Setiap ibu tentu memiliki alasan tersendiri dalam memilih jalan hidupnya. Baik menjado ibu rumah tangga, berbisnis, atau tetap melanjutkan kariernya. Apapun keputusannya, tentu akan menjadi pilihan yang terbaik. Termasuk yakin dengan keputusan jadi ibu rumah tangga.
Hal inilah yang yang diungkapkan dan diceritakan salah seorang pembaca TheAsianparent Indonesia.
Ia menuturkan, betapa dirinya berperang batin sampai akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang ibu rumah tangga. Dengan sadar, ia rela melepas karier yang sudah dibangunnya. Semata-mata untuk bisa sepenuhnya fokus menjaga buah hati. Sayangnya, keputusan jadi ibu rumah tangga yang ia ambil justru kerap memancing komentar negatif yang tidak sedap untuk didengar.
Begini kisah dan curahan hati sang Bunda.
“Keputusan jadi ibu rumah tangga, ku korbankan karierku..”
“Saya adalah ibu muda berusia 25 tahun yang baru saja memiliki seorang puteri berusia 2 bulan. Berawal dari bahagia pernikahan sampai pernah terkena Babyblues Syndrome.
Mulai dari kecil saya adalah tipe orang yang ambisius untuk selalu menjadi juara kelas dan bercita cita menjadi seorang guru bahasa Asing yang hebat dan bisa berkeliling dunia. Saya selalu semangat belajar dan berusaha untuk selalu mendapat beasiswa.
Akhirnya saya pun bisa kuliah di salah satu kampus ternama di kota saya dengan jurusan Bahasa Asing yang saya impikan. Saya pun lulus kuliah dengan predikat Cumlaud. Bahkan sebelum lulus kuliah saya sudah diterima mengajar di beberapa sekolah.
Tawaran untuk mengajar dan bekerja di instansi pemerintah pun pernah saya dapatkan. Hingga suatu ketika saya bertemu dengan suami saya sekarang. Kami hanya bertemu sekali dan si dia langsung datang ke rumah untuk meminang saya.
Setelah 1 tahun lulus kuliah, saya pun menikah dengan suami saya. Rasanya saya masih ingin melanjutkan pendidikan dan meraih cita cita saya.
Usai menikah saya hanya mempertahankan 2 sekolah saja untuk mengajar. Hanya 2 bulan pasca menikah saya harus berhenti dari pekerjaan saya.
Artikel Terkait : Bayi 6 bulan mengalami Bronkuspneumonia akibat asap rokok, sang ibu beri peringatan
Saat dinyatakan hamil… merasa bahagia namun dilema
Saya mendapat kabar bahagia karena saya di nyatakan hamil, tapi di sisi lain kandungan saya tak sekuat para ibu diluar sana. Saya harus bed rest tidak boleh berkendara atau terlalu capek.
Namun saya dilema.Harus bahagia atau bersedih. Hingga pada saat suami saya berkata , “Berhentilah mengajar, karena anak adalah amanah”. Seketika itu hati saya remuk, hancur, lebur jadi satu.
Cita cita untuk keliling dunia sudah saya kubur haruskah hobi saya kesenangan batin saya sebagai seorang guru harus berhenti juga sampai di sini?
Saya menangis tiada henti, saya pun sempat bertengkar hebat dengan suami saya.
Hingga setiap pagi saat suami berangkat ke kantor, saya tidak mengantarnya sepertia biasa. Saya hanya melihatnya dari balik jendela kamar sambil menangis. Saya mengalami depresi yang sangat dalam di dalam diri saya dan hal ini terjadi hingga satu bulan lamanya.
Perlahan mulai menerima keadaan
Lambat laun saya pun mulai menerima keadaan. Saya mulai mencoba untuk menata pikiran saya karena saya tau ini semua tidak baik untuk janin.
Saya mulai mencoba untuk merasa bahagia. Melakukan aktivitas dan belajar tentang parenting. Walaupun saya masih sering bermimpi saya sedang mengajar dan bercanda bersama para guru dan murid murid saya.
Hingga suatu saat, saya merasakan tendangan si kecil untuk pertama kalinya di dalam perut saya. Saya sangat merasa bahagia dan tanpa sadar air mata saya menetes.
Saya berkata dalam diri. “Nak maafkan bunda yang pernah merasa kecewa karna kehadiranmu, kini bunda berdoa semoga kamu selalu sehat dan kita bisa bertemu”.
