Kondisi koma dan vegetatif sangatlah berbeda meski serupa.
Kalau Anda pernah mendengar kasus Terri Schiavo, pastinya kondisi vegetatif sudah tidak asing lagi.
Terri Schiavo merupakan perempuan asal Amerika Serikat. Dia diketahui mengalami kondisi vegetatif yang berlangsung lama, yakni sekitar 15 tahun, sebelum akhirnya meninggal di tahun 2005.
Kondisi yang kerap disamakan dengan koma ini ternyata memiliki sejumlah perbedaan yang cukup mendasar.
Artikel Terkait: Bisa Sebabkan Kebutaan, Ini yang Harus Parents Ketahui tentang Glaukoma
Penyebab Kondisi Vegetatif dan Koma
Terjadinya kondisi vegetatif dan koma menunjukkan bahwa ada gangguan pada otak, sebagai organ utama yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kesadaran.
Untuk bisa berfungsi normal, organ ini membutuhkan sejumlah oksigen dan glukosa (gula darah) sebagai bahan bakar.
Oleh sebab itu, segala macam hal yang menyebabkan berkurangnya suplai ‘bahan bakar’ utama otak ini akan menyebabkan penurunan kesadaran hingga koma.
Beberapa penyebab yang tersering, di antaranya:
- Cedera fisik pada kepala
- Stroke akibat perdarahan atau sumbatan pada pembuluh darah otak
- Tumor otak
- Gangguan metabolik seperti kadar gula darah yang tinggi atau rendah, kadar kalsium darah yang tinggi, atau akibat gangguan hati dan/atau ginjal
- Kekurangan oksigen dalam waktu lama, seperti saat seseorang mengalami henti jantung dan henti nafas atau saat hampir tenggelam
- Keracunan, atau overdosis obat dan alkohol
- Hipotermia, yakni ketika suhu tubuh menjadi terlalu rendah
- Infeksi pada otak (ensefalitis) atau selaput otak (meningitis)
- Demensia stadium akhir
- Kejang.
Artikel Terkait: Skrining Kanker, Kapan Perlu Dilakukan? Ini Kata Dokter
Apa Perbedaan Kondisi Vegetatif dan Koma?
Meski penyebabnya bisa sama, kondisi vegetatif berbeda dengan koma. Istilah koma biasanya mengacu pada keadaan di mana seseorang tampak tertidur tetapi tidak dapat dibangunkan.
Sedangkan pada kondisi vegetatif, seseorang tampak terjaga namun tidak mampu berespon dan berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan di sekitarnya.
Pada keduanya, seseorang masih hidup meski otak tidak sepenuhnya berfungsi. Kondisi ini sesungguhnya merupakan gangguan fungsi otak yang bersifat kronis.
Untuk lebih memahaminya, mari simak penjelasannya berikut ini:
1. Kondisi vegetatif
Seseorang dalam kondisi vegetatif mengalami kerusakan pada serebrum atau otak besar sehingga tidak mampu berpikir, berlogika, berelasi dengan lingkungannya, mengenali orang-orang terdekat, merasakan emosi atau ketidaknyamanan tertentu.
Akan tetapi, batang otaknya masih berfungsi sehingga fungsi-fungsi vital tubuh, seperti bernapas, tidak terganggu dan tidak memerlukan alat bantu.
Ini alasan mengapa seseorang dalam kondisi vegetatif tampak terjaga namun tidak berespon terhadap lingkungan sekitarnya.
Pada umumnya, seseorang dalam kondisi vegetatif mampu:
- Mengatur detak jantung dan bernapas tanpa alat bantu.
- Membuka mata.
- Bangun dan tidur pada interval tertentu.
- Menunjukkan refleks-refleks dasar (seperti berkedip ketika dikagetkan oleh suara yang keras atau menarik tangan ketika diremas keras).
- Menggerakkan mata, berkedip atau menangis.
- Mengerang, mendengus atau tampak tersenyum.
Namun, mereka tidak mampu:
- Mengikuti objek dengan matanya.
- Menanggapi suara atau perintah verbal.
