Kasus obesitas anak di Indonesia menjadi salah satu masalah gizi yang masih terus dialami. Terlebih, banyaknya gempuran berbagai makanan yang tidak sehat, ditambah pola hidup tidak seimbang bisa menjadi pemicu utama pada buah hati. Nah Parents, dalam artikel ini TheAsianparent merangkum sejumlah fakta obesitas anak dan berbagai hal yang kerap menjadi pertanyaan Parents seputar kondisi tersebut.
Kondisi ini tentunya tak bisa dianggap sepele ya, Parents. Sebab, penyakit yang terkategori tidak menular dan disebabkan karena gaya hidup ini bisa memiliki dampak yang panjang bagi kehidupan anak kelak. Jadi, pengetahuan orangtua dan penanganan dengan tepat menjadi hal yang esensial.
Dampak obesitas ini bisa beragam, mulai dari penyakit kardiovaskular, tekanan darah tinggi atau hipertensi, diabetes melitus, batu empedu, sleep apnea, hingga beragam masalah lainnya.
Berkaca pada hal tersebut, melalui Media Briefing bertajuk Obesitas Pada Anak dan Dampaknya (07/03/2023), Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjawab beberapa hal mengenai kasus obesitas yang masih menjadi trend di kalangan anak saat ini. Simak beberapa pendapat dan ulasan dari dokter berikut ini, ya.
Artikel Terkait: Jangan Anggap Remeh! Kenali Tanda, Penyebab, dan Tips Menangani Kondisi Anak Obesitas
Dokter Menjawab Pertanyaan dan Fakta Obesitas Anak
Dalam acara tersebut hadir Ketua Pengurus Pusat IDAI, Dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) dan Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi IDAI, Dr Muhammad Faizi, SpA(K). Parents bisa simak pertanyaan, jawaban, dan fakta obesitas anak yang mewakili para Parents berikut ini.
1. “Dok, ada anggapan di masayarakat bahwa anak yang gemuk itu menggemaskan dan lucu. Gendut itu artinya anak sehat, bagaimana tanggapan dokter?”
Menurut dokter Faizi, pola pikir masyarakat perlu dibenahi berkaitan dengan berat badan pada anak. Sebab, hal tersebut seringkali menjadi salah satu penyebab meningkatkan kasus obesitas di masyarakat.
“Mindset perlu dibenahi mengenai konsumsi gula dan cara pandang mengenai berat badan anak. Ada anggapan di masyarakat kalau anak tidak terlihat gendung tidak berhasil. Padahal itu tidak benar.
Sering sekali kejadian kondisi anak sudah terlambat dibawa ke dokter, yaitu saat kadar insulin sudah tinggi, bahkan ada yang sampai mengalami resistensi insulin. Kalau sudah seperti itu, kondisinya akan lebih sulit penanganan. Jadi, perlu ditekankan tagline gemuk=tidak sehat,” tutur dokter Faizi.
2. “Bagaimana cara mengukur obesitas pada anak yang bisa dilakukan orangtua?”
Parents, ada standar tertentu yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat obesitas anak. Menurut dokter Piprim, orangtua bisa mengikuti kurva sesuai dengan Body Mass Index (BMI).
Kesan anak obesitas dari fisik memang biasanya lebih nampak dibandingkan anak dengan berat badan yang normal. Selain itu, memang ada cara hitungan lain yang bisa dilakukan.
Grafik untuk mengukur berat badan anak
“Ada cara orangtua mengukur berat badan secara kasar, tapi tidak selalu representasi. Hal yang paling tepat tentu sebaiknya melihat kurva. Tapi, untuk hitungannya bisa mencoba rumus berikut:
Mengukur berat badan: 8+2 x umur anak (hasil dalam hitungan kilogram)
Mengukur tinggi badan: 80+5 x umur (hasil dalam hitungan centimeter)” ujar dokter Piprim
3. “Dok, benarkah ada hubungan konsumsi ASI eksklusif dengan penurunan risiko obesitas pada anak?”
Mengenai hal ini, rupanya ada hubungan eratnya, Parents. Menurut dokter Faizi, ASI eksklusif memang bisa mencegah risiko obesitas dan stunting pada anak.
“Betul, bahkan ASI eksklusif tak hanya bisa menurunkan risiko obesitas, tetapi bisa juga mencegah stunting anak. Contoh kasus pada pasien yang perna ditangani, ada anak yang kuat minum susu sehingga dia tdak mau makan. Potensi obesitasnya bisa jadi lebih besar.
