Gambaran ibu memeluk dan menyusui bayinya sambil tersenyum bahagia saat minggu-minggu awal pasca persalinan memang menyenangkan. Sayangnya tidak semua ibu bisa merasakannya, karena eberapa di antaranya justru merasa tidak tenang dan emosinya sering meluap. Inilah yang disebut sebagai postpartum rage.
Faktanya, sebanyak 22% ibu mengalami gangguan mood postpartum atau depresi yang lebih serius dibandingkan baby blues. Depresi postpartum tidak selalu ditunjukkan dengan kecemasan. Ada kalanya ibu lebih mencerminkan kemarahan daripada kesedihan.
Apa Itu Postpartum Rage?
Pada dasarnya, postpartum rage merupakan bagian dari serangkaian gejala postpartum depression. Meski memiliki gejala yang serupa, depresi postpartum berbeda dengan baby blues.
Ibu yang mengalami baby blues biasanya merasakan gejala seperti suasana hati yang berubah-ubah dengan cepat (menangis, cemas, dan sulit tidur) dan hanya berlangsung 1 sampai 2 minggu. Sementara depresi postpartum, bisa memakan waktu berbulan-bulan atau bertahun lamanya, terutama bila tidak ditangani.
Berbagai emosi negatif yang dirasakan ibu saat depresi tentunya lebih intens, sehingga emosi atau kemarahan yang ditunjukkan pun berbeda dari yang biasa dialami oleh ibu karena hormon kehamilan. Gejala inilah yang kerap disebut postpartum rage.
Sayangnya postpartum rage datang tanpa terkendali, sehingga ibu yang mengalaminya tidak memahami mengapa mereka bisa merasa sebegitu marahnya.
Apa Saja Gejalanya?
Gejala postpartum rage dapat berbeda-beda pada setiap ibu dan sangat bervariasi tergantung situasi yang dihadapi. Menurut Lisa Tremayne, RN, PMH-C, pendiri The Bloom Foundation for Maternal Wellness di New Jersey, gejala postpartum rage dapat meliputi:
- Kesulitan untuk mengendalikan amarah.
- Lebih sering berteriak atau sumpah serapah.
- Ekspresi fisik seperti memukul atau melempar barang.
- Pikiran atau dorongan untuk melakukan tindakan kekerasan, mungkin ditujukan kepada pasangan atau anggota keluarga lainnya.
- Memikirkan sesuatu yang membuat kesal.
- Tidak bisa “melepaskannya” sendiri.
- Merasakan banjir emosi segera setelahnya.
Ibu yang sedang mengalami postpartum rage bisa terpancing emosinya dari hal-hal kecil. Saat bayi yang sudah ditidurkan tiba-tiba terbangun kembali di tengah malam, gejala ini pun menyerang sebagai bentuk frustrasi sang ibu yang waktu tidurnya jadi berkurang.
Pemicu gejala juga tidak selalu berhubungan dengan bayi. Pekerjaan rumah yang menumpuk sementara tidak ada ART di rumah atau suami yang terlambat pulang kantor juga kerap menjadi pemicu amarah.
Yang mengerikan, ada kalanya, emosi ini diikuti dengan pikiran yang mengganggu seperti menyakiti bayi atau orang-orang di sekelilingnya untuk melampiaskan amarah.
Apa yang Menyebabkan Postpartum Rage Terjadi?
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Universitas British Columbia, ketidakberdayaan dapat menjadi penyebab utama dari munculnya postpartum rage. Tiga kondisi yang terkait dengan perasaan tidak berdaya meliputi:
1. Kesulitan Ekonomi
Sebagian besar orang mengamini bahwa anak adalah rezeki. Namun, tentu kita juga sepakat bahwa merawat dan membesarkan anak juga memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Masalah keuangan membuat kebutuhan bayi jadi sulit terpenuhi. Ketika dukungan dari pasangan tak cukup, ditambah dengan kurangnya pendidikan dan keterampilan kerja yang dimiliki ibu, perasaan putus asa yang semakin menjadi inilah yang akhirnya mendorong amarah dan berujung depresi.
2. Konflik dalam Hubungan Suami Istri
Hubungan yang tidak harmonis dengan pasangan dan kekerasan dalam rumah tangga dapat memperburuk kondisi emosional ibu. Suami yang kurang atau tidak berkontribusi dalam memberi dukungan emosional, pengasuhan, dan keuangan juga menjadi pemicu rasa ketidakberdayaan.
Kehamilan yang tidak diharapkan kehadirannya juga membuat ibu rentan mengalami depresi. Biasanya hal ini terjadi pada ibu muda ketika pasangannya tak mau bertanggung jawab. Sehingga, kehamilan ini menempatkannya pada situasi sulit yang tak pernah diperkirakan sebelumnya.
3. Perasaan Terjebak pada Situasi yang Tak Diinginkan
Selain faktor ketidakberdayaan, postpartum rage juga bisa terjadi karena realita menjadi seorang ibu yang tak sesuai dengan ekspektasi. Terkadang tingginya standar menjadi ibu yang ideal di masyarakat membuat ibu berkecil hati saat merasa gagal mencapainya.
Tidak berhasil memberikan ASI untuk bayi, terlalu memikirkan komentar orang lain tentang bayi, dan perbedaan pola asuh dengan mertua adalah contoh situasi yang dapat memicu stres dan depresi.
Bagaimana Cara Mengatasi Postpartum Rage?
Tremayne mengatakan ada tiga opsi perawatan penting yang perlu dipertimbangkan bagi ibu yang mengalami postpartum rage, yaitu:
- Dukungan. Kelompok dukungan sebaya daring atau tatap muka sangat penting bagi ibu agar perasaannya diakui dan menyadari bahwa dia tidak sendiri.
- Terapi. Memelajari strategi untuk mengatasi perasaan dan perilaku dapat membantu ibu.
- Pengobatan. Terkadang pengobatan diperlukan untuk jangka waktu sementara. Saat ibu melakukan semua pekerjaan lain untuk memproses perasaannya, pengobatan dapat membantu kondisi pikirannya secara keseluruhan.
Kebanyakan ibu enggan untuk mencari pertolongan karena takut akan dicap sebagai ibu yang buruk atau gagal menjadi ibu. Padahal, hal ini bukanlah aib yang memalukan. Jika Bunda mengalaminya, ketahuilah bahwa Anda tidak sendiri dan jangan ragu untuk segera mencari pertolongan.
Bunda bisa mendatangi psikolog atau ahli kesehatan jiwa yang telah berlisensi. Sebab, postpartum rage berkaitan erat dengan depresi postpartum, pendekatan yang dilakukan akan serupa. Nantinya, Anda diminta untuk memberitahukan gejala-gejala lain yang sekiranya telah mengganggu aktivitas.
Hal ini bisa dilakukan lewat psikoterapi atau terapi bicara. Anda dan terapis akan bekerja sama untuk membuat strategi yang akan dilakukan dalam membantu pengendalian emosi. Dokter juga mungkin akan memberikan obat seperti antidepresan bila perlu.
Selain itu, beritahukan kepada pasangan dan keluarga tentang kondisi yang sedang Bunda dirasakan. Singkirkan perasaan takut dipandang negatif karena dukungan dari orang-orang di sekitar juga dibutuhkan untuk pemulihan.
Demikian informasi seputar pospartum rage. Semoga bisa bermanfaat untuk Parents semua.
Sumber: Hello Sehat, Healthline
Si Kecil sudah lahir? Pantau perkembangannya dan update profil kamu sekarang di: community.theasianparent.com/duedate/update
Baca Juga:
Ayah Juga Bisa Alami Depresi Postpartum
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.