Istilah medis erythema toxicum neonatorum (ETN) mungkin masih belum terdengar familiar di telinga masyarakat awam. Namun, pasti sebagian Parents sudah mengerti apa itu erythema toxicum neonatorum atau yang kerap dikenal luas dengan sebutan jerawat bayi.
Dalam dunia medis, “eritema” adalah kemerahan. “Toksikum neonatorum” mengacu pada fakta bahwa ruam terjadi pada periode neonatal. Masa neonatal adalah waktu antara bayi lahir sampai usia 28 hari.
Secara garis besar, erythema toxicum neonatorum atau jerawat bayi merupakan ruam kulit yang umum menyerang bayi baru lahir yang sehat. Kadang-kadang dikenal sebagai eritema toksikum, jerawat bayi atau eritema toksik pada bayi baru lahir.
Kondisi ini berupa ruam atau benjolan kecil yang keras berwarna kekuningan atau putih dan dikelilingi oleh lingkaran kemerahan. Terkadang juga berisi cairan yang meskipun menyerupai itu, bukan nanah. Namun terkadang, bintik-bintik berisi nanah (pustula) sering muncul. Ruam bisa muncul di wajah, dada, lengan, dan kaki bayi, tetapi biasanya tidak di telapak tangan atau telapak kaki.
Artikel terkait : Catat! Ini masalah kulit bayi baru lahir ini sering membuat Parents khawatir
Penyebab Erythema Toxicum Neonatorum
Penyebab eritema toksikum neonatorum tidak diketahui dengan jelas. Namun, berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan umum pada kulit bayi baru lahir ini.
Dikutip dari laman Patient, penyebab erythema toxicum neonatorum kemungkinan bahwa itu adalah efek normal dari sistem kekebalan bayi. Ini juga tidak terkait dengan apakah bayi diberi ASI atau diberi susu formula.
Sementara itu, dilansir dari laman Medscape, eritema toksikum neonatorum mungkin merupakan reaksi hipersensitivitas langsung terhadap zat yang diturunkan dari ibu secara transplasental. Artinya, bayi yang lahir melalui persalinan pervaginam atau persalinan normal kemungkinan besar mengalami jerawat bayi tersebut.
Selain itu, eritema toksikum neonatorum mungkin merupakan respon terhadap mikroba yang telah menembus folikel rambut. Sel-sel inflamasi cenderung terkonsentrasi di sekitar folikel rambut, dan mikroba mirip kokus telah ditemukan di epitel folikel dan di dalam sel inflamasi. Hal ini terlihat akibat jarang adanya kejadian eritema toksikum neonatorum di area yang tidak memiliki rambut, seperti telapak tangan dan telapak kaki.
Faktor Risiko Terjadinya Eritema Toksikum Neonatorum
Faktor risiko lain termasuk berat badan lahir yang lebih tinggi, usia kehamilan yang lebih besar, melahirkan anak laki-laki bisa menjadi penyebab erythema toxicum neonatorum.
Eritema muncul dalam 4 hari pertama kehidupan pada bayi cukup bulan, dengan onset puncak terjadi dalam 48 jam pertama setelah kelahiran. Pada kasus langka telah dilaporkan, eritema toksikum neonatorum terjadi saat lahir.
Eritema toksikum neonatorum jarang terlihat pada bayi prematur, diyakini bahwa kulit bayi baru lahir yang matang secara imunologis diperlukan untuk menghasilkan masalah kulit pada bayi ini. Sebuah korelasi positif telah diakui antara lama persalinan dan kejadian eritema toksikum neonatorum dan durasi manifestasi kulit. Sebuah studi yang terbit pada jurnal Pediatric Dermatology pada tahun 2017 menemukan, kisaran yang sama dalam kejadian eritema toksikum neonatorum, terjadi pada sekitar sepertiga hingga setengah bayi cukup bulan.
Dalam penelitian tersebut juga memperlihatkan bahwa banyak bayi laki-laki yang mengalami eritema toksikum neonatorum. Prevalensi lebih tinggi pada bayi laki-laki yaitu sebesar 55% dibandingkan perempuan sebesar 30%. Namun, di antara bayi perempuan yang lahir dari kehamilan pertama, mereka memiliki tingkat lebih tinggi daripada laki-laki dari kehamilan pertama.
Gejala Erythema Toxicum Neonatorum
Gejala eritema toksikum neonatorum tergolong sulit diketahui lantaran kondisi kulit bayi baru lahir yang sering mengalami perubahan. Namun, gejala paling sering adalah:
- Biasanya muncul dalam satu hingga dua hari setelah bayi lahir
- Muncul dengan bercak kemerahan
- Sering ditemukan pada wajah atau badan
- Bercak kemerahan tidak teratur, memucat, dan ukurannya bervariasi
- Dalam kasus yang lebih parah, bercak kuning atau putih pucat dapat terjadi.
Artikel Terkait: 9 Penyebab Bintik Merah pada Wajah atau Pipi Bayi
Diagnosis dan Deteksi Dini
Diagnosis erythema toxicum neonatorum (ETN) didasarkan pada pengenalan riwayat karakteristik dan temuan fisik pada bayi baru lahir yang sehat. Anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik, dan Tzanck smear diperlukan untuk membedakan antara erupsi pustular transien jinak pada bayi baru lahir dan penyakit yang mengancam jiwa.
Cara Membedakan Eritema Toksikum Neonatorum dengan Masalah Kulit Lainnya
Kulit bayi baru lahir dapat menunjukkan berbagai perubahan selama empat minggu pertama kehidupannya. Hampir semua perubahan kulit ini mengkhawatirkan bagi orangtua. Salah satunya yaitu ruam kulit. Ruam sangat umum terjadi pada bayi baru lahir dan dapat menjadi sumber perhatian orang tua yang signifikan. Meskipun sebagian besar ruam bersifat sementara dan jinak, beberapa memerlukan pemeriksaan tambahan.
