Keunikan pakaian adat yang satu ini membuat banyak orang mencari tahu koteka berasal dari daerah mana. Koteka adalah pakaian adat yang berasal dari Papua dan cukup terkenal tak hanya di Indonesia tapi juga di mancanegara.
Pakaian adat Papua ini masih sangat tradisional dan melekat erat dalam kehidupan masyarakatnya dan terjaga tradisinya tanpa terpengaruh perkembangan zaman. Bahkan, keunikan baju adat satu ini memberikan daya tarik tersendiri, sehingga kerap digunakan oleh banyak suku di Papua dalam upacara-upacara adat di wilayah tersebut.
Fakta Unik, Sejarah dan Makna Koteka
Fakta Unik
Koteka atau Holim dan Rok Rumbai merupakan dua pakaian adat dari Provinsi Papua. Pakaian satu ini menjadi pakaian khusus yang dipakai untuk menutupi tubuh bagian bawah laki-laki di beberapa suku di Papua.
Koteka merupakan pakaian tradisional untuk laki-laki yang cukup nyentrik karena memiliki fungsi untuk menutupi bagian kemaluan pria. Namun, saat menggunakan pakaian satu ini, bagian tubuh lainnya dibiarkan terlihat seakan nyaris telanjang.
Koteka menjadi penutup alat kelamin pria yang terbuat dari kulit labu air yang dibuang bagian biji dan daging buahnya. Labu air yang dipilih juga biasanya sudah tua sehingga teksturnya lebih keras dan awet usai dikeringkan.
Sumber: Instagram @bhanjoe_boemi
Setelah kering, koteka yang berbentuk seperti selongsong ini bisa dikaitkan ke pinggang mengarah ke atas.
Uniknya, penggunaan pakaian adat Papua satu ini ternyata juga memiliki makna khusus. Semakin tinggi kedudukan pria secara adat, maka ukuran pakaian adat Papua yang dikenakan juga akan semakin besar.
Artikel terkait: Ragam Baju Adat Papua yang Unik dan Masih Tetap Lestari
Sejarah Koteka
(Foto: Tokopedia)
Kata koteka berasal dari bahasa salah satu suku di Paniai yang artinya pakaian. Kalau Koteka yang dipakai kaum laki-laki, rok rumbai yang dibuat dari daun sagu kering lah yang dipakai kaum perempuan.
Dikutip dari buku ‘Etnografi Pembangunan Papua’ (2019) karya Mulyadi, Suku Dani adalah suku utama yang mendiami Lembah Baliem wilayah Pegunungan Tengah di Kabupaten Jayawiyaja dan Puncak Jaya.
Di sana pakaian tradisional berupa Koteka untuk laki-laki yang terbuat dari buah labu yang dikeringkan. Untuk perempuan, wah (rok) rumbai yang terbuat dari serat kayu atau rumput di daerah terpencil yang digunakan.
Sumber: Instagram @masak2dengannick
Mengutip dari buku ‘Perhiasan Tradisional Indonesia‘ (2000) karya Muhammad Husni dan Tiarma Rita Siregar, Koteka adalah pakaian tradisional untuk laki-laki yang terbuat dari labu cina (kalabasah) dengan bentuk runcing.
Di bagian ujungnya diberi hiasan bulu burung atau bulu ayam hutan yang berfungsi untuk menutup alat kelamin. Untuk teknik penggunaannya agar tidak jatuh, diikat di seputar pinggang dengan tali halus berwarna hitam.
Artikel terkait: 6 Fakta Unik Ulat Sagu yang Jadi Makanan Favorit di Papua
Cara Memakainya
(Foto: iStock)
Setelah mengetahui fakta unik dan sejarah pakaian Papua ini, tentu saja hal lainnya yang perlu diketahui adalah cara menggunakannya.
Ada tiga cara memakai pakaian adat Papua satu ini yang menunjukkan makna masing-masing, di antaranya:
1. Tegak lurus melambangkan pemakainya adalah pria sejati dan masih perjaka (belum pernah melakukan hubungan seks).
2. Miring ke kanan, melambangkan kejantanan laki-laki sejati memiliki status sosial yang tinggi dan bangsawan.
3. Miring ke kiri, melambangkan pria dewasa golongan menengah dan menunjukkan pemakainya keturunan panglima perang (apendugogar).
Artikel terkait: 7 Makanan Khas Papua yang Wajib Dicoba, Paling Unik Sampai Terpopuler
Jenis dan Ukuran Koteka
Sumber: Instagram @adichandra38
Jenis ukuran Koteka tergantung besar kecilnya fisik pria yang memakainya. Besarnya koteka juga sering hanya menjadi aksesori bagi para pemakainya.
