Belum usai pandemi COVID-19, pandemic superbugs di India mulai menjadi perhatian banyak masyarakat di berbagai belahan dunia. Pandemic superbugs adalah infeksi bakteri yang disebut luar biasa hebat, serta tidak mempan hanya dengan penggunaan obat antibiotik saja.
Seperti dilansir dari situs BBC, para dokter di negara Maharashtra, India Barat telah bergulat menangani 1.000 pasien di Rumah Sakit Kasturba lantaran kasus infeksi superbug. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini disebut akan meningkatkan risiko terjadinya wabah penyakit yang sulit disembuhkan dengan antibiotik.
Melansir dari berbagai sumber, berikut kami rangkum informasi selengkapnya terkait pandemic superbugs yang terjadi di India. Bisa jadi pemahaman baru bagi masyarakat Indonesia agar tetap waspada.
Apa Itu Pandemic Superbugs?
Sumber: Pexels
Dokter spesialis penyakit dalam prof. dr. Zubairi Djurban, Sp.PD., dalam akun Twitter pribadinya menjelaskan, pandemic superbugs di India yang kebal akan obat super kemudian terjadi yang namanya pandemic of antibiotics-resistant superbugs.
Lantas, apa penyebab dari adanya infeksi superbugs yang melanda masyarakat India? Dijelaskan oleh dr. Zubairi, kondisi ini disebabkan karena adanya bakteri luar biasa hebat yang tidak mempan dengan obat antibiotik.
Lebih lanjut, kondisi ini terjadi ketika bakteri berubah dari waktu ke waktu dan menjadi resisten terhadap obat yang seharusnya mengalahkan mereka serta menyembuhkan infeksi yang ditimbulkannya. Itulah mengapa infeksi superbugs disebut kebal akan antibiotik.
Menurut The Lancet, sebuah jurnal medis yang dikutip dari BBC, resistensi semacam ini secara langsung menyebabkan 1,27 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2019 silam. Antibiotik yang dianggap sebagai garis pertahanan pertama melawan infeksi parah dinilai tidak dapat bekerja pada sebagian besar kasus infeksi superbugs.
Baca juga: Pemberian antibiotik berlebihan pada anak bisa berbahaya, begini penjelasan dokter!
Awal Mula Terinfeksi
Sumber: Pexels
Seperti dijelaskan sebelumnya, pandemic superbugs di India bermula dari para dokter di Maharashtra, India Barat yang berjibaku dengan ruam infeksi superbug yang kebal antibiotik. Bahkan, di Kolkata dilaporkan 6 dari 10 pasien yang dirawat di ICU sudah tidak mempan dengan penggunaan antibiotik.
Lebih lanjut, dr. Zubairi juga menjabarkan bahwa kuman yang menyerang sangat beragam. Dalam cuitannya, ia menyebutkan, “Ada yang disebut Staphylococcus aureus dan Acinetobacter baumannii–yang keduanya ini menyebabkan pneumonia. Efeknya terhadap pasien ya harus dipasang ventilator dan berisiko meninggal.”
Selain itu, ada pula kuman bernama e.coli (Escherichia coli) dan Klebsiella pneumoniae. Keduanya juga memiliki risiko bagi penderitanya harus dipasang ventilator sebagai alat bantu pernapasan.
Tak hanya itu, dr. Zubairi juga menyebutkan bahwa beberapa kasus di India juga ditemukan adanya resisten terhadap antibiotik yang kuat dan yang baru bernama Carbapenem. Ia pun menjelaskannya berdasarkan data yang didapat pada kurun waktu setahun terakhir, bahwa telah terjadi kenaikan kasus resistensi sebanyak 10 persen.
Baca juga: Jangan Salah Kaprah! Ini 11 Fakta Tentang Antibiotik yang Perlu Anda Tahu
Menjadi Permasalahan Berat di Dunia
Sumber: Pexels
Meningkatnya resistensi tersebut kemudian disebutkan dr. Zubairi sebagai masalah yang sangat berat bagi masyarakat dunia, khususnya di India. Mengapa pandemic superbugs di India ini dikatakan menjadi permasalahan berat di dunia?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Anda bisa lebih dulu mengetahui apa yang terjadi pada sejumlah masyarakat di Kolkata yang terinfeksi superbugs. Sebelumnya, pasien yang terinfeksi di sana tercatat 65 persennya berhasil diatasi dengan antibiotik lini satu. Namun, kini menurun menjadi 43 persen pasien yang berhasil diobati dengan antibiotik lini 1 itu.
Paparan tersebut kemudian dijelaskan oleh dr. Zubairi sebagai permasalahan serius yang perlu mendapat perhatian dari masyarakat di seluruh dunia.
