Meskipun infeksi Omicron dilaporkan secara klinis lebih ringan, mereka yang memiliki komorbid masih berisiko tinggi mengalami komplikasi. Melansir dari The Hindu, virus ini mungkin ringan untuk beberapa orang tetapi mungkin bereaksi berbeda pada mereka yang memiliki komorbid Omicron.
Artikel terkait: Wajib Tahu! Perbandingan Varian COVID-19, Manakah yang Paling Berbahaya?
Memiliki gejala ringan, Omicron tidak boleh disepelekan
Seharusnya tidak ada rasa puas diri, terutama dalam kasus pasien dengan beberapa penyakit penyerta, mereka yang memiliki kondisi immunocompromised dan mereka yang tidak divaksinasi, kata dokter.
CN Manjunath, petugas nodal untuk laboratorium dan pengujian di gugus tugas COVID-19 India, mengatakan bahwa Omicron tidak bisa dianggap enteng sama sekali karena penularannya yang tinggi.
“Ini menyebar dengan cepat pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan diperkirakan akan menyalip varian Delta dalam beberapa minggu mendatang. Kami tidak dapat mengabaikan Omicron sebagai kasus ringan karena banyaknya kasus yang diprediksi dapat membanjiri sistem kesehatan, ”katanya.
Meskipun jumlah rawat inap berkurang, ia menegaskan bahwa penyebaran virus ini bisa sangat tidak terkendali. Oleh karena itu, ia pun menganjurkan seseorang untuk tetap menjalankan vaksinasi untuk mengurangi gejala parah apabila terinfeksi penyakit yang disebabkan oleh virus corona baru tersebut.
“Meskipun jumlah rawat inap sekarang berkurang, situasinya dapat menjadi tidak terkendali jika kasus melonjak. Jika kita berakhir dengan ribuan kasus setiap hari dan bahkan jika 3-4 persen memerlukan rawat inap, sistem perawatan kesehatan akan kembali rusak,” lanjutnya.
Artikel terkait: Perbedaan Pneumonia COVID-19 dan Pneumonia pada Umumnya
Omicron berbahaya bagi komorbid
Melansir dari Kompas.com, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa di Indonesia, pasien yang mengalami gejala berat dan meninggal karena varian Omicron umumnya memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Ia pun mengimbau orang yang memiliki komorbid, orang yang belum divaksin, dan lansia harus lebih berhati-hati.
“Jadi saya minta, teman-teman yang punya komorbid hati-hati. 30 persen lansia, jadi kalau umur seperti saya harus super hati-hati,” ucap Luhut saat Konferensi Pers PPKM.
“Dan 63 persen belum vaksin lengkap. Jadi Anda yang belum divaksin, Anda sasaran cukup hebat dari Omicron ini. Jadi kalau terjadi apa-apa dengan ini, Anda sendiri yang bertanggung jawab dengan diri sendiri,” lanjutnya. Selain itu, pihaknya pun mengimbau masyarakat untuk tak ragu tes PCR jika mengalami gejala terinfeksi Omicron.
“Untuk itu, pemerintah terus mengimbau kepada masyarakat agar tidak perlu takut untuk segera melakukan pemeriksaan tes Antigen maupun PCR apabila merasakan gejala flu dan batuk. Hal ini dilakukan semata-mata untuk dapat segera mengetahui kondisi pasien, melakukan perawatan dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19,” kata Luhut.
Daftar penyakit komorbid Omicron
Konsultan ahli paru di Rumah Sakit Apollo Ravindra Mehta, yang merupakan bagian dari komite ahli COVID-19 India, menegaskan bahwa orang dengan penyakit penyerta atau komorbid selalu menjadi yang paling rentan selama pandemi ini, termasuk dalam kasus Omicron. Lalu, siapa saja yang masuk komorbid Omicron? Berikut daftar lengkapnya, seperti dilansir dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).
1. Kanker, salah satu komorbid Omicron
Memiliki kanker dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19. Perawatan untuk berbagai jenis kanker dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit. Saat ini, berdasarkan studi yang tersedia, memiliki riwayat kanker dapat meningkatkan risiko terinfeksi COVID-19.
2. Penyakit ginjal kronis
Memiliki penyakit ginjal kronis pada tahap apa pun dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19.
3. Penyakit hati kronis
Memiliki penyakit hati kronis, seperti penyakit hati terkait alkohol, penyakit hati berlemak non-alkohol, dan hepatitis autoimun, dan terutama sirosis, atau jaringan parut hati, dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19.