Seperti dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), laki-laki bertubuh kekar yang memakai Koteka menjadi idaman seorang perempuan suku Pegunungan Tengah seperti Suku Dani.
Ada dua ukuran Koteka, yaitu holim kecil (halus) dan holim pendek besar. Jenis koteka kecil terdapat di daerah lembah Baliem, terutama di Kecamatan Wamena Kota, Kecamatan Asologaima dan Kecamatan Kurulu, ukuran bagian bawahnya sedang dan atasnya runcing.
Suku Dani mengenakan yang ukurannya pendek dan besar. Sedangkan Kalabasah yang berdiameter relatif besar dipotong hampir setengahnya sehingga ujungnya bolong (terbuka) yang ketika dipakai biasanya menutup bolong tersebut dengan daun.
Sumber: Instagram @roisetaban
Jenis koteka besar ada di lembah Baliem, Ilaga, Tiom, Yalimo, Apalahapsili, Welarak, Kosarek, dan Oholim. Rok Rumbai bentuk rumbai-rumbai digunakan sebagai rok oleh kaum wanita dipesisir pantai dan pedalaman pegunungan tengah.
Kelompok etnis yang menggunakan rumbai-rumbai adalah Sentani, Tobati, Enjros, Nafri, Biak Numfor, atau Yapen. Rok rumbai-rumbai yang terbuat dari rajutan daun sagu sebagai bawahan dan penutup kepala berupa hiasan dari rambut ijuk, bulu Burung Kasuari, dan anyaman daun sagu.
Daun sagu yang dipakai untuk membuat rok rumbai diambil dari hutan. Kemudian dipotong, setelah dipotong daun sagu dijemur di bawah sinar matahari hingga kering atau daun sagu berubah warna menjadi putih yang merupakan pertanda bahwa daun sagu sudah kering.
Daun sagu yang sudah kering inilah yang akan dijadikan bahan utama dalam membuat rok rumbai. Daun sagu kering akan dianyam sedemikian rupa sampai membentuk Rami.
Cara memakainya dengan melilitkan ke pinggang dan diikat dengan simpul. Sekarang rok rumbai tidak hanya dipakai oleh perempuan saja, laki-laki juga memakainya saat ada acara tertentu.
Makna Koteka
Sumber: (YouTube)
Makna pakaian adat Papua ini pada umumnya mengandung nilai-nilai hidup yang baik dari pemakaiannya. Mulai dari nilai kebersamaan, nilai kepemimpinan, kebanggaan, kebesaran, hingga penutup aurat, dan sebagainya.
Dengan semua makna tersebut, Koteka menjadi salah satu hal yang cukup penting dalam kehidupan keseharian suku-suku bangsa di wilayah ekologis pegunungan tengah Papua.
Untuk pria berwibawa dan terkenal dalam masyarakat, koteka yang digunakan harus berukuran besar dan panjang. Seorang pria berwibawa dan gagah biasanya memakai pakaian adat Papua ini sambil memegang panah dan busur dengan tatapan wajah yang tajam ke alam bebas.
Koteka juga digunakan sebagai penanda aktivitas. Pakaian adat Papua ini jika digunakan untuk pergi cenderung lebih pendek, sedangkan yang digunakan dalam upacara adat bentuknya lebih panjang dengan dan diberi hiasan-hiasan tertentu.
Itulah fakta unik, sejarah dan makna koteka sebagai pakaian adat Papua yang masih sangat tradisional namun memiliki filosofi yang mendalam.
Kini pakaian adat Papua ini menjadi kekayaan budaya yang sangat istimewa karena masih mempertahankan bahan dasar alami.
Meskipun di Papua sendiri sudah tidak ditemukan lagi orang yang memakai koteka di daerah perkotaan, namun beberapa suku pedalaman masih menggunakannya.
Meski saat ini masyarakat perkotaan Papua sudah mulai meninggalkan koteka sebagai pakaian sehari-hari, namun pakaian adat ini masih dilestarikan dengan fungsi berbeda.
Salah satunya sebagai cindera mata yang sering kali tersedia di toko oleh-oleh untuk dijadikan suvenir bagi turis domestik maupun mancanegara. Parents juga bisa membelinya saat berkunjung ke Papua.
Semoga informasi di atas bermanfaat ya bagi Parents!
Baca juga:
6 Pakaian Adat Sunda dan Aksesorisnya, Dulu Dibedakan Berdasarkan Status Sosial
Mengenal Pakaian Adat Aceh yang Dipengaruhi Ragam Budaya
Inspiratif! Ini Cara Unik Gina Kimbab Family Kenalkan Budaya Indonesia pada Anak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.