Perkembangan Motorik Terganggu, Bisa Jadi Tanda Anak Terkena Dispraksia

Anak mengidap dispraksia ditandai dengan tumbuh kembang yang lambat dan tidak mampu mengkoordinasikan gerak fisiknya.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sebagai orang tua, tentu Parents berharap si kecil akan tumbuh dengan optimal. Namun, kerap kali ada saja masalah yang mengganggu perkembangan anak, salah satunya adalah dispraksia. Ini merupakan salah satu  jenis gangguan dalam perkembangan motorik anak.

Kemampuan motorik adalah kemampuan mengkoordinasikan gerak tubuh. Apabila anak mengidap dispraksia, maka ia akan mengalami gangguan koordinasi gerak tubuh, akibat terganggunya saraf pengiriman sinyal dari otak ke otot.

Dampaknya, pada beberapa kasus membuat anak sulit berjalan dan menjaga keseimbangan. Kondisi ini lebih sering dialami oleh anak lak-laki daripada perempuan, dengan gejala awal yang mulai terlihat sejak bayi.

Salah satu gejala yang timbul saat masih bayi, yakni anak mengalami keterlambatan tengkurap dan berjalan. Namun, variasi gejala yang muncul dan tingkat keparahannya bisa berbeda di setiap anak.

Artikel terkait: Anak Belum Lancar Bicara? Ini Penyebab dan Cara Menanganinya

Penyebab

Belum diketahui secara pasti apa penyebab dari dispraksia pada anak. Namun, para ahli percaya bahwa kondisi ini terjadi akibat sel saraf seseorang yang mengontrol otot (neuron motorik) tidak berkembang dengan benar. Jika neuron motorik tidak dapat membentuk koneksi yang tepat, karena alasan apa pun, otak akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memproses data.

Para ahli di Disability and Dyslexia Service di Queen Mary University of London, Inggris, mengatakan bahwa penelitian menunjukkan bahwa dispraksia mungkin disebabkan oleh ketidakmatangan perkembangan neuron di otak, dan bukan akibat kerusakan otak tertentu.

Sedangkan dalam laporan dari University of Hull di Inggris menyebutkan bahwa kondisi ini mungkin disebabkan oleh keturunan. Karena terdapat beberapa gen yang terlibat, seringkali, banyak anggota dalam keluarga yang terkena dampak serupa.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Faktor Risiko Dispraksia

Berdasarkan penelitian, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko anak mengalami dispraksia, di antaranya yaitu:

  • Ibu hamil minum alkohol
  • Bayi lahir prematur
  • Bayi lahir dengan berat rendah
  • Riwayat keluarga dengan gangguan koordinasi perkembangan

Bukan hal yang aneh bagi seorang anak dengan dispraksia juga memiliki kondisi lain dengan gejala yang tumpang tindih. Beberapa di antaranya adalah:

  • Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), yang menyebabkan perilaku hiperaktif, kesulitan fokus, dan kesulitan duduk diam untuk waktu yang lama.
  • Gangguan spektrum autisme, gangguan perkembangan saraf yang mengganggu interaksi sosial dan komunikasi.
  • Apraksia bicara masa kanak-kanak, ini membuat anak sulit untuk berbicara dengan jelas.
  • Diskalkulia, kelainan yang membuat sulit memahami angka dan memahami konsep nilai dan kuantitas.
  • Disleksia, kondisi yang memengaruhi kemampuan anak membaca dan memahami bacaan.

Meskipun beberapa gejalanya sama, kondisi lain ini tidak melibatkan masalah keterampilan motorik halus dan kasar yang sama seperti dispraksia. Kondisi lain, seperti cerebral palsy, distrofi otot, dan stroke, dapat menyebabkan gejala fisik yang mirip dengan dispraksia. Itulah mengapa penting untuk menemui dokter untuk mendapatkan diagnosis yang benar.

Selain itu, adanya faktor risiko di atas juga bukan menjadi syarat mutlak terjadinya dispraksia pada anak karena pada dasarnya mekanisme penyebab dispraksia masih belum diketahui secara pasti. Namun, tetap saja Bunda disarankan menjaga kehamilan tetap sehat demi mencegah gangguan perkembangan anak, termasuk dispraksia.