Sebetulnya, resisten terhadap antibiotik ini adalah masalah yang natural atau alamiah. Sebab, bakteri pada prinsipnya juga ingin tetap hidup dan membuatnya menjadi resisten terhadap antibiotik.
Dokter spesial penyakit dalam yang aktif berbagi informasi kesehatan di Twitter itu menyebutkan, bahwa kondisi ini kemudian menjadi masalah besar karena angka kejadiannya amat dipercepat oleh salah guna obat antibiotik.
“Salah guna yang dimaksud adalah antibiotik yang digunakan tidak pada tempatnya. Misalnya infeksi virus, tapi dikasihnya antibiotik,” tulis dr. Zubairi dalam cuitan Twitter miliknya.
Misalnya saja seperti awal pandemi COVID-19, ada banyak pasien yang mendapat berbagai macam obat antibiotik, yang kemudian menyebabkan perubahan dalam resistensi kuman. Dampaknya, pasien pun menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit akibat resistansi ini. Terlalu lama di rumah sakit juga akhirnya membuat biaya untuk pasien terus bertambah. Selain itu juga dapat membuat angka kematian menjadi lebih tinggi.
Resistansi Antibiotik: Pandemi Senyap
Sumber: Pexels
Melansir dari situs Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah sebagai respons terhadap penggunaan obat-obatan tersebut.
Pandemic superbugs di India juga menjadi kondisi yang kebal akan obat super, sehingga WHO pun menyebutnya sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan global, ketahanan pangan, dan pembangunan saat ini. Meski terjadi secara natural, namun adanya penyalahgunaan antibiotik pada manusia dan hewan justru dapat mempercepat prosesnya.
Kurangnya pengetahuan tentang antibiotik membuat sebagian besar pasien tidak menyadari adanya resistensi antibiotik. WHO juga menjelaskan bahwa masyarakat dunia perlu mengubah cara mereka meresepkan dan menggunakan antibiotik.
Bahkan, jika obat-obatan baru telah dikembangkan tanpa adanya perubahan perilaku, resistansi antibiotik akan tetap menjadi ancaman utama. Perubahan perilaku ini juga harus diimbangi dengan pengurangan penyebaran infeksinya melalui vaksinasi, mencuci tangan, mempraktikkan seks yang lebih aman, dan kebersihan makanan yang baik.
Baca juga: Jangan Asal! Kenali Bahaya Konsumsi Antibiotik Tanpa Resep Dokter
Pesan Pakar Kesehatan agar Terhindar Dari Pandemic Superbugs
Sumber: Pexels
Tak hanya di India, resisten terhadap antiobiotik ini bisa terjadi di mana pun dan pada siapa saja, tak terkecuali masyarakat Indonesia. Bahkan, kondisinya juga tak pandang bulu dan bisa terjadi pada berapa pun usia penderitanya.
India menjadi salah satu negara yang paling parah terhadap resistensi antimikroba, atau infeksi neonatal yang resistan terhadap antibiotik. Masih dari situs BBC, kondisi ini tercatat telah membuat kematian hampir 60.000 bayi yang baru lahir setiap tahunnya.
Dari jumlah tersebut, maka bisa disebutkan bahwa resistensi antibiotik bisa berisiko pada siapa pun, mulai dari bayi baru lahir sampai mereka yang sudah lanjut usia.
Meski terjadi di India, namun tak menutup kemungkinan permasalahan serupa bisa terjadi oleh masyarakat Indonesia. Sehingga, para pakar kesehatan pun terus mengingatkan kepada seluruh masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan obat antibiotik.
Dalam akhir cuitannya, dr. Zubairi Djurban menyebutkan, “Kalau tidak ada indikasi dan resep dari dokter, ya jangan konsumsi atau jangan juga melanjutkan resep antibiotik milik salah satu teman atau keluarga—karena merasa punya penyakit sama.”
Demikianlah informasi terkait pandemic superbugs di India yang kini telah menjadi permasalahan kesehatan bagi masyarakat dunia. Semoga informasi di atas dapat menjadi wawasan baru bagi kita semua agar senantiasa merawat diri dan tidak lagi keliru terhadap penggunaan obat antibiotik yang justru dapat menimbulkan resistensi antibiotik.
Baca juga:
Waspadai Bahaya Penggunaan Antibiotik yang Berlebihan
Tidak Bisa Sembarangan, Begini Aturan Minum Antibiotik yang Benar
Peringatan CDC: Jangan Minum Antibiotik untuk Penyakit yang disebabkan oleh Virus
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.