"Meski Mengidap PCOS, Aku Bisa Hamil dan Berhasil Jadi Seorang Ibu"

"Mengidap PCOS, ada banyak tantangan saat menjalani kehamilan dan melahirkan bagiku"

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Bismillah. Aku akan menceritakan pengalaman pertamaku menjadi seorang ibu. Lebih tepatnya, pengalaman sebagai seorang perempuan dengan PCOS yang bisa hamil dan berhasil memiliki buah hati. Dan inilah ceritaku. 

Pengalaman Aku yang Mengidap PCOS Tetapi Bisa Hamil dan Berhasil Jadi Ibu 

Awal cerita, aku menikah dengan suami saat berusia muda. Yakni, aku berusia 21 tahun sedangkan suami berusia 25.

Tak lama setelah menikah, aku dan suami memutuskan untuk merencanakan punya momongan, tanpa menunda-nuda. Alasannya, biar rumah tangga kami menjadi lebih lengkap. Rasanya enggak sabar, deh, pengen gendong bayi. Saat itu, pokoknya segala tentang bayi rasanya terlihat menyenangkan bagiku.

Satu bulan pernikahan, aku dan suami masih menikmati masa-masa indah berdua.

Hingga bulan ke-2... Bulan ke-3... Bulan ke 4... pun waktu berlalu.

Bahkan bulan ke-5 hingga ke-6, masih juga belum ada tanda-tanda kehamilan. Aku mulai khawatir. Terlebih, sudah mulai banyak omongan orang di sekitar mengenai aku yang juga belum berhasil punya momongan. Jangan-jangan mandul, kata mereka. Beban pikiranku jadi bertambah karena perkataan dan pertanyaannya itu. Perasaan takut kalau kami tak bisa punya keturunan juga menghampiri.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Akhirnya, di bulan ke-7,  aku dan suami sepakat untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan. Okelah, pemeriksaan di dokter pertama, hasilnya baik. Hanya saja, menurutnya aku memiliki masalah hormon dan dianjurkan untuk mengonsumsi obat hormonal terlebih dahulu.

Bismillah... dijalani. Setelah minum obat dari dokter, aku pun menstruasi. Tapi, berharap setelah haid ini, di bulan berikutnya bisa hamil.

Pemeriksaan berikutnya kami ganti dokter, karena dokter sebelumnya pindah tugas. Sepekan berikutnya, kami pun berkonsultasi dengan dokter lain yang cukup handal.

Didiagnosis PCOS dan Sulit Hamil

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pemeriksaan awal, USG perut terlihat aman. Setelahnya, aku mencoba USG transvaginal dan hasilnya mengejutkan. Di rahim, terdapat kista-kista kecil dan dari sana pun aku didiganosis PCOS atau policyctic ovarium syndrom. Terdapat kista atau benjolan-benjolan kecil di rahim yang mengakibatkan aku sulit hamil.

Kondisi ini ternyata ditandai dengan terganggunya siklus haid dan salah satu penyebabnya juga adalah obesitas. Memang, sih, sebelum menikah berat badanku 55 kg. Tapi pas menikah, naik jauh jadi 65 kg.

Alhasil, aku dianjurkan untuk terapi hormon dengan obat pil oral, ditambah diet, serta olahraga teratur. Olahraga yang dianjurkan ialah dengan berjalan perlahan, jalan santai, jalan cepat, hingga lari kecil dengan minimal capaian penurunan berat badan sekitar 2,5 persen .

Bismillah, aku dan suami berjuang bersama. 

Artikel terkait: "Perjuangan Hamil dan Melahirkan Versi Aku, Si Penderita Penyakit Takikardia"

Kami rutin kontrol, dengan hasil yang terus membaik. Hanya saja, belum ada terlihat tanda kehamilan. Kami mencoba ke dokter kandungan lain, lalu menceritakan perjalanan program kehamilan yang dijalani. Hasilnya sama, aku harus terapi hormon kembali minimal selama 6 bulan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sempat nge-drop dan pengen nyerah. Namun, suami terus support. Kami menjalani program hamil sesuai anjuran dokter, dibarengi dengan ikhtiar melalui terapi herbal dengan rutin mengkonsumsi kurma segar bersama suami terus aku jalani.

