental korban yang belum kuat dan sistem pengadilan/pelaporan yang tak berpihak pada korban.

Misalnya, banyak korban kekerasan seksual perempuan secara psikologis sulit untuk bercerita pada pihak penyidik/hakim lelaki mengenai kronologi kasusnya.

3. Melindungi korban dan saksi

Puskesmas perlu perangkat pemeriksaan korban perkosaan (rape kit) di setiap . Setiap petugas kesehatan di tingkat Puskesmas juga harus dilatih menggunakannya, sesuai dengan aturan Kementerian Kesehatan tentang Pedoman Pengembangan Puskesmas Mampu Tatalaksana Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.

Sebagai institusi kesehatan terdekat di masyarakat, korban kekerasan seksual mestinya dapat memperoleh akses bantuan lebih cepat di Puskesmas. Psikolog maupun konselor yang tersedia di setiap Puskesmas juga penting untuk menguatkan mental korban serta keluarganya.

4. Masyarakat berperan penting dalam mengatasi kekerasan seksual terhadap anak

Mekanisme kewajiban melaporkan (mandatory reporting) bagi orang-orang sekitar anak/korban (misalnya guru, petugas kesehatan, pekerja sosial) sebagai implementasi dari UU Perlindungan Anak 35/2014 perlu diperkuat.

Cerita mitra kami
Waspada Penyakit Hepatitis Misterius, 3 Anak di DKI Jakarta Meninggal Dunia
Waspada Penyakit Hepatitis Misterius, 3 Anak di DKI Jakarta Meninggal Dunia
Tips Cerdas Hadapi New Normal, Ikuti Cara Berikut
Tips Cerdas Hadapi New Normal, Ikuti Cara Berikut
Bunda bisa jadi pahlawan melawan COVID-19, begini caranya
Bunda bisa jadi pahlawan melawan COVID-19, begini caranya
Momen Spesial S-26 Loyalty Program Mengajak Keluarga Terpilih Ke Singapura
Momen Spesial S-26 Loyalty Program Mengajak Keluarga Terpilih Ke Singapura

Hal ini juga termasuk meningkatkan kualitas dan ketersediaan mekanisme rujukan yang menjamin kebaikan fisik, psikologis, dan perlindungan saksi dan korban, serta pendampingan hukum untuk tersangka pelaku kekerasan seksual, terutama tersangka anak-anak dan orang berkebutuhan khusus.

"Jaminan perlindungan identitas korban dan tersangka, terutama anak-anak, di segala bentuk media publik juga harus ditegakkan secara konsisten." Ujar Santi Kusumaningrum, co-director PUSKAPA.

5. Tersedianya informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi

Penting untuk meningkatkan kualitas dan ketersediaan informasi serta layanan kesehatan reproduksi komprehensif yang berkualitas, tidak diskriminatif, dan sesuai umur serta perkembangan anak. Hal ini sesuai dengan implementasi UU Kesehatan dan PP 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

“Undang-undang ini tidak mengaitkan tujuan hukuman yang ditetapkan dengan tujuan rehabilitasi dan perlindungan yang efektif bagi korban. Padahal, untuk melindungi anak, kita perlu kebijakan yang lahir atas bukti dan solusi. Bukan sekadar upaya balas dendam yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," Tutup Santi.

 

Baca juga

id.theasianparent.com/menghadapi-kekerasan-pada-anak/

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.

img
Penulis

Syahar Banu

  • Halaman Depan
  • /
  • Berita Terkini
  • /
  • PUSKAPA: Hukuman Kebiri bukan Solusi untuk Pelaku Kekerasan Seksual
Bagikan:
  • Hukuman kebiri bagi predator seks, ini pandangan para Parents

    Hukuman kebiri bagi predator seks, ini pandangan para Parents

  • Cabuli 9 anak, pria asal Mojokerto dihukum kebiri, benarkah bisa membuat jera?

    Cabuli 9 anak, pria asal Mojokerto dihukum kebiri, benarkah bisa membuat jera?

  • 10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

    10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

  • 10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

    10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

  • Hukuman kebiri bagi predator seks, ini pandangan para Parents

    Hukuman kebiri bagi predator seks, ini pandangan para Parents

  • Cabuli 9 anak, pria asal Mojokerto dihukum kebiri, benarkah bisa membuat jera?

    Cabuli 9 anak, pria asal Mojokerto dihukum kebiri, benarkah bisa membuat jera?

  • 10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

    10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

  • 10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

    10 Artis yang Tak Malu Gendong Anaknya dengan Kain Jarik

Daftarkan email Anda sekarang untuk tahu apa kata para ahli di artikel kami!
  • Kehamilan
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
  • Tumbuh Kembang
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Praremaja
    • Usia Sekolah
  • Parenting
    • Pernikahan
    • Berita Terkini
    • Seks
    • Keluarga
  • Kesehatan
    • Penyakit
    • Info Sehat
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Keuangan
    • Travel
    • Fashion
    • Hiburan
    • Kecantikan
    • Kebudayaan
  • Lainnya
    • TAP Komuniti
    • Beriklan Dengan Kami
    • Hubungi Kami
    • Jadilah Kontributor Kami
    • Tag Kesehatan


  • Singapore flag Singapore
  • Thailand flag Thailand
  • Indonesia flag Indonesia
  • Philippines flag Philippines
  • Malaysia flag Malaysia
  • Sri-Lanka flag Sri Lanka
  • India flag India
  • Vietnam flag Vietnam
  • Australia flag Australia
  • Japan flag Japan
  • Nigeria flag Nigeria
  • Kenya flag Kenya
© Copyright theAsianparent 2023. All rights reserved
Tentang Kami|Tim Kami|Kebijakan Privasi|Syarat dan Ketentuan |Peta situs
  • Fitur
  • Artikel
  • Beranda
  • Jajak

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

theAsianparent heart icon
Kami ingin mengirimkan Anda informasi terbaru seputar gaya hidup.