Oleh karena itu, minum susu di botol baiknya hanya sampai 1 tahun, lalu pakai gelas supaya tidak berlebihan takarannya. Saat MPASI pun anak harus diberikan banyak protein hewani. Tidak boleh sekadar lihat kalorinya saja tapi juga lihat asupan zat gizi lainnya.” tutur dokter Faizi.
Artikel Terkait: Penelitian: Anak dari Orang Tua Obesitas Cenderung Lambat Belajar
4. “Bila anak sudah terlanjur mengalami obesitas dan terbiasa dengan pola makan yang salah, apa yang sebaiknya orangtua lakukan?”
Parents, menurut dokter Piprim hal yang perlu diperhatikan memang pola makan, baru pola hidup yang lain seperti olahraga bila menghadapi kasus obesitas anak. Jadi, orangtua memiliki andil besar, terutama pembiasaan mengonsumsi makanan di keluarga.
“Kembali ke real food atau makanan utuh bergizi seimbang. Kenapa anak jadi lapar terus padahal dia konsumsi snack tinggi kalori? karena pilihan jenis makanan keliru. Makanan tinggi indeks glikemiks seperti tinggi gula, karbohidrat, dan tepung cenderung membuat anak jadi cepat lapar dan justru bisa membuatnya ketagihan, tapi asupan zat gizi lain tidak ada.
Untuk memutus, sebaiknya stop makanan-makanan tinggi indeks glikemik tersebut, lalu perbanyak makanan bergizi dan asupan protein hewani, karena bisa membuat kenyang lebih lama dan punya banyak manfaat untuk tumbuh kembang anak. Pola makan lebih besar peranannya dibandingkan pola gerak. Karena bagi anak obesitas, akan lebih susah untuk langsung bergerak. Barulah ketika berat badannya mulai menurun, bisa diimbangi dengan olahraga,” tutur dokter Piprim.
5. “Benarkah obesitas anak bisa berulang di kemudian hari ketika ia sudah dewasa?”
Parents, rupanya kondisi obesitas pun bisa saja berulang ketika dewasa bila kebiasaan anak tidak berubah. Oleh karena itu, pencegahan lebih dini hendaknya dipahami orangtua supaya ia tidak mengalami masalah serupa atau bahkan komplikasi masalah kesehatan lain.
“Anak yang pernah mengalami obesitas, lalu ketika remaja ia kurus, pada saat dewasa bisa obesitas lagi kalau mengulangi kebiasaan lama. Saat anak obesitas, jumlah sel lemak anak bisa bertambah jumlahnya. Kalau obesitas dewasa, selnya yang bisa membesar. Jadi, pola hidup yang baik memang harus terus diterapkan oleh setiap individu,” tutur dokter Piprim.
6. “Bagaimana dok kalau olahraga rutin tapi pola makan kurang sehat? Apakah tetap bisa mengalami masalah obesitas?”
Saat ini memang gempuran makanan dan minuman tinggi kalori dan gula memang terjadi, Parents. Meski pola olahraga yang rutin bisa menyehatkan, ada baiknya memang menyeimbangkan dengan pola makan, seperti yang diungkapkan dokter Faizi.
“Tetap harus berjalan beriringan. Pola hidup pertama itu dari makanan dulu, baru olahraga, tidur cukup, dan manajeman stres. Ada kasus atlet yang rajin olahraga tapi dia mengalami diabetes, bisa jadi karena pola makannya yang salah,” tutur dokter Faizi.
Artikel Terkait: Jangan Anggap Remeh! Anak Obesitas Berisiko Lebih Rentan Terserang Penyakit Berbahaya
Parents, berbagai fakta obesitas anak di atas hendaknya menjadi salah satu pembelajaran bersama untuk memulai pola hidup sehat dan mengedukasi serta membiasakannya pada anak sejak dini. Semoga informasi di atas bisa bermanfaat untuk Parents.
****
Baca Juga:
Lindungi Anak dari Risiko Obesitas, 7 Negara Ini Batasi Junk Food!
Obesitas dan diabetes anak berkaitan erat, ini hal yang perlu Parents perhatikan
Studi: Terlalu Lama Stay at Home Meningkatkan Risiko Obesitas pada Anak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.