Hingga suatu ketika, aku jatuh sakit infeksi saluran kemih (ISK) dan dispepsia. Disertai dengan gejala lesu, lemah, mual-muntah, anyang-anyangan, dan nyeri perut bagian bawah. Saat itu, suami lagi dinas diluar kota, aku berusaha menutupi sakit yang aku rasakan karena takut dia khawatir. Tapi entah kenapa, suami hari itu juga langsung pulang ke rumah walaupun sudah larut malam. Dia langsung sigap saat tahu aku sedang sakit. Pokoknya suami siaga. Luar biasa, terima kasih, ya, Pak Su. 

Pengalaman Pengidap PCOS Bisa Hamil: Akhirnya Muncul Dua Garis Biru

Malam harinya, aku bermimpi menggunakan testpack dan mendapati dua garis biru. Akhirnya, pas besok pagi aku pun memberanikan diri menggunakan testpack untuk kesekian kali dengan harapan mimpi itu jadi kenyataan.

Daan... 1 2 3,  jantungku berdegup kencang. Mimpi jadi nyata! Hasil testpack positif. Alhamdulillah... ini adalah keajaiban.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Saat suami mengetahui hal ini, dia langsung membawa aku kontrol kembali ke dokter. Di sana, dokter menganjurkan tes ulang dan hasilnya 2 garis biru. Dokter juga coba USG dan didapatkan dengan nyata kantung kehamilan. Alhamdulillah, syukur kami ucapkan.

Namun, dokter tetap mengingatkan adanya potensi kehamilan palsu pada penderita PCOS. Uhh... Rasanya campur aduk. Takut ini hanya kehamilan palsu. Dokter pun menganjurkan untuk kembali kontrol 2 minggu lagi. 

2 Minggu Kemudian...

Aku dan suami kontrol lagi dan langsung di-USG oleh dokter. Masya Allah... Alhamdulillah... ternyata sudah terlihat jelas bakal janin didalam kantung kehamilan di rahimku. Dengan hasil itu, sudah dapat dipastikan aku postif hamil.

Artikel terkait: 5 Alasan sulit hamil yang sering tidak disadari pasangan saat promil

Perjalanan Kehamilan yang Dilalui Pengidap PCOS

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Trimester awal, aku mengalami mual muntah yang sangat parah hingga berat badan turun. Obat pereda mual dan vitamin sudah dikonsumsi tetapi perasaan mual yang sangat hebat tetap merajalela. Makan tak enak, tidur tak nyenyak. Hanya perasaan mual, pusing, dan lesu yang didapatkan. Meski begitu, aku tetap harus semangat dan bersyukur. Karena tidak semua perempuan bisa berkesempatan menjadi ibu.

Morning sickness sudah mulai berlalu saat usia kehamilan memasuki trimester 2. Alhamdulillah, makan-minum sudah bisa, aktivitas mulai normal kembali. Senang banget, yaa... Semoga semua terus baik-baik saja, pikirku.

Saat kontrol pada trimester 2, senang liat perkembangan si bayi di rahim. Namun, ada berita buruk juga yang disampaikan dokter. Terlihat dari tekanan darahku yang melonjak di atas angka normal. Dokter selalu mengingatkan untuk terus menjaga kesehatan dan menghindari stres, istirahat cukup, dan makan teratur.

Memasuki trimester 3, didapatkan hasil yang mengejutkan lagi. Aku terdiagnosa HDK atau hipertensi dalam kehamilan. Hal ini terjadi karena adanya kelainan dalam kehamilan yang mengakibatkan adanya preeklamsia.

Ya Allah... bahagia melihat tumbuh kembang si bayi dalam kandungan ini, tetapi juga sedih dan cemas karena adanya hipertensi dalam kehamilan. Namun, suami tetap mengingatkan untuk terus semangat dan berdoa serta menghindari stres.

Satu hari, aku mengalami kontraksi dengan lendir dan air yang keluar. Aku pikir bakal melahirkan saat itu, tetapi ternyata hanya kontraksi palsu dan tidak ada pembukaan.

Persalinan dengan Induksi

Beberapa hari kemudian, aku dan suami memutuskan untuk kembali kontrol ke dokter. Di sana, aku dianjurkan untuk diberikan induksi di rumah sakit dengan surat pengantar dari dokter. Besok paginya, aku bersama suami langsung ke rumah sakit dengan bekal surat pengantar dari dokter. Di sana dijelaskan petugas tentang tindakan induksi dan surat persetujuan yang harus aku tanda tangani bersama suami.

