Pada konferensi pers tahun 2020 lalu, Badan Kesehatan Dunia atau WHO mengungkapkan bahwa ada kemungkinan pandemi COVID-19 akan menjadi endemik COVID-19. Sebenarnya apa perbedaan pandemi dan endemik?
Melansir dari Detik health, Professor David Heymann sebagai Ketua Kelompok Penasihat Strategis dan Teknis WHO untuk Bahaya Penyakit Menular memprediksi bahwa Virus Corona akan bertahan lama di bumi sehingga manusia diharapkan untuk terbiasa hidup bersama dengan penyakit ini.
Mengingat sudah satu tahun berlalu sejak pandemi dimulai di seluruh bagian dunia, kita kini sudah mulai terbiasa beraktivitas seperti biasa dengan segenap protokol kesehatan agar tidak terpapar virus. Berdasarkan penelitian, kasus COVID-19 tidak meningkat atau menurun, tetapi tidak kunjung menghilang.
Endemik COVID-19, Apa Pengaruhnya pada Kehidupan Sehari-Hari?
Mengutip dari CNBC, Erica Ollmann Saphire, professor dari La Jolla Institute for Immunology mengungkapkan pemikirannya bahwa COVID-19 bisa jadi ‘bagian pemanen dari kehidupan manusia’. Hingga saat ini, lebih dari 500 ribu orang di Amerika telah meninggal karena Virus Corona.
Saphire menjelaskan bahwa ketika virus jenis baru itu pertama kali menyebar, tak ada yang kebal terhadapnya. Jika diibaratkan, virus adalah api sementara orang-orang yang tak memiliki kekebalan adalah kayu bakar kering yang menjadi bahan bakarnya.
“Pada akhirnya, cukup banyak dari kita yang akan divaksin atau bertahan sehingga akan penyebaran dapat diperlambat. Biasanya Anda akan mengembangkan respons imun yang lebih kuat dengan setiap infeksi berikutnya,” jelasnya.
Ia berkata bahwa beberapa tahun dari sekarang ada kemungkinan cukup banyak orang dewasa yang telah mengembangkan kekebalan atas virus tersebut dan tersisa anak-anak yang tinggal diberikan vaksin.
Selain itu, ia memaparkan bahwa COVID-19 bisa saja menjadi virus lain yang harus kita jalani, layaknya malaria atau penyakit lainnya. Physical distancing dan memakai masker seperti sekarang juga tidak akan berlangsung untuk selamanya.
Pada akhirnya, masyarakat juga jadi akan lebih siap untuk menangani kasus COVID-19 karena sudah mengetahui cara penularannya dan perilaku apa yang dapat mengurangi penyebaran.
Ada kemungkinan bahwa vaksin Virus Corona ini akan menjadi hal yang biasa sama seperti vaksin flu yang didapatkan tahunan. Jika virus bermutasi, vaksin perlu diperbarui untuk menangani variannya.
“Mungkin kita akan menjadi lebih baik dan merancang vaksin yang dapat kita buat lebih universal untuk membantu mencegah berbagai gejalanya,” ungkap Saphire.
Menurut dr. Adib Khumaidi, SpOT, ketua tim mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) prediksi COVID-19 menjadi endemik ini baru sebatas hipotesis atau dugaan saja. Hingga kini belum ada bukti data yang kuat menunjukkan COVID-19 akan menjadi endemik.
“Masih hipotesa, itu hipotesa jadi masih dugaan. Jadi kalau misalnya sekarang bicara endemik, ya, mungkin nanti, tapi sekali lagi kita belum firm untuk menyatakan itu,” ungkap dr. Adib.
Pakar Kesehatan Masyarakat dan Ahli Epidemiologi Universitas Airlangga, Windhu Purnomo sepakat bahwa kasus COVID-19 di Indonesia masih belum bisa dikatakan sebagai endemik.
“Indonesia belum. Kita ini masih di atas 1 RT-nya (bilangan reproduksi efektif), masih wabah,” ungkap Windhu.
Ia menjelaskan bahwa penyakit menular bisa disebut endemik saat nilai bilangan reproduksinya (RT) satu. Artinya, satu orang yang terinfeksi menulari satu orang. Saat ini RT COVID-19 masih di atas satu karena satu orang bisa menulari lebih dari satu orang lainnya.
Menurutnya, strategi yang harus dilakukan di Indonesia sekarang adalah menggencarkan testing dan tracing, serta mengetatkan protokol kesehatan. Ia berpesan agar tidak terlalu bergantung pada vaksin saja.
