Kebijakan nol Covid yang diterapkan oleh pemerintahan China mengikat seluruh daerah, termasuk Hong Kong. Kebijakan ini diambil dalam rangka menekan angka Covid-19 menjadi nol persen melalui isolasi ketat. Namun siapa sangka, kebijakan ini justru memberikan dampak menakutkan pada lingkungan.
Kebijakan Nol Covid Hong Kong Menyebabkan Penumpukan Limbah Plastik
Sumber: Voaindonesia.com/Aly Song/Reuters
Salah satu kebijakan nol Covid adalah penggunaan plastik untuk mengamankan barang-barang yang kontak dengan manusia.
Mulai dari remote control, bantal, hingga peralatan makanan plastik sekali pakai.
Dampaknya tentu saja menyerang lingkungan secara langsung. Dilansir dari Reuters, Hong Kong membuang lebih dari 2.300 ton plastik setiap hari.
Hal ini tidak diimbangi dengan tingkat daur ulang yang hanya 11 persen. Sementara sisanya masuk ke tempat sampah.
Setiap anggota staf mengenakan alat pengaman diri (APD) yang lengkap, mulai dari seragam, sarung tangan, sepatu bot, dan topi. Fasilitas seperti makanan kepada orang yang tinggal di hotel karantina pun dibungkus plastik.
Artikel Terkait: Fenomena perceraian meningkat setelah karantina Covid-19, apa sebabnya?
Kebijakan Nol Covid Mencakup Karantina Ketat
Sumber: Al Jazeera/Tyrone Siu/Reuters
Hong Kong adalah salah satu daerah yang menegakkan kebijakan nol Covid.
Kebijakan ini salah satnya mencakup karantina ketat puluhan ribu orang di fasilitas karantina. Pengetatan krantina ini bahkan mencakup masyarakat tanpa gejala di rumah sakit dan dipindahkan ke tempat isolasi sebelum diizinkan kembali ke masyarakat.
Fasilitas inilah yang menjadi salah satu biang keladi masalah sampah plastik menumpuk di Hong Kong.
Kebijakan lainnya antara lain batasan berkumpul maksimal 2 orang, jam malam makan di luar, penutupan bar dan gimnasium, dan kembalinya pembelajaran daring di sekolah.
Artikel Terkait: Arab Saudi Cabut Aturan Pembatasan COVID-19, Tak Perlu PCR dan Karantina Lagi
Kebijakan Nol Covid Banyak Dikritik Karena Dampaknya
Sumber: Unsplash
Kebijakan ini diambil mengingat tingginya angka gelombang Covid-19 terbaru di China. Omicron telah menewaskan dalam jumlah yang masif sehingga rumah sakit kewalahan. Ditambah lagi dengan adanya panic buying karena lockdown yang akan diselenggarakan.
Adanya rencana tes Covid-19 massal dalam beberapa waktu ke depan dinilai tidak efisien karena seharusnya fokus pada pencegahan dan prioritas target rentan seperti orang tua.
“Kebijakan nol Covid tidak dapat bertahan selamanya, karena bisa mengarah pada alokasi sumber daya dan prioritas yang buruk,” ujar Peter Collignon, profesor mikrobiologi Australian National University, dilansir dari Reuters.
Banyak orang yang menyuarakan bahwa kebijakan ini tidak efektif bahkan menimbulkan permasalahan sosial baru.
Dampak Ekonomi Kebijakan Nol Covid
Sumber: Unsplash
Bukan rahasia lagi bila lockdown akan mempengaruhi munculnya penurunan ekonomi.
Hal ini mulai menimbulkan banyak pertanyaan hingga demonstrasi terkait masa depan ekonomi China.
Banyak pekerja di Hong Kong yang memilih untuk pergi dan tidak kembali. Di sisi lain, hal ini membuka peluang kerja baru bagi masyarakat untuk melamar pekerjaan.
Masyarakat Hong Kong pun berspekulasi ekonomi akan kembali runtuh seperti tahun sebelumnya.
Artikel Terkait: 5 Cara Jadikan Hobi Sumber Pendapatan, Bantu Perekonomian Keluarga
Kelangkaan Makanan
Sumber: Unsplash
Kelangkaan makanan menjadi salah satu momok yang menghantui masyarakat Hong Kong. Isolasi ketat diprediksi bisa memisahkan Hong Kong dari China bahkan seluruh dunia.
Harga sayuran pun sudah terbukti mulai merangkak naik di Hong Kong. Beberapa saat yang lalu, para sopir truk makanan ke Hong Kong pun juga terbukti mengalami Covid-19 sehingga isolasi akan diperketat.
Pembatasan penerbangan juga menimbulkan kelangkaan makanan impor.
Ancaman Kesehatan Mental
Sumber: Unsplash
Kesehatan mental menjadi isu yang kerap disuarakan dalam menghadapi isolasi ketat atau pun lockdown. Beberapa orang mengalami perasaan kesepian yang ekstrim khususnya saat tengah menjalani karantina. Bahkan tidak sedikit ibu yang terpisah dengan anaknya sehingga merasa khawatir.
Perasaan cemas tentang kepastian masa depan yang masih buram menjadi makanan sehari-hari warga Hong Kong.
Banyak yang Memilih Meninggalkan Kemewahan di Hong Kong
Sumber: Chan Long Hei/Bloomberg
Francis Lee, seorang mantan manajer di kantor investasi ternama Hong Kong, memilih untuk meninggalkan Hong Kong dan kembali ke Inggris. Meskipun harus mencari pekerjaan lain, dirinya lebih memilih untuk bahagia daripada tertekan dengan kecemasan yang tidak pasti.
“Dengan banyaknya ketidakpastian terkait tes masal dan fasilitas karantina di Hong Kong, hal ini sangat membuat cemas. Kita tidak tahu akan bertahan seberapa lama,” ujarnya dikutip dari Aljazeera.
***
Baca Juga:
Apakah Vaksinasi COVID-19 Bisa Batalkan Puasa? Yuk, Cek Faktanya!
Terkena COVID-19 dan Koma 32 Hari, Bayi 5 Bulan Akhirnya Sadar dan Sembuh!
Setelah Omicron XE, Ditemukan Lagi Varian COVID-19 XJ di Thailand
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.