Bismillah... semoga semua lancar. 

Cerita berlanjut, aku induksi oral sebanyak 4 kali dengan jangka waktu pemberian yang telah ditentukan dokter. Induksi pertama dan kedua, aku tidak merasakan kontraksi apa pun dan tidak ada pembukaan yang terjadi.

Pada induksi ketiga, mulai merasakan kontraksi ringan hingga memberat dan terjadi pembukaan 2. Induksi keempat, aku merasakan kontraksi yang luar biasa. Rasanya tulang seperti ditarik paksa. Ingin teriak, ingin menangis, tapi suami dengan sigap selalu menemaniku. Terimakasih, ya, Pak Su.

Artikel terkait: Induksi Persalinan: Cara Mempercepat Kelahiran Anak

Hingga akhirnya, terlihat bercak darah dan lendir dan terjadi pembukaan 6. Aku kembali diberikan induksi secara intravena dan cairan infus. Rasa sakit, lemas, semua bercampur jadi satu, hingga aku diberikan oksigen karena kadar gula darahku yang rendah dan sudah terlihat lemas.

Saat pembukaan lengkap, ternyata air ketuban tak kunjung pecah hingga petugas dan dokter memutuskan untuk memecahkan secara manual. Dueerrr... air ketuban mengalir begitu derasnya. Namun, kepala bayi tak kunjung keluar. Semua sontak bingung. Akhirnya, diputuskan aku harus mengejan kuat sembari dibantu petugas untuk mendorong si bayi keluar. Ya Allah... rasanya bingung untuk diungkapkan.

Oke, 1 2 3... petugas memberi aba-aba dan aku mengejan sekuat tenaga. Akhirnya, kepala si bayi keluar dan didapati lilitan tali pusat di lehernya yang mengakitkan ia lahir dengan keadaan biru dan tidak menangis secara spontan. Dengan bantuan episiotomi, akhirnya bayi keluar seutuhnya.

Saat diberikan tindakan dan direbahkan di bagian dada, alhamdulillah si bayi menangis dengan kerasnya. Semua perasaan berbaur bercampur jadi satu. Ketegangan yang terjadi akhirnya luluh saat mendengar tangisan bayi. Alhamdulillah, ya Allah... suami juga langsung memeluk dan mencium keningku.

Tantangan Berikutnya: ASI Seret hingga Drama MPASI

Cerita dan tantangan berlanjut... aku mulai membiasakan IMD pada bayi, tetapi kendala kembali terjadi. ASI-ku tak kunjung keluar. Hingga 10 hari pasca melahirkan, akhirnya tetes demi tetes ASI keluar walaupun si bayi mulai bingung puting. Perlahan, semuanya dijalani walaupun ia lebih sering minum susu dengan botol.

Enam bulan berlalu. Akhirnya ASI-ku benar-benar seret. Entah apa yang terjadi. Rasanya ingin menangis. Namun, aku harus tetap tenang. Saat itu, suami tetap menenangkan dan memberikan support. Harus tetap semangat walaupun sulit, tak apa jika ASI tak keluar. Kami pun coba dengan pemberian sufor.

Suami juga selalu mengatakan, "ASI atau sufor, kamu tetap ibu yang hebat, kok!"

Potret aku, anak, dan suami

Hingga si bayi mulai diperkenalkan MPASI, semuanya dibarengi dengan drama yang berlarut dan rumit. Tapi semua bisa terlalui dengan baik hingga sekarang si kecil sudah beranjak balita. Ia sudah berusia 18 bulan. Tingkah dan perilakunya selalu mengejutkan, memberi warna-warni yang indah dalam kehidupan kami.

Masya Allah... Alhamdulillah... semua begitu indah 

Itulah kisahku sebagai perempuan yang mengidap PCOS tapi tetap bisa hamil dan menjadi seorang ibu. Percaya dan yakinlah, semua ibu di dunia ini hebat. Mereka mampu memerankan setiap peran dengan sebaik-baiknya. #SemuaPerempuanHebat.

***

Artikel ini ditulis oleh Bunda Rinidha Riana.

Baca juga: