Pengalaman menjadi ibu sungguh luar biasa buatku. Aku adalah ibu 1 anak, dan saat ini sedang hamil anak kedua. Pertama kali menjadi seorang ibu pada usia 25 tahun, aku masih tergolong orangtua baru.
Aku seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya mengurus anak, suami, dan mengurus rumah setiap saat. Pengalamanku sebagai seorang ibu banyak memberikan pelajaran hidup, terutama ketika sedang hamil anak pertama.
Saat itu aku didiagnosis mengalami preeklamsia, yang ditandai dengan tekanan darah tinggi. Penyakit ini cukup serius dan berbahaya bagi ibu hamil, karena bisa menyebabkan kejang bahkan kematian.
Pengalaman Pertama Menjadi Ibu, Diawali dengan Preeklampsia Saat Hamil
Aku masih ingat ketika dahulu aku harus rutin memeriksakan diri di rumah sakit karena preeklampsia, waktu itu aku selalu ditemani suami ke rumah sakit. Mulai dari mengambil nomor antrean selepas subuh, kemudian paginya sebelum suami ke kantor, aku diantar ke rumah sakit terlebih dahulu.
Lalu aku menunggu panggilan untuk diperiksa. Lantaran rumah sakitnya cukup ramai, jadi aku harus menunggu berjam-jam untuk kontrol, cek USG, cek urine, tes darah, dan lain-lain. Hasilnya pun tidak langsung diberikan pada saat itu juga, sehingga selama kehamilan pertamaku, aku sangat rutin bolak-balik rumah sakit tersebut untuk diperiksa.
Kemudian pada saat aku hamil tujuh bulan, aku pergi ke dokter kandungan untuk kontrol, ternyata ketika dicek tensiku termasuk lumayan tinggi, sudah mencapai di atas 150.
Saat itu juga aku disarankan untuk dirawat inap di rumah sakit. Namun, Alhamdulillah beberapa hari kemudian aku diperbolehkan untuk pulang.
Kemudian pada saat hamil 9 bulan (waktu itu usia kandungan memasuki 37 minggu), aku pergi ke rumah sakit untuk kontrol. Ternyata setelah kontrol, saat itu juga aku diharuskan rawat inap untuk melahirkan, karena tensiku yang tidak kunjung menurun.
Sayangnya pada saat itu pembukaannya tidak bertambah, hanya pembukaan 1 selama 24 jam, itu pun sudah diinduksi agar bisa kontraksi. Akhirnya disepakati bahwa besok pagi aku harus operasi caesar.
Saat Lahir, Bayiku Mengalami BBLR
Operasi pun akhirnya dilakukan sekitar jam 8 pagi, dan prosesnya memakan waktu sekitar 2 jam. Awal masuk ruang operasi aku sangat gugup, dan suami hanya bisa menunggu di luar ruangan selama proses operasi. Bersyukur proses mengeluarkan bayinya hanya kurang lebih 10 menit saja.
Dan pada saat itu juga aku mendengar suara tangisan bayiku yang keras, seketika aku pun menitikkan air mata karena terharu dan bahagia.
Tidak lama setelah bayiku dibawa suster untuk dibersihkan, mereka memberitahu bahwa beratnya hanya 2,2 kg dan panjang 47 cm. Itu termasuk BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), karena normalnya minimal sekitar 2,5 kg.
Setelah selesai proses operasi, aku dibawa ke ruang perawatan. Di sana sudah terlihat kedua mertuaku sedang menunggu kedatanganku. Kemudian tak lama bayiku pun diantar ke ruanganku. Aku bersyukur karena walaupun bayiku termasuk kecil, tapi dia tidak ada masalah apa pun, sehingga aku bisa seruangan dengannya saat itu.
Keesokan harinya aku harus belajar untuk bergerak mandiri, agar badanku tidak kaku pascaoperasi. Sungguh tak terbayang rasa sakitnya, tidur miring ke kiri dan ke kanan pun harus dilakukan sepelan mungkin.
Tiga hari aku dirawat di rumah sakit, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang. Selama di rumah sakit, ASI-ku tidak keluar sama sekali. Alhamdulillah setelah di rumah, ASI-ku akhirnya keluar walaupun baru beberapa tetes.
Pengalaman Menjadi Ibu: Kembali Berjuang dengan Tantangan Baru
Perjuanganku pun dimulai. Aku harus begadang setiap malamnya karena bayiku ingin menyusu bergantian dengan buang air. Rasanya kepala ini pusing sekali dan rasa sakit diperut pascaoperasi masih sangat terasa. Belum lagi demam melandaku dan payudaraku bengkak dan sakit, serta putingku lecet.
Akan tetapi, Ahamdulillah pada waktu itu kami tinggal sementara di rumah mertuaku pasca aku melahirkan, sehingga ada mertua yang bisa membantu, mengurusku, mengurus bayi dan hal-hal lainnya.
Maklum, karena aku ikut suami untuk tinggal di kampung halamannya di Palembang, dan orangtuaku tidak dapat berkunjung karena jarak yang sangat jauh untuk datang ke tempat suami, yakni dari Tolitoli, Sulawesi Tengah.
Akhirnya tepat sebulan setelah tinggal di rumah mertua, kami pun balik ke tempat tinggal kami sendiri. Aku bersyukur karena pada saat itu aku sudah menemukan orang yang bisa membantuku di rumah, walaupun sebatas mencuci dan menyetrika baju. Selebihnya hanya aku dan suami yang mengurus bayiku.
Selama tumbuh kembang bayiku, ternyata tidak berjalan begitu mulus. Sebab, berat badannya tidak naik secara signifikan dari bulan ke bulan.
Pada saat itu, ketika ada yang melihat bayiku, pikir mereka baru berusia 1 bulan, padahal saat itu bayiku sudah berusia 4 bulan. Namun, Alhamdulillah setelah bayiku mengenal MPASI, berat badannya bisa naik drastis seperti bayi normal pada umumnya.
Semua Perempuan Itu Hebat!
Itulah salah satu bentuk perjuanganku sebagai seorang ibu dalam merawat dan mengurus anak. Bukti bahwa semua perempuan hebat.
Terutama saat mereka mampu berjuang untuk melalui beratnya saat-saat hamil, sakitnya ketika melahirkan, dan lelahnya ketika harus begadang dan menyusui si kecil. Namun, itu semua terbayarkan dengan hadirnya sang buah hati ditengah-tengah keluarga kecilku.
Semoga keluarga kecilku dan keluarga para Bunda di luar sana selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan lahir batin, ya. Semangat untuk seluruh ibu dan orangtua yang sedang berjuang untuk anak-anaknya! Ingat, pengalaman menjadi ibu ini tak akan bisa tergantikan oleh apa pun.
Ditulis oleh Syari Ermita
Baca juga:
5 Alasan Minum Teh Saat Sahur Tidak Dianjurkan, Sudah Tahu?
Peduli Karyawan, Lina Rosita Dewi Inisiasi Pembangunan Daycare Gratis di Pabrik
Kisah Nikmatul Rosidah, IRT Biasa yang Sukses jadi Youtuber Populer di Asia
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.