Kalau biasanya obor dijadikan sebagai alat penerangan, tetapi tidak selalu begitu bagi warga Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Jepara. Setiap satu kali dalam satu tahun, para warga menjadikan obor sebagai alat perang, yang dikenal dengan tradisi Perang Obor.
Sumber: Instagram @ajipras012
Bukan tanpa alasan Perang Obor dilakukan. Ini merupakan tradisi turun temurun yang menjadi bagian dari ritual sedekah bumi di daerah tersebut. Waktu dilakukannya Perang Obor juga tidak sembarangan, yaitu tiap bulan Dzulhijjah pada Hari Senin Pahing malam Selasa Pon. Seringnya, tradisi ini dilakukan bertepatan menjelang penyelenggaraan Idul Adha umat Muslim.
Asal-usul
Sumber: Instagram @officialinewstv
Dilansir dari laman Dinas Pariwisata Jepara, dikisahkan ada seorang kaya bernama Mbah Babadan, yang memiliki banyak hewan ternak kerbau dan sapi. Karena tidak mampu mengurusnya, akhirnya ia meminta bantuan orang lain, yaitu Ki Gemblong.
Suatu hari Ki Gemblong menggembala di tepi sungai yang memiliki banyak ikan dan udang. Ia kemudian menangkapnya dan membakarnya di dalam kandang ternak. Karena ketagihan, Ki Gemblong terus melakukan hal tersebut sampai lupa dengan tugasnya mengurus ternak Mbah Babadan, yang menjadi kurus dan sakit.
Suatu ketika, Mbah Babadan yang merasa curiga memergoki Ki Gemblong sedang menikmati ikan dan udang bakarnya di dalam kandang ternak. Mbah Babadan yang murka memukul Ki Gemblong dengan pelepah kelapa yang telah dibakar, yang dibalas oleh Ki Gemblong. Terjadilah perang dengan obor yang membuat kandang ternak terbakar.
Artikel terkait:Unik! Ini 6 Ritual Memanggil Hujan di Beberapa Negara
Sumber: Instagram @wallpaper_jepara
Saat terjadi kobaran api inilah, semua ternak milik Mbah Babadan lari keluar kandang, termasuk yang sakit. Melihat hal itu, Mbah Babadan dan Ki Gemblong merasa heran karena semua ternak bisa menjadi sembuh setelah mereka berperang menggunana obor. Sejak itulah diyakini munculnya tradisi Perang Obor dengan tujuan sebagai penolak bala.
Perang Obor Harus Dilakukan Sesuai Aturan
Sumber: Instagram @nugroho.ds
Meski namanya perang, tetapi ada aturan yang harus dipatuhi para warga yang ingin ikut melakukan tradisi ini. Pertama, yang boleh mengikuti Perang Obor hanyalah pria dan saat berduel harus dilakukan berpasangan. Jadi, tidak boleh keroyokan, ya.
Pria yang boleh mengikuti tradisi ini berusia minimal 17 tahun yang sehat jasmani dan rohani. Selain itu, setiap orang tidak boleh memiliki sifat mudah emosi karena salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi adalah perang harus dilaksanakan dengan hati yang bersih. Itulah mengapa tiap pemain dilarang untuk menyasar ke tubuh dan hanya boleh dipukulkan pada obor lawan.
Risiko terbesar melakukan tradisi ini adalah terkena percikan api dari obor karena saat melakukan perang banyak sekali bunga api yang memercik ke segala penjuru. Meski begitu, hal tersebut tidak menyurutkan antusias para pemain untuk mengikutinya. Untuk melindungi diri, para pemain biasanya memakai celana panjang, jaket panjang dengan penutup kepala, bahkan ada juga yang memakai caping.
Uniknya, pemain terluka hanya boleh mengobati lukanya dengan ramuan campuran kelapa dan bunga telon sesaji pusaka desa. Konon, hanya ramuan tersebut yang mampu menyembuhkan luka para peserta, bukan obat-obatan lainnya.
Artikel terkait: Mengenal Tradisi Bambu Gila dari Maluku Tengah yang Mistis dan Unik
Bentuk obornya sendiri tidak seperti obor biasa yang terbuat dari bambu, melainkan dari blarak atau daun kelapa kering diikat dengan klaras atau daun pisang kering. Pelepah daun kelapa sengaja tidak dipotong sehingga panjang obor bisa mencapai lebih dari 2 meter. Selama sekitar 3 menit, para peserta akan berperang dengan obor ini hingga obor habis dilalap api.
Tahapan Tradisi Perang Obor
Namanya juga tradisi, tata cara dan tahapan untuk melakukannya juga tidak boleh asal-asalan. Dalam jurnal Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa Tegalsambi yang ditulis oleh Shanti pada 2010, beberapa tahapannya adalah:
1. Selamatan di Punden
Sumber: Instagram @tegalsambisentosa
Sebelum Perang Obor dilaksanakan, masyarakat terlebih dahulu melakukan selamatan di punden yang diyakini sebagai makam leluhur dan sesepuh pendiri Desa Tegalsambi untuk mendapatkan keselamatan hidup.
2. Penyembelihan Hewan Kurban
Hewan yang dipilih untuk disembelih untuk pelengkap sesaji adalah kerbau. Selain dagingnya, yang digunakan sebagai sesaji di rumah aparat desa adalah darahnya yang ditampung dalam kuali kecil. Sebagian daging kerbau yang lain juga digunakan sebagai sesaji di makam leluhur.
3. Pementasan Wayang Kulit
Pementasan ini diadakan selama sehari semalam pada hari pelaksanaan Perang Obor. Lakon yang digunakan dalam wayang adalah Sri Sadana, yang melambangkan kemakmuran panen untuk memuliakan Dewi Sri.
Artikel terkait: Berlangsung Meriah, Inilah Tradisi Upacara Pemakaman Rambu Solo dari Toraja
4. Selamatan di Masjid
Sumber: Instagram @widhiponji
Tahapan yang ini dilakukan dengan tujuan sebagai permohonan keselamatan untuk warga Desa Tegalsambi dari segala musibah dan malapetaka.
5. Perang Obor
Sebelum perangnya benar-benar dimulai, tahapan ini diawali dengan pembacaan doa di perempatan Desa Tegalsambi yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya leluhur. Kemudian, obor kecil mulai dinyalakan oleh Bupati Jepara yang menandakan Perang Obor sudah dapat dimulai.
6. Penutup Perang Obor
Setelah pelaksanaan Perang Obor selesai dilakukan, tahapan terakhir adalah diadakannya doa bersama di rumah aparat desa sebagai ungkapan syukur atas kelancaran acara. Di tahapan ini juga dilakukan pengobatan bagi para peserta yang mengalami luka bakar menggunakan ramuan khusus.
Meskipun terkesan menyeramkan, tetapi ternyata tradisi ini memiliki nilai luhur yang sangat tinggi. Selain selalu dinantikan oleh warga Jepara, khususnya para pria dari Desa Tegalsambi, Perang Obor ini juga menjadi salah satu tontonan wajib para wisatawan lokal, nusantara, bahkan luar negeri. Seru sekali, ya.
Baca juga:
Tradisi Baratan: Makna, Sejarah, dan Nilai yang Terkandung
5 Ritual atau Tradisi Kehamilan di Berbagai Daerah Indonesia
5 Tradisi Perayaan Satu Suro untuk Masyarakat Pulau Jawa
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.