Tes Amniocentesis untuk Ibu Hamil, Kenali Fungsi, Prosedur, hingga Risikonya

Amniocentesis dilakukan dengan cara memeriksa cairan ketuban guna mendeteksi kelainan genetik pada janin.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Bunda bisa mengecek bagaimana kondisi genetik atau kromosom janin di dalam kandungan dengan beberapa metode. Salah satunya amniocentesis (amniosentesis), yakni metode yang dilakukan dengan prosedur mengambil sampel cairan ketuban.

Amniocentesis memang dapat memberikan informasi berharga tentang kondisi genetik bayi. Namun, di sisi lain, ada sejumlah risiko yang harus Bunda hadapi, seperti ketuban bocor, keguguran, hingga penularan infeksi pada janin. 

Apa Itu Amniocentesis?

Selama kehamilan, janin dikelilingi oleh zat cair yang disebut sebagai air ketuban. Cairan ketuban ini mengandung sel-sel janin hidup, berbagai jenis protein, dan hal lainnya, seperti alpha-fetoprotein (AFP), yang memiliki ‘informasi’ penting mengenai kesehatan janin sebelum lahir.

Untuk mengetahui informasi penting tersebut, air ketuban harus dikeluarkan dan diteliti guna membantu mendukung diagnosis dokter berdasarkan hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Diagnosis yang dilakukan berkaitan dengan kondisi bayi. Mulai dari risiko tinggi cacat lahir (Down’s syndrome, Edward’s syndrome, atau Patau’s syndrome), adanya tanda-tanda infeksi, atau jika ada kemungkinan bayi dilahirkan lebih awal.

Metode ini disebut sebagai amniocentesis yang dilakukan antara minggu ke-15 dan ke-20 kehamilan.

Amniocentesis sebenarnya tidak mendeteksi semua cacat lahir. Melainkan hanya mendeteksi kondisi di mana orang tuanya memiliki risiko genetik yang signifikan, seperti down syndrome, sickle cell disease, cystic fibrosis, distrofi otot, thalasemia, atau tay-Sachs dan penyakit serupa lainnya, serta cacat tabung saraf tertentu seperti spina bifida dan anencephaly. Dengan amniosentesis, Bunda juga dapat mengetahui jenis kelamin bayi.

Sementara USG dapat mendeteksi cacat lahir yang tidak terdeteksi amniosentesis, seperti halnya langit-langit mulut sumbing, bibir sumbing, kaki pengkor, atau cacat jantung.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: 3 Macam pemeriksaan kehamilan yang penting Ibu Hamil lakukan

Siapa yang Harus Menjalani Tes Amniocentesis?

Tidak semua orang perlu melakukan tes amniosentesis, hanya ibu hamil yang dengan kondisi tertentu. Umumnya, dokter akan mempertimbangkan amniosentesis pada ibu dengan:

  • Hasil tes genetik positif atau abnormal berdasarkan tes skrining prenatal kehamilan saat ini (skrining trimester pertama atau skrining DNA bebas sel prenatal).
  • Memiliki kondisi kromosom (misal, down syndrome) atau cacat tabung saraf (kondisi serius yang memengaruhi otak bayi atau sumsum tulang belakang) pada kehamilan sebelumnya.
  • Berusia 35 tahun atau lebih. Bayi yang lahir dari perempuan berusia 35 tahun ke atas memiliki risiko lebih tinggi mengalami kondisi kromosom, seperti down syndrome.
  • Memiliki riwayat keluarga dengan kondisi genetik tertentu, Anda atau pasangan dikenal sebagai pembawa kondisi genetik. Selain mengidentifikasi kelainan genetik dan spina bifida defek tabung saraf, amniosentesis dapat digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi genetik lainnya, seperti cystic fibrosis.
  • Ada temuan USG abnormal.

Artikel Terkait: 10 Kebutuhan Ibu Hamil Trimester 1 Rekomendasi, Sudah Ceklis yang Mana?

Bagaimana Prosedur Amniocentesis Dilakukan?

Amniosentesis merupakan tes prenatal invasif yang dilakukan dengan teknis pengambilan sampel cairan ketuban yang jumlahnya kurang dari 1 ons. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan jarum halus yang dimasukkan ke dalam rahim melalui perut ibu. Proses ini dilakukan di bawah bimbingan ultrasound.

Pertama-tama, area kecil perut dibersihkan dengan antiseptik –Bunda mungkin menerima anestesi lokal untuk mengurangi rasa sakit. Dokter kemudian menentukan posisi janin dan plasenta dengan USG.

Di bawah bimbingan ultrasound, dokter memasukkan jarum tipis berlubang melalui perut dan rahim ibu, dan ke dalam kantung ketuban, jauh dari posisi bayi. Setelah itu, cairan diambil dengan jarum.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Jika Bunda mengandung anak kembar, di mana setiap bayi memiliki kantung ketuban sendiri, dokter akan mengambil dua sampel berbeda dari masing-masing ketuban. Dibandingkan bayi tunggal, prosedur amniosentesis sedikit lebih sulit pada bayi kembar. Pastikan dokter Anda memiliki pengalaman melakukan amniosentesis dengan bayi kembar.

Nantinya sampel itu akan dibawa ke laboratorium khusus untuk dianalisis seperti apa kondisi kromosomnya –prosesnya sekitar 10 menit. Namun setelah itu, masih ada beberapa tes lainnya yang dilakukan. Melansir laman, WebMD adapun tesnya mencakup kariotipe, tes FISH, dan analisis microarray.

Bunda mungkin merasakan kram atau ketidaknyamanan ringan seperti menstruasi selama amniosentesis atau selama beberapa jam setelah prosedur. Bunda dapat mengonsumsi dua Tylenol (acetaminophen) setiap 4 jam untuk meredakan ketidaknyamanan itu. Hasil lab sudah bisa diketahui minimal dalam waktu 2-3 minggu.

