Akses layanan kesehatan yang mudah didapat di masa sekarang, membuat banyak orang memilih melahirkan di rumah sakit. Namun, bukan berarti melahirkan normal di rumah tidak bisa dilakukan. Hal ini dibuktikan oleh seorang ibu bernama Via Galang-Tancuan yang memutuskan melahirkan normal di rumah tanpa anestesi epidural.
Via Galang-Tancuan berbagi kisah melahirkan normal di rumah tanpa bantuan anestesi atau obat bius. Proses persalinannya dibantu oleh sang suami, beberapa bidan dan juga doula.
Perjuangan melahirkan normal di rumah dimulai
Pada hari Senin, 3 September 2018, Via pergi menemui bidan langganannya yang bernama Aileen Vinoya. Aileen merupakan bidan di Marikina Maternity Clinic. Pukul 6 sore ia tiba di klinik, setelah menjalani pemeriksaan, diketahui bahwa Via telah mengalami pembukaan 1, dan bayinya juga sudah turun.
“Saya diberikan kapsul Borage Oil dan kurma untuk membantu mempercepat pembukaan. Saya pulang ke rumah dan diminta datang lagi ke klinik besok,” papar Via.
Malam harinya, Via tidak bisa tidur karena sakit kontraksi mulai terasa. Bahkan ia harus membangunkan John di tengah malam, dan meminat suaminya untuk memijat punggungnya yang juga terasa sakit.
Selasa pagi 4 September, pukul 4 dini hari, Via mencoba mengurangi rasa sakitnya dengan berdansa diiringi musik Korea. Via mengirim pesan pada bidannya tentang kontraksi yang ia rasakan, dan Aileen memintanya untuk datang ke klinik segera. Akan tetapi, karena kontraksi yang dirasakan terlalu sakit dan jeda antar kontraksi hanya 4-5 menit. Via tidak bisa datang ke klinik.
Pukul 9 pagi, Alaina Balida seorang bidan lain datang ke rumah untuk memeriksa kondisi Via. Ternyata pembukaannya sudah 2 Cm. Via sudah mengalami kontraksi selama 12 jam namun belum ada kemajuan. Oleh sebab itu dia kembali diberikan kapsul Borage Oil untuk mempercepat pembukaan.
Artikel terkait: 5 Cara mempercepat pembukaan saat melahirkan tanpa induksi medis
Kehadiran doula dan bidan yang membantu proses melahirkan normal di rumah berjalan lancar
Via melahirkan normal di rumah dibantu oleh Doula dan bidan.
Siangnya, meski masih merasakan sakit, Via berusaha memaksakan diri untuk makan siang. Bahkan John membelikan makanan kesukaan Via agar dia bisa makan. Tak lama Jen Faiwas, doula yang ia sewa datang untuk membantu Via menghadapi kontraksi. Saat itulah John baru bisa istirahat.
Jen membantu Via mengatasi sakit kontraksi dengan pijatan dan beberapa teknik lainnya yang ia kuasai. Pukul 3 sore, Aileen datang dan melakukan pemeriksaan. Diketahui bahwa bayi Via sudah makin turun ke bawah dan hanya butuh beberapa dorongan untuk mengeluarkannya.
Sayang, mulut rahim Via belum mengalami pembukaan sempurna, dan posisi kepala bayi tidak lurus dengan mulut rahim.
Via diminta untuk melakukan beberapa olahraga ringan seperti squat di tempat tidur. Jen juga berusaha membetulkan letak posisi bayi agar selaras dengan mulut rahim
Pukul 6 sore, Via tak mampu lagi menahan sakit hingga ia mulai menangis. Selama 27 jam persalinan, itu airmata pertama yang ia keluarkan.
Via berusaha keras menahan sakit selama kontraksi, mempraktekkan olah pernafasan untuk mengurangi sakitnya. Namun sakit yang ia rasakan membuatnya tak mampu menyantap makan malam sedikitpun. Terkadang teriakan tertahan keluar dari mulutnya.
Pukul 10 malam, Via tak mampu lagi menahan diri. Dia berteriak selama kontraksi berlangsung. Tim persalinan yang terdiri dari doula dan bidan menyarankan untuknya mandi air hangat. Via menurut, dan iapun mandi air hangat dibantu oleh suaminya John.
Via hampir menyerah karena tak lagi sanggup menahan sakit kontraksi. Namun suaminya kembali menyerahkan keputusan pada Via, apakah benar dia mau pergi ke rumah sakit saat itu. Via berpikir kemungkinan besar dokter akan menyarankan dirinya menjalani caesar jika pergi ke rumah sakit sekarang. Oleh sebab itu ia memilih tetap menanggung sakit melahirkan normal di rumah.
Setengah jam kemudian, Via sudah menangis sesenggukan. Dia meminta obat penghilang rasa sakit untuk mengurangi derita fisik yang ia rasakan.
Aileen terus menyemangati Via, bahwa dia sudah hampir mencapai pembukaan sempurna. Dan dalam beberapa jam bayinya akan segera lahir.
Pukul 11 malam, pembukaan Via baru berjalan 4, padahal berdasarkan tingkat kontraksi, harusnya sudah pembukaan 8. Via meminta obat penghilang rasa sakit. Maka iapun dipasangi infus dan diberi cairan pereda sakit. Meski tak merasa sakitnya berkurang, Via bersyukur permintaannya dipenuhi.
