Makanan khas Semarang ini terkadang dieja “lun pia”. Jajanan tradisional ini merupakan perpaduan antara budaya Jawa dengan Tionghoa dan sudah ada selama ratusan tahun. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa lumpia Semarang memiliki sejarah yang panjang hingga akhirnya menjadi salah satu kuliner yang cukup populer di masyarakat.
Hampir di setiap sudut Kota Semarang, Jawa Tengah, dihiasi dengan hidangan nan lezat ini. Lumpia terbuat dari tepung terigu dengan isian rebung, ayam, udang. Jajanan ini sangat digemari karena banyak dijual di warung pinggir jalan dan rumah makan hingga menjadi oleh-oleh khas kota Semarang.
Artikel terkait: 3 Resep Lumpia Basah ala Street Food untuk Dibuat di Rumah, Mudah!
Sejarah Lumpia
Foto: Instagram/ghufronhalim
Dilansir dari halosemarang.id, nama lumpia berasal dari dialek Hokkien, “lun” atau “lum” berarti lembut, dan “pia” berarti kue. Lumpia Semarang dulunya tidak digoreng, jadi sesuai dengan arti lumpia, yaitu biskuit atau kue yang lembut.
Modifikasi ini terjadi ketika masakan China dan masakan Jawa digabungkan. Manisnya lumpia juga menjadi bagian dari budaya penduduk setempat. Dirangkum dari berbagai sumber, masakan khas Semarang ini pertama kali muncul pada abad ke-19 dan merupakan model perpaduan budaya lokal Tionghoa dan cita rasa yang harmonis.
Selama ini, lumpia Semarang dikenal luas di Indonesia. Hidangan ini terkenal dengan rasanya yang manis, gurih, dan lezat, disajikan dengan saus yang kental dan daun bawang. Dalam perkembangannya, saat ini ada dua pilihan penyajian lumpia yaitu lumpia goreng dan lumpia basah.
Fakta Menarik tentang Lumpia Semarang
Di balik lezatnya lumpia, ada beberapa fakta menarik dari jajanan satu ini.
1. Berawal dari Cinta
Foto: Instagram/hee_joo30
Berawal dari Tjoa Thay Joe yang lahir di Fujian, memutuskan untuk pindah ke Semarang dan membuka perusahaan makanan khas China yang dilengkapi dengan daging babi dan rebung. Tjoa Thay Joe kemudian bertemu dengan Mbak Wasih, penduduk asli Jawa, yang juga menjual makanan yang hampir sama, tetapi dengan rasa yang lebih manis dan berisi kentang dan udang.
Seiring waktu, Tjoa Thay Joe dan Mbak Wasih jatuh cinta kemudian mereka menikah. Bisnisnya akhirnya digabung menjadi satu dengan sedikit perubahan, yang semakin melengkapi cita rasa sempurna dari makanan lintas budaya ini. Isi lumpia dibuat menjadi ayam atau udang yang dicampur dengan rebung, dibungkus dengan kulit lumpia khas China. Kelebihannya adalah telur udangnya tanpa ikan, rebungnya harum dan manis, dan kulit lumpianya garing dan renyah.
Makanan ini biasanya dijual di Olympia Park (Olympia Park), pasar malam di Belanda. Inilah alasan mengapa makanan ini disebut lumpia. Usahanya terus berkembang, sehingga anak-anaknya Siem Gwan Sing, Siem Hwa Noi membuka cabang di Mataram dan Siem Swie Kiem melanjutkan bisnis warisan ayahnya di Gang Lombok No. 11. Tak disangka, lumpia mereka menjadi favorit orang Tionghoa dan Aborigin.
2. Perpaduan Budaya China dan Jawa
Foto: Instagram/javaloenpia
Seperti dijelaskan di atas, lumpia merupakan hasil perpaduan budaya China dan Jawa yang berawal dari kisah cinta pemuda Tionghoa dan gadis Jawa. Seorang pengusaha Tionghoa bernama Tjoa Thay Joe yang menjual lauk khas China yang diisi dengan rebung dan daging babi.
Tjoa Thay Joe bertemu dengan seorang pengusaha Jawa bernama Mbok Wasih yang menjual makanan sejenis tapi dengan isian yang berbeda yaitu ubi jalar dan udang. Mereka menikah dan menggabungkan dua masakan rumahan untuk membuat lumpia manis dan lezat yang diisi dengan rebung dan udang.
3. Rebung yang Diproses secara Tradisional
Foto: Instagram/daine_valia14
Dilansir dari Kumparan.com, rebung yang digunakan sebagai isian lumpia diproses secara manual dengan menggunakan tangan. Pengolahan rebung biasanya membutuhkan waktu sekitar satu bulan untuk memaksimalkan proses fermentasi. Tradisi pengolahan rebung secara manual terus mempertahankan keunikan cita rasa rebung.
4. Terdiri dari Dua Jenis
Foto: Instagram/njajan.tulungagung
Selain digoreng, lumpia Semarang juga sering disajikan dalam bentuk lumpia basah. Menggunakan isian yang sama, yaitu rebung dan udang atau ayam, lumpia basah bisa menjadi pengganti orang yang menghindari gorengan.
5. Dikenal Luas
Foto: Instagram/lindaagus
Festival olahraga Lumpia GANEFO yang diadakan di Jakarta pada tahun 1963 mulai dikenal masyarakat luas. Meskipun mengalami pasang surut, terutama akibat pembatasan aktivitas budaya Tionghoa pada masa Orde Baru, industri Lumpia masih bertahan hingga saat ini. Karena sejarahnya yang panjang, Lumpia ditetapkan sebagai warisan budaya nusantara oleh UNESCO pada tahun 2014.
6. Pernah Diklaim Negara Tetangga
Foto: Instagram/lumpiasemarang.jkt
Pada tahun 2015, berita dari pekerja migran Indonesia yang tinggal di Malaysia menyatakan bahwa Lumpia akan diklaim sebagai milik negara tersebut. Dikutip dari Merdeka.com, Meliani Sugiarto, pewaris generasi kelima lumpia Semarang, dan Forum Masyarakat Peduli Budaya Indonesia (FORMASBUDI) melancarkan aksi di depan Kedutaan Besar Malaysia agar Lumpia tidak diklaim negaranya.
Menteri Malaysia Datuk Seri Mohamed Nazri mengatakan bahwa Indonesia harus diam dan tidak memprotes klaim Lumpia. Menurutnya, hal itu dilakukan hanya untuk memicu pertempuran. Meliani menyayangkan pernyataan tersebut. Bagi Meliani, tindakan ini merupakan bentuk tanggung jawab, sehingga negara lain tidak akan mengklaim seni kuliner milik Indonesia.
Itulah sejulah fakta tentang salah satu kuliner khas Lumpia Semarang. Apakah makanan ini termasuk favorit Parents?
Baca Juga:
https://id.theasianparent.com/makanan-indonesia-khas-belanda
https://id.theasianparent.com/wingko-babat
https://id.theasianparent.com/resep-capjay-goreng-lezat-dan-nikmat
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.