4. Penyakit paru-paru kronis
Memiliki penyakit paru-paru kronis dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19. Penyakit paru-paru kronis ini mungkin termasuk:
- Asma, jika sedang hingga berat
- Bronkiektasis (penebalan saluran udara paru-paru)
- Displasia bronkopulmoner (penyakit paru-paru kronis yang menyerang bayi baru lahir)
- Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), termasuk emfisema dan bronkitis kronis
- Memiliki jaringan paru yang rusak atau parut seperti penyakit paru interstisial (termasuk fibrosis paru idiopatik)
- Fibrosis kistik, dengan atau tanpa transplantasi paru atau organ padat lainnya
- Emboli paru (bekuan darah di paru-paru)
- Hipertensi pulmonal (tekanan darah tinggi di paru-paru)
5. Demensia atau kondisi neurologis lainnya
Memiliki kondisi neurologis, seperti demensia, dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19.
Artikel terkait: Kriteria Pasien COVID-19, RS Fokus kepada Pasien Gejala Berat
6. Diabetes (tipe 1 atau tipe 2)
Memiliki diabetes tipe 1 atau tipe 2 dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19. Hal ini disebabkan, gula darah yang tidak terkontrol dapat merusak sistem pertahanan tubuh dan menyebabkan gejala COVID-19 menjadi parah.
7. Sindrom Down
Memiliki sindrom Down dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19.
8. Penyakit jantung
Memiliki penyakit jantung seperti gagal jantung, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, dan kemungkinan tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19.
9. Infeksi HIV
Memiliki HIV (Human Immunodeficiency Virus) dapat membuat seseorang lebih mungkin untuk sakit parah akibat COVID-19.
10. Keadaan immunocompromised (sistem kekebalan melemah)
Memiliki sistem kekebalan yang lemah dapat membuat seseorang lebih mungkin untuk sakit parah akibat COVID-19. Banyak kondisi dan perawatan dapat menyebabkan seseorang menjadi immunocompromised atau memiliki sistem kekebalan yang lemah.
Imunodefisiensi primer disebabkan oleh cacat genetik yang dapat diturunkan. Penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama atau obat-obatan pelemah kekebalan lainnya dapat menyebabkan defisiensi imun sekunder atau didapat .
Orang yang memiliki kondisi atau sedang mengonsumsi obat yang melemahkan sistem kekebalan mereka mungkin tidak terlindungi bahkan jika mereka telah divaksinasi lengkap. Mereka harus terus mengambil semua tindakan pencegahan yang direkomendasikan untuk orang yang tidak divaksinasi.
11. Kondisi kesehatan mental
Memiliki gangguan mood, termasuk depresi, dan gangguan spektrum skizofrenia dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19.
12. Obesitas
Obesitas dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19. Risiko penyakit COVID-19 yang parah meningkat tajam dengan peningkatan BMI. Hal ini disebabkan sistem metabolisme pada orang yang mengalami obesitas tidak baik sehingga virus pun mudah menyerang tubuh.
Artikel terkait: 6 Fakta COVID-19 Varian Lambda, Jadi Varian Paling Dipantau WHO
13. Kehamilan
Orang hamil dan baru hamil (setidaknya 42 hari setelah akhir kehamilan) lebih mungkin untuk sakit parah akibat COVID-19 dibandingkan dengan orang yang tidak hamil.
14. Penyakit sel sabit atau talasemia
Memiliki kelainan darah hemoglobin seperti penyakit sel sabit (SCD) atau talasemia dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19.
15. Hipertensi
Orang yang memiliki hipertensi juga rentan mengalami gejala parah COVID-19. Tekanan darah yang tinggi dapat melemahkan organ tubuh secara keseluruhan sehingga menyebabkan gejala parah COVID-19.
16. Stroke
Memiliki penyakit serebrovaskular, seperti stroke, dapat memengaruhi aliran darah ke otak. Oleh karena itu, stroke dapat membuat seseorang lebih mungkin sakit parah akibat COVID-19.
Demikian penjelasan mengenai Omicorn dan daftar penyakit komorbid Omicron. Jika Parents memiliki kondisi medis di atas, konsultasikan ke dokter untuk tindakan pencegahan infeksi COVID-19.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr.Gita PermataSari, MD
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Baca juga:
Positif COVID-19, Ibu Ini Melahirkan Bayinya Saat Koma
Penerima Vaksin COVID-19 Tak Dianjurkan Langsung Pulang, Ini Alasannya
Penyintas COVID-19 Bisa Langsung Divaksin? Cek Faktanya!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.