Via berbaring di tempat tidur sementara bidan dan doula melakukan pijatan padanya. Hal ini sempat mengurangi rasa sakit yang ia rasakan. Sampai satu ketika ia merasakan dorongan untuk mengejan.
“Aku bilang, aku ingin mengejan. Semua orang langsung terdiam, mereka menungguku untuk mengejan.”
Aileen memberi semangat pada Via untuk mengejan, dan Jen mengingatkan Via untuk ambil napas dalam-dalam sebelum mengejan. 45 menit kemudian, Via sudah berusaha mengejan namun tidak kunjung ada kemajuan.
Melahirkan di dalam air
Pukul 12 malam, Via sudah merasa kelelahan dan tidak ada tenaga lagi untuk mengejan. Bidan dan Doula yang ada di sana menyarankan Via untuk berendam di bak mandi yang telah disiapkan.
“Kupikir aku sudah tidak bisa berdiri ataupun berjalan lagi. Jadi aku katakan ingin tetap di tempat tidur saja. Padahal aku tahu, melahirkan secara waterbirth lebih baik daripada melahirkan di tempat tidur.”
Via kembali mengejan, berusaha mendorong bayinya keluar. Namun setelah berusaha beberapa kali, bayinya tak kunjung lahir. Aileen menyarankan untuk mencoba mengejan di bak mandi.
Via pun masuk ke dalam bak mandi yang telah berisi air hangat, seketika ia merasakan kelegaan saat air menyentuh punggung bawahnya. John ikut masuk ke dalam bak mandi untuk menopang tubuh Via.
Tiga menit kemudian, Via merasakan dorongan untuk mengejan. Ia kembali berusaha mendorong bayinya keluar dengan sekuat tenaga. Setelah mengejan beberapa kali, bayinya tetap tak mau keluar.
Via mulai merasakan keraguan, lelah dan lemah. Dia merasa tak sanggup lagi menjalaninya.
Namun semua orang yang hadir di sana seperti mertua, pacar ayahnya, saudarinya semua menyemangati Via untuk terus berusaha.
Maka Via pun terus mencoba berbagai posisi untuk melahirkan, dibantu suaminya yang duduk di belakang Via.
Via duduk di pangkuan John, dia mengejan ketika dorongan untuk melakukannya datang, tapi tetap saja bayinya tidak keluar. Frustasi kembali datang menghampiri pikiran Via.
Pukul 1 dini hari, pembukaannya sudah mencapai 10 cm, dan kepala bayi sudah mulai terlihat. Via merasa kelelahan, tapi semua orang terus menyemangatinya. Ketika Via hendak turun dari pangkuan John dan duduk di dasar bak mandi, dia merasakan dorongan kuat untuk mengejan.
Via mengejan sambil berteriak dengan sangat kencang. Jen mengingatkan Via untuk menarik napas dalam-dalam.
“Aku melakukan semua yang dikatakan mereka, dan suara mereka terdengar makin kencang menyemangati.”
Ketika Via menengok ke bawah, di antara dua kakinya ia melihat kepala bayi. Hal itu menambah semangat Via, dia mengejan dan memberi dorongan panjang. Dia berusaha keras agar bayinya segera lahir.
“Akhirnya bayiku lahir!”
“Akhirnya, bayiku lahir juga! Tali pusarnya melilit di leher bayiku, yang segera dilepas oleh bidan Aileen. Ketika dia diberikan padaku, aku merasakan sentuhan kulit yang paling lembut. Itu adalah momen paling membahagiakan dalam hidupku.”
Bayi dengan jenis kelamin laki-laki tersebut diberi nama Davion Calum Alistair. Mata bayi Calum terbuka lebar menatap Via, seolah ia tahu bahwa dia sedang memandang ibunya. Lalu Calum kecil memiringkan kepala dan melihat adikk Via yang berdiri di belakang.
Davion sama sekali tidak menangis, dia hanya mengeluarkan rengekan kecil.
“Lima belas menit kemudian setelah puas berfoto, aku berdiri dan berbaring di tempat tidur sambil memeluk Calum. Dia sangat tenang.”
Calum lahir dengan berat 3,7 kg dan panjang 50 cm tepat pada pukul 1 pagi lewat lima menit. Bidan menjahit luka robekan di vagina Via yang terjadi saat bayinya keluar.
Dari awal memang Via tidak ingin episiotomi, sehingga robekan yang terjadi adalah alami. Setelah itu Via berganti baju dan makan malam. Selera makannya langsung naik setelah bayinya lahir.
Pukul 2.30 dini hari, tali pusat Calum masih terhubung dengan ari-ari dan belum dipotong. Karena memang keinginan Via agar bayinya mendapat semua oksigen, darah dan sel induk dari ari-ari. Hal ini disebut semi lotus birth.
“Kemudian setelah satu setengah jam berlalu, tali pusar Calum dipotong oleh John. Kemudian kami menyalakan lilin dengan kue kecil untuk merayakan kelahiran bayi kami.”
Via merasa sangat bangga karena bisa melahirkan normal di rumah. Tanpa harus menjalani induksi ataupun anestesi.
“Saya sangat bangga dan bersyukur bisa mendapatkan fasilitas, kekuatan dan keberanian untuk melakukan ini. Kita adalah perempuan, dan kita kuat.”
Via bersama suaminya John, Alaina, Jen, dan Aileen.
***
Kalau Bunda, beranikah melahirkan normal di rumah seperti Via?
Baca juga:
Ibu Lahirkan Anak di Rumah Tanpa Bantuan Dokter karena Trauma, Bagaimana Kisahnya?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.