Sudah berapa sering Bunda mendengar bahaya msg?
Atau, sering mendengar kalimat seperti yang mengatakan, “Duh Bun… jangan pakai mecin atau MSG untuk makanan anak, nanti jadi bodoh, lho.” bisa juga kalimat seperti “Kenapa, sih, membolekan anak makan camilan yang banyak MSG-nya seperti itu? Nggak takut saat besar anaknya jadi lemot?”
Komentar di atas rasanya sudah cukup familiar, ya? Bunda mungkin sudah sangat hafal dengan larangan serupa, yang mengatakan bahwa mecin alias Monosodium Glutamat (MSG) dapat membuat otak anak bodoh.
Apakah benar bahaya MSG seperti itu? Sebelum terjebak dengan pandangan yang keliru ada baiknya, Bunda mengetahui beberapa fakta terkait MSG, dan sejauh mana bahaya MSG.
Apa itu Monosodium Glutamat (MSG)?
Sebelum mengulas lebih dalam apa saja bahaya MSG, dr. Meta Hanindita, SpA dalam akun instagram pribadinya (@metahanindita) memaparkan fakta penting mengenai MSG.
Dokter anak yang sering membagikan informasi terkait kesehatan dan tumbuh kembang anak ini mengacu pada Food and Drug Administration (FDA), yang mengatakan bahwa monosodium glutamate adalah garam sodium dari asam glutamat.
Asam glutamat sendiri secara alami sudah ada di tubuh kita, ada pula di berbagai makanan dan tambahan makanan. Selain itu MSG juga banyak terkandung di dalam berbagai makanan seperti tomat dan keju.
Dan tahukah Bunda bahwa ASI pun mengandung MSG?
“MSG banyak terkandung dalam berbagai makanan seperti tomat dan keju. Sejarahnya, tahun 1980 ada seorang Prof. Jepang bernama Ikeda yang berhasil mengekstrak glutamat dari kaldu. Ternyata rasanya gurih (dalam bahasa Jepang Umami),” tulis dr. Meta.
Lebih lanjut, dr. Meta juga menerangkan kalau dahulu MSG diekstrak dari kaldu rumput laut, dan saat ini MSG dibuat dari fermentasi tepung, gula. Proses ekstraksi tersebut sama seperti pembuatan yoghurt dan wine.
Mengapa MSG perlu ditambahkan ke dalam makanan? Dan seberapa banyak yang boleh dikonsumsi?
“MSG sendiri ngga punya rasa, tapi membantu menguatkan rasa gurih (umami) alami makanan, istilahnya penguat rasa. Saat MSG ditambahkan, rasa gurih makanan akan menguat,” ungkap dr. Meta.
Selain alasan tersebut, ternyata MSG punya tujuan untuk mengurangi kadar sodium atau garam, namun tetap membuat masakan tetap enak. Dan nyatanya, MSG ini hanya mengandung 1/3 sodium dibanding garam dapur biasa.
“MSG yang ditambahkan ke makanan hanya mewakili sedikit sekali total glutamat di banyak makanan. Contohnya, rerata harian jumlah glutamat di makanan sehari-hari adalah 15 gram. Sementara MSG tambahan reratanya hanya sekitar 0.5 – 3.0 gram/hari.”
Jadi bila sedang mengurangi asupan garam namun ingin makanan tetap enak, MSG inilah pilihannya. Begitulah tujuan awal mengapa MSG diciptakan.
Bahaya MSG untuk bayi dan anak, benarkah bisa merusak otak?
Ingat dengan anggapan di atas yang sering kali Parents dengar? Faktanya, hal tersebut tidaklah benar. Bahkan, di dalam ASI ibu juga mengandung MSG, hal ini yang menjadi salah satu sebab mengapa bayi suka sekali dengan ASI.
Lagi-lagi, dr. Meta menunjukkan bahwa konsumsi MSG tidak menimbulkan efek samping terhadap otak manusia. Apa yang dokter Meta katakan bahkan telah dibuktikan lewat berbagai penelitian yang dilakukan di Amerika dan Eropa.
“Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi MSG bahkan dengan dosis paling tinggi sekalipun (150 mg/kg berat badan) tidak menimbulkan efek apa-apa pada otak manusia,” tulis dr. Meta.
Lantas, bila bahaya MSG ternyata tidak terbukti merusak otak anak, berapa banyak boleh dikonsumsi?
World Health Organization (1970) sendiri mengatakan bahwa MSG memang aman jika dikonsumsi sebanyak 0-120 mg/kg berat badan. Sedangkan, FDA juga sudah menyatakan jika MSG aman untuk dikonsumsi meskipun kontroversi efek buruk MSG masih belum bisa dihilangkan dari stigma masyarakat luas.
Ditambahkan dr. Meta, batasan seberapa banyak MSG bisa dikonsumsi sebenarnya juga individual.
“Pernah nyobain MSG nggak? Kalau terlalu banyak, makanan bukannya jadi enak malah jadi pahit. Itulah mengapa hingga detik ini tidak pernah ada rekomendasi jumlah yang diperbolehkan untuk MSG, karena sifatnya memang self-limiting. Mau berapa aja boleh, wong kalau kebanyakan rasanya pasti jadi ngga enak kok,” jelas dr. Meta.
Karena penelitian tidak membuktikan MSG dapat membahayakan, menyebabkan kanker atau merusak otak, oleh karena itu tidak perlu khawatir berlebian dengan makanan yang mengandung MSG . Apalagi, seperti yang dijelaskan dr. Meta, MSG aman dikonsumsi dan tidak membahayakan untuk bayi.
Terkait dengan MSG, ada beberapa kesimpulan yang perlu diingat :
- MSG tidak berbahaya dan boleh dikonsumsi bayi atau anak.
- ASI sebagai makanan terbaik mengandung MSG untuk merangsang bayi minum ASI
- Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan kerusakan otak karena MSG
- MSG bersifat yang self-limiting. Kalau terlalu banyak justru bisa merusak rasa alami makanan.
- Sama seperti protein lainnya, bisa juga alergi terhadap MSG dan menimbulkan gejala seperti pusing, berdebar-debar, tapi belum tentu semua orang alergi terhadap MSG.
Nah, Parents, jadi tidak ada lagi anggapan mengenai bahaya MSG dapat merusak otak dan membuat otak anak lemot, ya. Justru MSG dapat digunakan sebagai penguat rasa agar bayi atau anak doyan makan.
Seberapa banyak dosis MSG yang digunakan untuk MPASI atau makanan biasa, tergantung pada rasa makanan setelah ditambahkan MSG. Toh, jika terlalu banyak, justru bisa merusak rasa makanan itu sendiri.
Jika Bunda ingin perkembangan otak si kecil maksimal, hal yang perlu dilakukan tentu saja memerhatikan apakah nutrisinya sudah tercukupi dengan baik? Jangan sampai, si kecil mengalami stunting yang justru terbuki bisa mengurangi tingkat kecerdasan anak.
Referensi: Instagram dr. Meta Hanindita, SpA
Baca juga:
Ilmuwan: MSG Aman Bagi Kesehatan dan Perkembangan Otak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.