Marah, sedih, dan trauma. Mungkin 3 kata ini mampu menggambarkan perasaan orangtua yang harus menerima kenyataan pahit jika buah hatinya menjadi salah satu korban predator seks. Rasa dendam dan keinginan agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal pun tentu saja akan muncul. Bagaimana dengan hukuman kebiri, apakah memang sudah layak diterima bagi pelaku?
Beberapa waktu belakangan ini, seorang tukang las asal Mojokerto mendapat hukuman 12 tahun penjara dan kebiri kimia karena melakukan kejahatan seksual pada 9 anak. Seperti yang dikutip dari laman Liputan 6, keputusan ini merupakan eksekusi hukuman kebiri pertama yang akan dilakukan di Indonesia.
Biasanya, hukuman kebiri diartikan sebagai tindakan pemotongan pada kemaluan pelaku kejahatan seksual. Namun, jenis hukuman kebiri yang berlaku di Indonesia memang berbeda, yaitu kebiri kimia.
Proses kebiri ini dilakukan dengan cara menyuntikkan cairan berupa zat anti-testoteron pada tubuh manusia. Zat tersebut berfungsi melemahkan hormon testoteron yang berfungsi meningkatkan nafsu atau kemampuan seksual pada pria. Selain melalui suntikan, zat tersebut juga bisa disalurkan melalui obat yang diminum langsung.
Tentang hukuman kebiri dan pendapat orangtua
Perlu diketahui, kebiri kimiawi sudah diresmikan pada 2016 silam oleh Presiden Joko Widodo dalam Perppu No. 1 Tahun 2016 tentang pemberatan dan penambahan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual. Hal ini berarti, penjatuhan hukuman tersebut sifatnya tidak wajib dan hanya berlaku sebagai salah satu pilihan bagi hakim. Artinya, hakim memiliki kebijakan untuk memberikan atau pun tidak memberikan jenis hukuman tersebut pada pelaku.
Biasanya, kebiri diberikan kepada pelaku kejahatan seksual dengan beberapa syarat seperti:
- Korban lebih dari satu orang
- Melakukan kejahatan seksual pada anak-anak
- Mengakibatkan korban meninggal dunia
- Hilangnya fungsi reproduksi pada korban
- Korban mengalami gangguan jiwa atau trauma panjang
- Menimbulkan penyakit menular
Jenis hukuman ini menuai pro dan kontra, terutama dalam perspektif Hak Asasi Manusian (HAM). Namun di sisi lain, korban kejahatan seksual pun akan mendapatkan pengalaman membekas yang cenderung menimbulkan trauma jangka panjang dari tindakan pelaku. Oleh karena itu, hukuman kebiri tersebut boleh saja diberikan sebagai salah satu langkah pencegahan untuk mengurangi jenis kejahatan yang sama.
Penjelasan tersebut sejalan dengan pandangan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) BKKBN Dr dr M Yani, M.Kes.
“Dampak trauma korban tidak bisa hilang, jadi saya rasa hukuman seperti ini memang harus diadakan sebagai pelajaran agar pelaku menyesali perbuatannya,” ungkap dokter Yani seperti yang dilansir dari Detik Health.
Apa pendapat orangtua mengenai hukuman kebiri?
Pada jajak pendapat yang dipublikasikan di aplikasi theAsianparent, komunitas orangtua rata-rata setuju dengan pemberian hukuman kebiri pada pelaku kejahatan seksual. Dari dua opsi jawaban berupa “setuju” dan “kontra” atas hukuman kebiri, dari 670 orangtua, atau 94% memilih “setuju” dan 6% lainnya memilih “kontra”.