Perbedaan Epidemi, Pandemi, dan Endemik
Pada awal penyebarannya, COVID-19 dikategorikan sebagai epidemi. Dalam istilah epidemiologi, epidemi adalah penyakit yang menyerang sejumlah besar orang dalam suatu komunitas, populasi, atau wilayah.
Terkadang sebuah epidemi tetap bertahan di wilayah tertentu, tetapi bisa juga menjadi menyebar luas ke negara atau benua lain. Namun kini, COVID-19 sudah dikategorikan sebagai pandemi, yaitu epidemi yang menyebar di banyak negara atau benua.
Ada beberapa jenis pandemi yang pernah terjadi, bukan hanya COVID-19. Ada HIV/AIDS, yang awalnya ditemukan pada tahun 1976 dan hingga kini belum ada pengobatannya yang efektif. Kemudian ada pula Flu Asia yang berasal dari influenza A subtype H2N2 di tahun 1956-1958.
Pandemi lainnya dalah Flu Babi yang berasal dari virus H1N1 di Meksiko tahun 2009 yang menyebar ke seluruh dunia, serta Flu Spanyol yang memakan korban jiwa hingga 500 juta orang pada saat terjadinya Perang Dunia I.
Kebanyakan pandemi yang terjadi berawal dari virus influenza yang dapat berubah dari waktu ke waktu. Mutasi virus dapat menyebabkan timbulnya pandemi dari virus baru.
Lalu apa itu endemik? Endemik sendiri adalah sesuatu (dalam konteks ini adalah penyakit) yang dimiliki oleh orang atau negara tertentu.
Setiap daerah mungkin saja memiliki penyakit endemis yang berbeda-beda karena adanya perbedaan iklim. Di negara berkembang, penyakit endemik ini masih berdampak luas. Indonesia sendiri sebagai negara tropis memiliki beberapa penyakit endemik seperti DBD, malaria, dan tuberculosis.
Seperti melansir dari Health, perbedaan antara pandemi dan endemik adalah kemampuan memprediksi. Graham Medley, PhD, direktur dari Center for the Mathematical Modeling of Infectious Diseases di London School of Hygiene and Tropical Medicine, menjelaskan bahwa ketakutan akan sesuatu hal yang baru atau ketidakpastian sering kali dikatikan dengan epidemi atau pandemi, tetapi belum tentu dengan endemik.
“Bagi kebanyakan orang, perbedaan antara penyakit epidemi dan penyakit endemik adalah tidak diketahui risiko suatu penyakit epidemi. Definisi tersebut benar-benar didasarkan pada bagaimana risiko dianggap oleh individu dan pemerintah,” ungkap Graham.
WHO sendiri dalam konferensi persnya menggunakan contoh virus HIV (Human Immunodeficency Virus) sebagai salah satu jenis virus endemik. Dr. Michael Ryan dari WHO mengatakan bahwa HIV memang belum hilang seluruhnya dari muka bumi dan hingga kini kita hidup berdampingan dengannya.
“Namun kami telah menemukan terapinya dan metode pencegahannya (HIV). Orang-orang tidak merasa takut seperti sebelumnya,” ujarnya.
Perlu diingat bahwa kemungkinan COVID-19 menjadi endemik saat ini masih berupa hipotesis. Masih belum ada yang mengetahui kapan virus ini bisa diberantas secara keseluruhan. Namun, dengan kemajuan teknologi seperti sekarang ini kita sudah mendapatkan banyak sekali kemajuan.
Yang bisa kita lakukan kini adalah menjaga kesehatan sebaik-baiknya, dengan menerapkan protokol kesehatan. Batasi aktivitas di luar rumah, hindari kerumunan, dan rajin mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir.
Parents, hipotesis bahwa COVID-19 akan menjadi endemik bukan berarti kita bisa menurunkan kewaspadaan. Semoga dengan mengetahui perbedaan antara pandemi dan endemik ini, pengetahuan kita bisa bertambah. Jaga selalu anggota keluarga kita tercinta dengan disiplin menjaga kebersihan dan kesehatan, ya.
Baca Juga:
id.theasianparent.com/rekomendasi-vitamin-untuk-pasien-covid-19
Perlu Tahu! Ini 8 Perbandingan Vaksin Covid-19 Moderna dan Pfizer-BioNtech
15 Gejala COVID-19 yang Sudah Ditemukan, Jangan Anggap Remeh!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.