Artikel terkait : Stimulasi Kemampuan Motorik Anak dengan 5 Aktivitas Sederhana

Tanda Anak Mengalami Gangguan Dispraksia

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Selain gejala berupa keterlambatan tengkurap dan berjalan saat anak masih bayi, ada juga tanda lain yang patut Parents curigai sebagai kondisi dispraksia, yakni:

  • Terlambat bisa menegakkan kepala saat anak masih bayi
  • Si kecil terlambat bisa berguling
  • Terlambat bisa duduk
  • Postur tubuh yang janggal
  • Sensitif terhadap bunyi-bunyi yang keras
  • Gangguan makan dan tidur
  • Cenderung mudah rewel
  • Gerakan tangan dan kakinya terlalu aktif
  • Terlambat merangkak
  • Sulit toilet training
  • Kesulitan belajar pakai baju sendiri
  • Perlu waktu lama sampai ia bisa makan sendiri tanpa disuapi

Jenis-Jenis

Gangguan yang terjadi pada anak yang mengidap dispraksia dapat berbeda satu dengan yang lain. Dikutip dari laman HelloSehat, ada empat jenis dispraksia berdasarkan gangguan gerakannya.

1. Dispraksia Ideomotor

Kondisi saat anak mengalami kesulitan melakukan gerakan satu tahap, misalnya menyisir rambut dan melambaikan tangan.

2. Dispraksia Ideational

Anak yang mengidap dispraksia jenis ini mengalami kesulitan melakukan gerakan berurutan, seperti saat menyikat gigi atau membereskan tempat tidur.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

3. Dispraksia Oromotor

Kondisi ini menyebabkan anak sulit menggerakkan otot untuk berbicara dan mengucapkan kalimat. 

4. Dispraksional Constructional

Anak mengalami kesulitan untuk memahami bangun ruang atau spasial sehingga ia akan sulit memahami dan membuat gambar geometris dan menyusun balok.

Adapun tipe gangguan dispraksia berdasarkan dampak yang ditimbulkan adalah sebagai berikut:

  • Pada kemampuan motorik, anak mengalami gangguan motorik seperti tidak bisa menulis, berpakaian, dan tidak bisa melakukan gerakan-gerakan seperti melompat. 
  • Dampak dispraksia pada kemampuan verbal yaitu anak mengalami keterlambatan bicara dan sulit bicara.
  • Dispraksia pada oral, menyebabkan anak sulit menggerakkan mulut dan lidahnya.

Untuk mendiagnosis dispraksia, dokter akan melihat secara rinci riwayat perkembangan anak, kemampuan intelektual, dan perkembangan motoriknya. 

Diagnosis

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Untuk mendapatkan diagnosis apakah anak memiliki dispraksia atau tidak perlu melibatkan beberapa praktisi seperti psikolog klinis, psikolog pendidikan, dokter anak, atau terapis okupasi. Jika Parents mencurigai si kecil mengalami dispraksia, maka segera temui dokter untuk konsultasi.

Saat dokter maupun penyedia layanan kesehatan Anda lainnya melakukan penilaian terhadap anak, diperlukan beberapa seputar riwayat perkembangan anak, kemampuan intelektual, dan keterampilan motorik kasar dan halus:

  • Keterampilan motorik kasar, yakni seberapa baik anak menggunakan otot-otot besar yang mengoordinasikan gerakan tubuh, termasuk melompat, melempar, berjalan, berlari, dan menjaga keseimbangan.
  • Keterampilan motorik halus, yakni seberapa baik anak dapat menggunakan otot yang lebih kecil, termasuk mengikat tali sepatu, mengancingkan kancing, memotong bentuk dengan gunting, dan menulis.

Evaluator perlu mengetahui kapan dan bagaimana tonggak perkembangan anak sesuai usianya, seperti berjalan, merangkak, dan berbicara. Anak akan dievaluasi mulai dari kemampuan keseimbangan, sensitivitas sentuhan, dan variasi aktivitas berjalan.

Artikel Terkait: Bukan kurang gizi, anak pendek juga bisa karena gangguan ini!