Lebih lanjut, theAsianparent juga menanyakan pendapat secara langsung dari para orangtua mengenai hal ini. Dan berikut merupakan beberapa pendapat orangtua mengenai jenis hukuman ini:
-
Chrisma Ivana (28 tahun), seorang ibu dari dua anak
Sebenarnya kalau ditanya setuju atau enggak, bimbang juga. Kebiri juga berpengaruh sama kesehatan kan, takutnya nggak sesuai dengan HAM. Tapi kejahatan seksual juga termasuk kejahatan kejam dan tidak berperasaan, jadi sudah sepantasnya pelaku mendapat hukuman setimpal. Mungkin jalan tengahnya, bisa juga sambil diberikan program rehabilitas buat pelaku biar dia juga dapat edukasi dan sadar kalau kelakuannya salah jadi tidak mengulangi perbuatannya lagi.
-
Aulia Trinsa (28), ibu dari satu anak
Semua pelaku kejahatan seksual pada wanita dan anak dibawah umur memang sangat perlu dihukum seberat-beratnya agar menimbulkan efek jera. Selama memang itu pantas bagi si pelaku dan sesuai menurut hasil pertimbangan hukum, saya setuju saja.
Namun, sebelumnya pelaku juga mungkin harus mendapatkan seperti rehabilitasi atas ‘gangguan kejiwaan’ yang ia miliki karena tindakan keji yang mereka lakukan. Kalau belum sadar juga, misalnya orangnya memang bebel, dan hukuman kebiri dirasa perlu, why not?
Biar mentalnya juga terobati dan bikin dia bener-bener sadar. Kalau cuma penjara doang berapa tahun, bukan nggak mungkin pas keluar penjara dia mengulangi lagi itu perbuatannya kan?
-
Putri Fitria (32), ibu dari satu anak
Kalau cuma kebiri aja, nggak setuju. Kejahatan seksual atau aktivitas seksual kan, bukan hanya tentang alat kelamin pelaku. Meski dikebiri, dia bisa saja melakukan pelecehan seksual misalnya dengan sentuhan dan sebagainya. Hukuman kebiri jadinya nggak efektif. Buat pelaku kejahatan seksual sih sebaiknya penjara seumur hidup, biar dia nggak berkeliaran terus nyari mangsa di lingkungan masyarakat bebas.
Jadi, kalau pendapat Parents bagaimana? Bunda bisa berpendapat dengan mengisi jajak pendapat di bawah ini, ya.
Dilihat dari kacamata medis
Penyuntikan zat anti testosteron pada tubuh mengakibatkan beberapa efek samping selain penurunan gairah seksual. Pasalnya, hormon testosteron ini tidak hanya memengaruhi fungsi seksual melainkan juga fungsi pada tubuh seperti:
- Tulang keropos
- Lelah berlebihan
- Osteoporosis
- Penyakit jantung
- Depresi
- Anemia
Dokter Spesialis Andrologi Nugroho Setiawan juga menjelaskan bahwa hormon testosteron yang menurun mengakibatkan beberapa masalah kesehatan, bukan hanya penurunan gairah seksual. Tidak hanya itu, pengaruh kebiri kimia juga hanya bersifat sementara.
“Orang beranggapan efek kebiri kimia sekali suntik bisa selesai. Namun, nyatanya mereka harus mendapatkan suntikan terus-menerus agar efeknya berlangsung lama,” jelas dokter Nugroho pada BBC Indonesia.
Karena itulah, beberapa dokter pun menilai jika hukuman kebiri ini kurang efektif dan masih dipertanyakan. Pasalnya, pelaku masih memiliki ingatan seksual yang memungkinkan meningkatkan gairah seksualnya kembali.
“Ada pengalaman seksual yang pria alami, itu akan membangkitkan gairah. Lalu faktor kesehatan tubuh pria juga berpengaruh,” tutup Nugroho.
***
Anda bisa bergabung dengan jutaan ibu lainnya di aplikasi theAsianparent untuk berinteraksi dan saling berbagi informasi terkait kehamilan, menyusui, dan perkembangan bayi dengan cara klik gambar di bawah ini.
Baca juga:
Pemeriksaan vagina penting dilakukan saat hamil, ini alasannya!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.