Beberapa jenis ruam biasanya disebabkan oleh infeksi, misalnya, herpes simpleks, Candida, dan infeksi Staphylococcus. Ruam tersebut juga tergolong ruam vesiculopustular, seperti eritema, jerawat neonatorum, melanosis, milia, dan dermatitis seroboik. Namun, jenis-jenis ruam tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Adapun perbedaannya, yaitu:
-
Erythema toxicum neonatorum
Menurut American Academy of Family Physicians (AAFP), erythema toxicum neonatorum adalah ruam vesiculopustular sementara yang dapat didiagnosis secara klinis berdasarkan penampakannya yang khas. Eritema toksikum neonatorum dapat menyebabkan penampilan kulit bayi yang khas, seperti digigit kutu. Meski demikian, ETN tidak menular dan akan sembuh sendiri.
Berbeda dengan eritema toksikum neonatorum, lesi melanosis pustular neonatus sementara tidak memiliki eritema di sekitarnya. Selain itu, lesi ini mudah pecah, meninggalkan bekas dan makula berpigmen yang memudar selama tiga sampai empat minggu. Semua area tubuh mungkin terpengaruh, termasuk telapak tangan dan telapak kaki. Hal ini sangat kontras dengan pertumbuhan eritema yang tidak akan nampak di telapak.
Walau sering disebut dengan jerawat bayi, namun eritema toksikum neonatorum berbeda dengan jerawat neonatorum (acne neonatorum). Sedangkan, jerawat neonatorum biasanya terdiri dari komedo tertutup di dahi, hidung, dan pipi, atau mungkin lokasi lain. Jerawat ini diperkirakan terjadi akibat stimulasi kelenjar sebasea oleh androgen ibu atau bayi.
Orangtua harus dinasihati bahwa lesi biasanya sembuh secara spontan dalam waktu empat bulan tanpa jaringan parut. Pengobatan jerawat neonatorum umumnya tidak diindikasikan, tetapi bayi dapat diobati dengan losion benzoil peroksida 2,5% jika lesi luas dan menetap selama beberapa bulan.
Sedangkan, milia adalah papula putih atau kuning mutiara berukuran 1-2 mm yang disebabkan oleh retensi keratin di dalam lapisan kulit. Milia paling sering terjadi di dahi, pipi, hidung, dan dagu, tetapi mereka juga dapat terjadi pada batang tubuh bagian atas, tungkai, penis, atau selaput lendir. Milia menghilang secara spontan, biasanya dalam bulan pertama kehidupan, meskipun mereka dapat bertahan hingga bulan kedua atau ketiga.
Dermatitis seboroik adalah ruam yang sangat umum yang ditandai dengan eritema dan sisik berminyak. Banyak orang tua mengetahui ruam ini sebagai “cradle cap” karena paling sering terjadi di kulit kepala. Area lain yang terkena mungkin termasuk wajah, telinga, dan leher.
Inilah yang membedakan eritema toksikum neonatorum dengan masalah kulit pada bayi lainnya.
Butuh Waktu Berapa Lama hingga Sembuh?
Sebagian besar kasus eritema toksikum neonatorum (ETN) sembuh dalam waktu 3-4 hari setelah onset tanpa residu. Sementara, berdasarkan American Osteopathic College of Dermatology (AOCD), lesi dapat sembuh sendiri dalam 5-14 hari tanpa manifestasi sistemik. Kekambuhan jarang terjadi namun ketika terjadi, eritema toksikum neonatorum terkadang muncul kembali dengan kondisi ringan sekitar minggu ke-6 kehidupan.
Pengobatan Erythema Toxicum Neonatorum
Masalah kulit ini tidak serius, tidak membahayakan bayi, dan sembuh tanpa perawatan apa pun. Eritema tidak menimbulkan gejala apa pun dan hilang dengan sendirinya. Jadi, tidak diperlukan pengobatan.
Namun, Parents diharapkan dapat merawat kulit bayi baru lahir secara normal dengan baik, dengan cara:
- Memandikan bayi dengan waslap lembut sampai tali pusar terlepas, yang biasanya memakan waktu sekitar 1-4 minggu.
- Jangan memandikan bayi di bak mandi sampai setelah minggu pertama kehidupan dan setelah tali pusar terlepas.
- Kebanyakan bayi hanya perlu dimandikan 2-3 kali seminggu.
- Gunakan air hangat dan cairan pembersih khusus bayi yang lembut dan tidak beraroma.
Artikel Terkait: Begini Cara Merawat Kulit Bayi Agar Tetap Lembut, Sehat dan Halus
Kapan Harus ke Dokter?
Melansir laman Kids Health, eritema tidak menyebabkan komplikasi serius, namun Parents harus menghubungi dokter jika:
- Benjolan kulit bertambah parah atau belum hilang pada saat bayi berusia sekitar 2 minggu.
- Bayi mengalami ruam baru.
- Bayi tidak menyusu dengan baik.
- Bayi mengalami demam 100,4°F (38°C) atau lebih tinggi jika suhu diukur secara rektal.
- Bayi tampak lemas, rewel, atau sangat mengantuk.
Itulah informasi lengkap mengenai erythema toxicum neonatorum atau yang sering disebut jerawat bayi. Semoga bermanfaat ya, Parents!
***
Baca Juga:
Apa itu jerawat bayi dan bagaimana cara mengatasinya?
Beruntusan pada bayi baru lahir, benarkah disebabkan karena alergi?
Begini Cara Merawat Kulit Bayi Agar Tetap Lembut, Sehat dan Halus
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.