Dampak Jangka Panjang

Hal yang paling terlihat pada anak dengan dispraksia adalah mereka cenderung lambat tumbuh kembangnya. Seiring ia beranjak remaja hingga dewasa, dispraksia dapat menyebabkan anak kesulitan belajar dan kurang percaya diri.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Dispraksia adalah kondisi seumur hidup. Supaya dapat menjalankan aktivitas sehari-hari, anak dengan dispraksia dapat dibantu dengan terapi-terapi tertentu sesuai kebutuhannya. Agar ia tetap dapat menjalani  aktivitas sehari-hari untuk keberlangsungan hidupnya.

Cara Mengatasi Anak dengan Dispraksia

Meskipun dispraksia tidak dapat disembuhkan, namun dengan beberapa metode perawatan bisa membuat kondisi anak lebih baik. Namun, semakin dini seorang anak didiagnosis, semakin baik prognosisnya. Berikut ini adalah jenis terapi yang bisa dilakukan pada anak dengan dispraksia:

  • Terapi okupasi : Dilakukan untuk melihat fungsi anak dalam kehidupan, baik di rumah maupun di sekolah. Metode ini akan memfokuskan anak untuk dapat berperilaku dan melakukan kegiatan sehari-hari.
  • Terapi wicara : Digunakan apabila terdapat keterlambatan bicara pada anak dengan dispraksia.
  • Bermain aktif : Merupakan sebuah terapi yang melibatkan fisik anak, yaitu akan bermain secara aktif di dalam maupun luar ruangan. Hal ini diyakini dapat meningkatkan kemampuan dan koordinasi motorik anak.
  • Cognitive Behavioural Therapy (CBT) : Dilakukan untuk melatih tingkah laku anak.
  • Pelatihan motorik persepsi: Ini melibatkan peningkatan kemampuan bahasa, visual, gerakan, dan pendengaran anak. Individu ditetapkan serangkaian tugas yang secara bertahap menjadi lebih maju, tujuannya adalah untuk menantang anak sehingga mereka meningkat, tetapi tidak terlalu banyak sehingga menjadi frustasi atau stres.
  • Terapi kuda untuk dispraksia: Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Alternative and Complementary Medicine, tim peneliti Irlandia, Inggris, dan Swedia mengevaluasi efek terapi kuda (therapeutic horse-riding) pada sekelompok 40 anak berusia 6-15 tahun dengan dyspraxia. Anak-anak berpartisipasi dalam enam sesi menunggang kuda yang masing-masing berlangsung selama 30 menit, serta dua sesi pemutaran audiovisual selama 30 menit. Dari studi tersebut ditemukan bahwa terapi berkuda merangsang dan meningkatkan parameter kognisi, suasana hati, dan gaya berjalan peserta. Para penulis menambahkan bahwa “data juga menunjukkan nilai potensial dari pendekatan audiovisual untuk terapi kuda.”

Pencegahan

Sebenarnya tidak ada cara khusus yang bisa dilakukan untuk mencegah dispraksia pada anak. Hal yang terpenting adalah untuk menjaga kehamilan yang sehat sehingga kondisi ibu dan janin tetap terjaga. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko dispraksia:

  • Ibu hamil menghindari rokok, alkohol dan obat-obatan terlarang.
  • Hindari lingkungan dengan asap rokok.
  • Melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin.
  • Melakukan konseling genetik, apabila ada riwayat keluarga dengan gangguan serupa.

Kapan Harus Menghubungi Dokter?

Jika Anda menemukan adanya beberapa gejala dispraksia pada anak, segera konsultasikan kondisi tersebut dengan dokter anak Anda. Dengan demikian, dokter dapat mengobservasi dan merekomendasikan penanganan untuk mengatasi gejala tersebut. Diagnosis dan perawatan sejak dini dapat mencegah anak mengalami kondisi yang semakin parah.

Itulah beberapa catatan yang perlu Anda ketahui seputar kondisi dispraksia pada anak. Semoga artikel ini bermanfaat ya, Parents.

***

Artikel telah diupdate oleh: Anna Nurjanah

 

Baca Juga:

Ini risiko bila ibu hamil alami gangguan makan alias eating disorder!

Gangguan tidur pada anak bisa menghambat kecerdasannya, kenali 7 tandanya berikut ini!

Parents, Ini 3 Cara Prediksi Tinggi Badan Anak & Faktor yang Memengaruhinya

Penulis

febri