Hari demi hari saya lewati dengan bahagia walaupun saya kadang sempat sedih melihat status whatsapp, dan postingan di sosial media tentang aktivitas sekolah yang saya tinggalkan. Bahkan beberapa murid saya selalu mengirim pesan untuk saya kembali mengajar.
Melahirkan dengan penuh perjuangan
Sampai saatnya tepat tanggal 12 Oktober 2019 saya melahirkan puteri kecil saya dengan penuh perjuangan seperti yang pernah saya ceritakan di postingan TAP sebelumnya. Menjadi korban mal praktik anak magang sampai akhirnya dirujuk bahkan suami harus memilih siapa yang harus diselamatkan antara saya dan bayi saya.
Takdir Alloh berkata lain, kami berdua bisa selamat. Saya mulai merasakan bahagia menjadi seorang ibu. Hingga saya mendengar kata kata menyakitkan dari orang yang tak bertanggung jawab.
”Perkataan negatif akan keputusan jadi ibu rumah tangga membuatku rendah diri..”
“Dih, sekolah tinggi tinggi eh ujung ujung nya ternyata hanya jadi ibu rumah tangga”.
“Anak perempuan pintar itu percuma ya, walaupun dari kecil jadi juara kelas menang lomba ini itu toh nggak berguna tetap jadi ibu rumah tangga”.
“Sarjana tapi gelarnya masuk tong sampah nggak guna”.
Hancur, remuk, sesak untuk yang kedua kalinya. Muncul lagi semua angan dan mimpi mimpi saya. Saya pun menangis sejadi jadinya.
Saya sampai membenci bayi saya, saya hanya menyusuinya sebentar itupun tanpa rasa sayang. Yah…..saya terkena Babyblues Syndrome.
Alhamdulillah hal ini hanya terjadi sebentar, tidak berlangsung lama. Saya kembali tersadar, saya melihat mata bayi saya dia mengedipkan mata seolah berbicara kepada saya. Saya pun menangis, saya menyadari kesalahan saya.
Artikel Terkait : “Janinku hanya bertahan 11 minggu, aku merasa gagal,” curahan hati ibu keguguran
Mulai berdamai dengan diri sendiri
Rasanya seperti luapan kasih sayang yang selama ini saya pendam keluar meledak hingga sesak sekali rasanya. Saya pun memeluk bayi dan meminta maaf.
Mulai berdamai dan aktif belajar parenting. Mengikuti aktivitas untuk menjadi ibu yang baik. Belajar dan sharing dengan para bunda di dunia nyata dan juga di dunia maya.
Aktif di sosial media yang berisi panduan dan pengetahuan tentang parenting dan seputar bayi. Dan saya berkata dalam diri saya. “Pendidikan saya juga penting dan berguna bagi anak saya dan untuk membentuk keluarga saya di masa depan”.
Jadi resolusi saya di tahun 2020 adalah, “Saya ingin menjadi ibu yang lebih baik lagi, yang dapat selalu membuat malaikat kecil saya tersenyum bahagia”.
Sekali lagi, bun. Menjadi ibu rumah tangga bukanlah hal yang buruk bahkan bukan hal yang mudah. Jadi buat para bunda di luar sana yang hanya menjadi ibu rumah tangga, jangan berkecil hati, kita adalah orang yang hebat.
Dan bagi para bunda yang bekerja, kalian sungguh luar biasa. Kita semua adalah ibu super, ibu yang hebat dan ibu yang terbaik bagi anak anak kita,” kisah sang Bunda.
Dari pengalaman sang Bunda kita bisa berkaca bahwa setiap ibu memiliki alasannya masing-masing dalam memutuskan untuk tetap bekerja atau menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Tak jarang, berbagai hal dikorbankan, hati dan pikiran pun tersita karenanya.
Oleh karena itu, sebagai sesama orangtua hendaknya kita bisa saling mendukung setiap keputusan yang diambil oleh orangtua lainnya. Karena tentunya, keputusan jadi ibu rumah tangga, tetap berkarier, atau mungkin tidak ingin memiliki anak merupakan hak setiap individu.
Jika punya memiliki kisah menarik seputar kehidupan berkeluarga, ingin berbagai inspirasi untuk sesama Parents yang lain, yuk, bagikan pengalaman Anda di Aplikasi TheAsianparent Indonesia.
Baca Juga :
10 Fakta Seorang Ibu Rumah Tangga yang Tak Semua Orang Tahu
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.