- Berbicara atau berkomunikasi melalui kedipan atau isyarat (nonverbal).
- Bergerak dengan tujuan.
- Berinteraksi dengan lingkungan.
- Menunjukkan emosi tertentu.
Berdasarkan durasinya, kondisi vegetatif disebut:
- Persisten apabila berlangsung lebih dari 4 minggu.
- Permanen apabila berlangsung lebih dari 6 bulan (bila penyebabnya cedera otak nontraumatik) atau lebih dari 12 bulan (bila penyebabnya cedera otak traumatik).
2. Koma
Koma adalah keadaan di mana seseorang tidak sadar total. Seseorang dengan koma menunjukkan ciri-ciri berikut:
- Seperti sedang tidur (mata tertutup).
- Tidak bisa dibangunkan.
- Tidak bisa bergerak secara mandiri.
- Tidak berespon terhadap rangsang nyeri maupun bereaksi ketika diajak bicara, disentuh, atau diguncang.
Kadang-kadang, seseorang yang mengalami koma berkedut, menggerakkan tangan atau jari, menunjukkan ekspresi wajah tertentu atau bersuara, namun itu tidak berarti mereka sadar, terjaga, atau memegang kendali.
Koma bukanlah kondisi yang permanen dan biasanya berlangsung tidak lebih dari 2-4 minggu.
Tergantung penyebab dan kerusakan otak yang terjadi, pada periode ini, seseorang bisa pulih sepenuhnya, pulih sebagian, meninggal, atau masuk ke dalam kondisi vegetatif.
Artikel Terkait: Waspada Penyebab Kanker Ginjal, Gaya Hidup Bisa Jadi Penyebab Utamanya!
Cara Mengetahui Penyebab Kondisi Vegetatif dan Koma
Dokter dapat mengetahui status kesadaran seseorang melalui pemeriksaan-pemeriksaan berikut:
- Pemeriksaan fisik, yang mencakup respon terhadap rangsang sentuhan dan nyeri, serta respon mata terhadap cahaya.
- Pemeriksaan darah untuk mengetahui gangguan metabolik tertentu, seperti misalnya kadar gula darah, kalsium, kalium, fungsi hati, dan fungsi ginjal.
- Pemeriksaan radiologi seperti CT scan atau MRI otak untuk mengetahui bagian otak yang cedera atau rusak.
- Elektroensefalogram (EEG) atau rekam otak untuk mengetahui aktivitas listrik di dalam otak. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan apakah seseorang dalam keadaan tidur, tidak sadar, atau sedang mengalami kejang.
- Pungsi lumbal untuk memeriksa cairan otak. Pemeriksaan ini dapat melihat apakah ada infeksi pada otak.
Dapatkah Seseorang Pulih dari Kondisi Vegetatif atau Koma?
Pada dasarnya, potensi pemulihan sangat bergantung pada penyebab kondisi vegetatif atau koma. Apakah penyebab tersebut bersifat reversibel, bagaimana berat ringannya kerusakan otak, usia penderita, dan durasi saat mengalami kondisi vegetatif atau koma.
Bila penyebab koma mampu dikoreksi sebelum kerusakan otak permanen terjadi, seseorang dapat pulih dari koma dalam waktu beberapa hari.
Sedangkan seseorang yang masuk ke dalam kondisi vegetatif persisten atau permanen sangat sulit untuk pulih meski bukan tidak mungkin.
Sebagian besar individu yang mengalami kondisi vegetatif persisten akan meninggal dalam waktu 6 bulan sejak kerusakan otak terjadi.
Kalaupun pulih, angka harapan hidup adalah sekitar 2-5 tahun, namun mengalami kecacatan tertentu dan tidak mampu hidup mandiri atau berfungsi secara normal.
***
Baca Juga:
10 Hal yang Paling Sering Sebabkan Sakit Kepala Sebelah Kanan, Cek Parents!
Hematemesis (Muntah Darah): Gejala, Penyebab, dan Cara Mengobati
Mengenal Depresi Kronis atau Distimia, Ketahui Gejalanya Sebelum Terlambat
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.