Apapun bentuk atau jenis KDRT, tentu saja tidak bisa dibiarkan. Biar bagaimana pun, tindakan kekerasan dalam rumah tangga merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Meski kerap kali merasa terjebak, bukan berarti korban tidak bisa lepas dari belenggu KDRT.
Perlu digarisbawahi, pelaku maupun korban kekerasan ini bisa dialami oleh siapa pun. Hal inilah yang disampaikan oleh Nina Teguh selaku psikolog keluarga dan pernikahan. Ia menegaskan bahwa KDR bisa dialami baik laki-laki maupun perempuan. Agar tidak salah kaprah, penting untuk memahami arti dan jenis KDRT itu sendiri.
Nina Teguh menjelaskan bahwa kekerasan yang dimaksud bukan hanya dari segi fisik atau yang terlihat saja. Lebih dari itu, KDRT bisa beragam bentuknya.
“Jenis KDRT ini memang beragam, jadi tidak hanya fisik saja karena di dalam rumah tangga kekerasan memang bisa terjadi lewat beragam macam bentuk, selain fisik, juga bisa berupa psikis, juga kekerasan ekonomi. Sayangnya memang tidak semua orang, khususnya pihak perempuan yang berani untuk keluar dari tindak kekerasan rumah tangga,” tukas Nina.
Padahal, untuk meminimalisasi terjadinya di Indonesia, perilaku dan tindakan kekerasan ini telah diatur dalam Undang-undang No. 23 tahun 2004. Nah, inilah penjelasan selengkapnya.
Berbagai Jenis KDRT yang Bisa Dialami Pasangan
-
Kekerasan Overt atau Terbuka
Tindak kekerasan terbuka ini dikenal juga dengan tindak kekerasan dengan menggunakan fisik. Pelaku bisa melakukan Tindakan mulai dari menampar, menendang, memukul, menggunakan tangan kosong atau pun benda di sekelilingnya.
Perilaku melempar benda keras atau menyulutkan api ke tubuh juga termasuk kategori tindakan kekerasan ini. Korban KDRT biasanya akan diminta melakukan visum sebagai bukti adanya tindak kekerasan yang dialami.
-
Kekerasan Covert
Kekerasan yang dilakukan covert ini merupakan tindak kekerasan yang dilakukan dengan menyerang psikis korban. Contoh perbuatan yang terkategori Tindakan kekerasan jenis ini ialah dengan mencaci, memaksa, pelarangan ekstrem, isolasi sosial, hingga makian.
Korban kekerasan ini bisa mengalami berbagai dampak psikis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Seseorang bisa mengalami rasa rendah diri, kehilangan percaya diri, merasa tak berdaya, atau perasaan menderita secara psikis lainnya.
-
Kekerasan Seksual
Meski telah menikah dan sah di mata hukum serta agama, masih tetap ada kemungkinan Tindakan kekerasan seksual dalam pernikahan. Kekerasan seksual yang dimaksud ialah pemaksaan hubungan seksual serta Tindakan pelecehan seksual.
Dalam pernikahan, baik istri maupun suami sama-sama memiliki hak mengenai aturan berhubungan seksual. Maka, hubungan seksual dengan pola tertentu yang tak dikehendaki dan disepakati bisa termasuk ke dalam kekerasan jenis ini.
-
Kekerasan Penelantaran Rumah Tangga
Selain ketiga jenis di atas, jenis kekerasan lainnya yang kerap terjadi ialah penelantaran rumah tangga. Lingkup jenis kekerasan ini ialah mulai dari perawatan, kehidupan, dan pemeliharaan.
Contoh kasus kekerasan jenis ini misalnya saja tidak memberikan nafkah, membatasi kebutuhan finansial secara tak wajar, menguasai penghasilan dan harta pasangan sepenuhnya, mengeksploitasi pasangan dalam mencari nafkah, dan lain sebagainya.
Artikel Terkait: Wajib Simpan! Kontak darurat pertolongan KDRT dan kekerasan seksual di seluruh Indonesia
KDRT Tak Hanya Dilakukan Gender Tertentu Saja
Banyak stigma yang berkembang di masyarakat terkait dengan pelaku KDRT. Suami dinilai lebih potensial melakukan kekerasan pada istri, dibandingkan sebaliknya.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2019 memang mengungkap kasus kekerasan terhadap perempuan paling tinggi terjadi di ranah personal. Di tahun tersebut angka kekerasan terhadap istri mencapai 5.114 kasus.
Meski demikian, KDRT ini tak hanya terjadi pada istri saja. Sebaliknya, istri pun juga bisa menjadi pelaku kekerasan pada suami. Misalnya saja ketika istri melempar benda keras ke arah suami atau melakukan tindak kekerasan jenis lainnya.
Selain suami maupun istri, korban maupun pelaku KDRT ini bisa juga anggota keluarga lain yang tinggal satu rumah. Misalnya saja mertua, menantu, ipar, maupun anggota keluarga lain pun bisa mengalami hal yang sama.
Artikel Terkait: KDRT meningkat selama masa pandemi, apa yang harus dilakukan?
Segera Cari Bantuan
Lebih lanjut, Nina Teguh mengatakan meskipun korban kerap kali merasa sulit dari keluar toxic relatinship yang tengah dijalani, bukan berarti tidak bisa terbebas dari kondisi.
“Memang akan lebih baik jika yang benar-benar bergerak dan menangani masalah ini datang dari diri sendiri. Atas kesadaran pribadi, bukan datang karena orang lain. Biar bagaimanapun, korban KDRT harus bangkit lebih dulu, harus bergerak. Kalaupun orang lain mau membantu, bukan berarti jadi menyerang suaminya. Memang ada batasan yang perlu diperhatikan,” paparnya.
Jika ingin terbebas, tidak ada salahnya untuk segera minta bantuan pada ahli maupun Lembaga terkait untuk secepatnya ditindak. Berikut beberapa Lembaga dan kontak yang bisa dihubungi.
- Unit perlindungan perempuan dan anak di Polres terdekat
- P2TP2A di kabupaten atau kota domisili. Untuk wilayah Jakarta: 081317617622)
- Lembaga Swadaya Masyarakat yang mendampingi kasus KDRT terdekat (LBH Apik Jakarta: 0813-8882-2669)
- Komnas perempuan (Tlp: 021-3903963, email: [email protected], twitter: @komnasperempuan)
Artikel Terkait: Apakah Anda Mengalami KDRT? Tunjukkan Isyarat Tangan Ini untuk Mendapat Pertolongan!
Itulah berbagai informasi terkait dengan jenis KDRT serta kontak bantuan. Jangan ragu untuk menginformasikannya pada orang terdekat yang terpercaya maupun lembaga kredibel bila mengalami atau melihat tindak KDRT.
****
Baca Juga:
Berbagai kasus KDRT, mengapa selalu wanita yang dirugikan?
KDRT Sering Disebabkan 4 Hal Ini, Begini Cara Mencegahnya!
Istri rekam aksi kekerasan suami, lakukan ini bila alami KDRT
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.