Peristiwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bukanlah sebuah fenomena baru. Faktanya, dalam rilis yang diterbitkan Komnas Perempuan angka kekerasan di ranah privat, seperti dalam perkawinan merupakan kasus yang dominan dilaporkan. Penyebab KDRT ini sendiri sangat beragam.
Dikutip dari situs Kompas.com, psikolog dari Universitas Muhammdiyah Surakarta (UMS) Hening Widyastuti menjelaskan jika KDRT disebabkan oleh banyak faktor. Namun, yang paling dominan yaitu karena faktor ekonomi dan rasa cemburu.
Kebanyakan kasus KDRT, yang pada akhirnya menjadi korban adalah perempuan atau seorang istri, sementara pelakunya adalah pria. Tak jarang, kasus KDRT pun berakhir pada sebuah tragedi hingga merenggut nyawa.
Bentuk kekerasan yang biasanya terjadi yaitu berupa kekerasan fisik, seperti pemukulan, menampar, menendang, mendorong, mencengkram keras, dan lainnya. Di sisi lain, ada juga yang mengalami kekerasa seksual.
Jenis KDRT yang sering terjadi pada keluarga Indonesia
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KEMENKUMHAM) Republik Indonesia menjelaskan jika ada 5 bentuk KDRT, yaitu :
1. Kekerasan Fisik
Dalam bentuk pemukulan dengan tangan maupun benda, penganiayaan, pengurungan, pemberian beban kerja yang berlebihan dan pemberian ancaman kekerasan.
2. Kekerasan Verbal
Dalam bentuk caci maki, meludahi dan bentuk penghinaan lain secara verbal.
3. Kekerasan Psikolog atau Emosional
Meliputi tindakan pembatasan penggunaan hak-hak individu dan berbagai macam bentuk tindakan teror.
4. Kekerasan Ekonomi
Berupa tindakan pembatasan penggunaan keuangan yang berlebihan dan pemaksaan kehendak untuk kepentingan ekonomi, seperti memaksa untuk bekerja dan sebagainya.
5. Kekerasan Seksual
Seperti pelecahan seksual yang paling ringan hingga perkosaan.
Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Republik Indonesia melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2016 untuk mengetahui data korban KDRT. Disebutkan jika 18,3% perempuan sudah menikah dengan rentang usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan seksual.
Lebih detailnya, sebanyak 12,3% perempuan mengalami kekerasan fisik, serta 10,6% perempuan mengalami kekerasan seksual ketika terjadi KDRT. Selain itu, ada juga yang mengalami kekerasan emosional atau psikologis berupa mengancam, memanggil dengan sebutan tidak pantas, dan lainnya, yaitu sekitar 20,5%.
Selanjutnya, sebanyak 24,5% perempuan mengalami kekerasan ekonomi atau sekitar 1 dari 4 perempuan. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat, maka tingkat kekerasan yang dialami perempuan semakin rendah.
Tak luput, kekerasan seksual yang dialami perempuan yaitu berkisar 10,6%. Seperti, memeluk, mencium, meraba, hingga memaksa untuk melakukan hubungan seksual di bawah ancaman.
Penyebab KDRT yang sering terjadi pada keluarga Indonesia
Masih berdasarkan hasil SPHPN tahun 2016, ternyata ada 4 faktor penyebab terjadinya kekerasan fisik. Di antaranya adalah faktor individu, faktor pasangan, faktor sosial budaya, dan faktor ekonomi.
1. Faktor Individu Perempuan
Perempuan yang menikah siri, secara agama, adat, kontrak, atau lainnya berpotensi 1,42 kali lebih besar mengalami kekerasa fisik dan seksual. Kemudian, faktor seringnya bertengkar dengan suami membuat perempuan 3,95 kali lebih tinggi mengalami kekerasan fisik dan seksual.
2. Faktor Pasangan
Perempuan yang suaminya memiliki pasangan lain berisiko 1,34 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan seksual. Begitu juga dengan perempuan yang suaminya berselingkuh dengan perempuan lain, berisiko 2,48 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan seksual.
Tak luput, perempuan dengan suami menganggur berisiko 1,36 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan seksual. Serta, perempuan yang memiliki suami yang sering minum miras, berisiko 1,56 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan seksual.
Artikel Terkait : Kisah Pilu Seorang Istri yang Alami KDRT dari Suaminya
3. Faktor Ekonomi
Rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan yang semakin rendah cenderung memiliki risiko lebih tinggi mengalami kekerasan fisik dan seksual. Sebab, ekonomi merupakan aspek yang lebih dominan menjadi faktor kekerasan pada perempuan, dibandingkan dengan aspek pendidikan.
4. Faktor Sosial Budaya
Seperti timbulnya rasa khawatir akan bahaya kejahatan yang mengancam. Misalnya, perempuan yang selalu dibayangi kekhawatiran memiliki risiko 1,68 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan seksual oleh pasangan.
Selain itu, ternyata perempuan yang tinggal di daerah perkotaan juga memiliki risiko 1,2 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan seksual.
Upaya pencegahan KDRT
Setelah mengetahui apa saja penyebab KDRT, kini Parents patut mengetahui bagaimana mencegah KDRT. Hal ini diperlukan agar Parents terhindar dari KDRT dan bisa menjalani kehidupan rumah tangga yang lebih harmonis.
1. Menjalin Komunikasi yang Baik
Biasakan keluarga untuk memiliki komunikasi yang baik dan hangat. Tanamkan nilai spiritual sejak dini dan beri teladan yang positif.
2. Jauhi Kebiasaan yang Melanggar Norma
Misalnya, menjauhkan tayangan-tayangan televisi, media sosial, dan pergaulan yang melanggar norma yang berlaku. Baik itu normal sosial, agama, serta kemanusiaan.
3. Peduli dengan Lingkungan Sekitar
Lebih perhatian pada tetangga, perbanyak pertemuan rutin antarwarga. Sebab, jika kita dekat dengan lingkungan sekitar, maka itu menjadi pertolongan jika sampai terjadi perilaku yang tidak diinginkan.
4. Bergaul dengan Orang Positif
Bersosialisasilah dengan orang-orang yang memiliki kebiasaan hidup sehat, bahagia dan positif.
Inilah informasi terkait jenis, penyebab, serta upaya pencegahan KDRT yang patut diketahui. Harapannya, kasus KDRT tidak perlu dialami.
****
Referensi : KEMENKUMHAM, KPPPA, dan Kompas.com
Baca juga :
Suami tega menyiksa istri di depan anak, apa dampaknya bagi si kecil?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.