Setelah amniocentesis, Bunda dilarang berolahraga atau melakukan aktivitas berat apa pun, termasuk menggendong anak dan berhubungan seks. Jika Bunda mengalami demam, perdarahan, keputihan, atau sakit perut yang lebih parah daripada kram, segera periksakan ke dokter.

Hal yang perlu diingat, tidak ada obat untuk sebagian besar kondisi yang ditemukan amniosentesis. Misalnya pada bayi yang dinyatakan memiliki kelainan kromosom.

Implikasinya adalah Bunda bisa mendiskusikan dengan dokter sejauh mana Anda bisa melanjutkan kehamilan ini dan mempersiapkan fisik, mental juga finansial Anda dalam merawat bayi setelah lahir.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Artikel terkait: Mengapa tes laboratorium penting bagi Bumil? Ini alasannya!

Manfaat Tes Amniocentesis pada Ibu Hamil

Selain dapat mengetahui kelainan genetik, amniosentesis dilakukan untuk beberapa alasan. Di antaranya:

1. Tes Genetik

Manfaat utama amniosentesis adalah memberikan informasi tentang susunan genetik bayi di dalam kandungan. Metode ini biasanya dilakukan antara minggu ke-15 dan 20 kehamilan. Jika dilakukan sebelum minggu ke-15 berisiko komplikasi lebih tinggi.

2. Tes Paru-Paru Janin

Tes kematangan paru-paru janin melalui amniosentesis melibatkan pengambilan sampel cairan ketuban dan mengujinya untuk menentukan apakah paru-paru bayi cukup matang untuk dilahirkan.

Biasanya metode ini dilakukan pada persalinan dini (antara usia kehamilan 32-39 minggu), baik melalui induksi atau operasi caesar guna mencegah komplikasi kehamilan bagi ibu dalam situasi nondarurat.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

3. Diagnosis Infeksi Janin

Kadang-kadang, amniosentesis digunakan untuk mengevaluasi bayi terhadap infeksi atau penyakit lain. Prosedur ini juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi tingkat keparahan anemia pada bayi yang memiliki sensitisasi Rh –suatu kondisi yang jarang terjadi di mana sistem kekebalan ibu menghasilkan antibodi terhadap protein spesifik pada permukaan sel darah bayi.

Akan tetapi, amniosentesis tidak disarankan jika ibu memiliki infeksi, seperti HIV/AIDS, hepatitis B atau hepatitis C karena infeksi dapat ditransfer ke bayi selama prosedur dilakukan.

4. Mengurangi Air Ketuban Tidak Normal

Jika jumlah cairan ketuban selama kehamilan terlalu banyak (polihidramnion), amniosentesis mungkin dilakukan untuk mengurangi cairan dari rahim Anda.

5. Tes Paternitas

Amniosentesis dapat dilakukan guna mengumpulkan DNA janin yang kemudian dibandingkan dengan DNA dari ayahnya.

Risiko yang Mungkin Terjadi pada Tes Amniocentesis

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sebelum Bunda memutuskan menjalani prosedur amniosentesis, dokter akan mendiskusikan risiko dan kemungkinan komplikasi yang mungkin Bunda hadapi. Salah satu risiko utamanya adalah keguguran, yaitu hilangnya kehamilan pada 23 minggu pertama di mana ini diperkirakan terjadi pada 1 dari setiap 100 perempuan yang menjalani metode ini.

Risiko dan komplikasi lain yang mungkin dialami ibu setelah amniosentesis adalah:

1. Ketuban Bocor

Sangat jarang cairan ketuban bocor melalui vagina setelah amniosentesis. Pada kebanyakan kasus, air ketuban hilang sedikit demi sedikit dan berhenti dalam waktu satu minggu. Setelah itu, kehamilan berlanjut secara normal. Namun, ini bukan berarti bisa diabaikan.

2. Keguguran

Amniosentesis trimester kedua berisiko keguguran 0,1-0,3% atau sekitar 1 dari 1.000 hingga 1 dalam 43.000 kasus. Berdasarkan penelitian, risiko keguguran lebih tinggi pada amniosentesis yang dilakukan sebelum 15 minggu kehamilan. Risikonya juga lebih tinggi pada ibu yang mengandung anak kembar atau lebih.

3. Cedera Jarum

Selama amniosentesis, ada kemungkinan bayi menggerakkan lengan atau kakinya ke jalur jarum. Namun, masalah serius mengenai hal ini sangat jarang terjadi.

4. Sensitisasi Rh

Amniosentesis dapat menyebabkan sel darah bayi memasuki aliran darah ibu, tetapi ini sangat jarang terjadi. Jika Bunda memiliki darah Rh negatif dan belum mengembangkan antibodi terhadap darah Rh positif, ibu akan diberi suntikan produk darah yang disebut globulin imun Rh setelah amniosentesis.

Hal ini akan mencegah tubuh ibu memproduksi antibodi Rh yang dapat melewati plasenta dan merusak sel darah merah bayi. Tes darah dapat mendeteksi jika Bunda mulai memproduksi antibodi.

5. Infeksi

Dalam kasus yang sangat jarang, amniosentesis dapat memicu infeksi rahim.

6. Penularan Infeksi

Jika ibu hamil memiliki infeksi seperti hepatitis C, toksoplasmosis, serta HIV/AIDS, infeksi sangat mungkin ditransfer ke bayi selama amniosentesis. Jadi sebaiknya ibu dengan pembawa infeksi ini tidak melakukan amniosentesis.

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Menjalani Amniocentesis

Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan ketika ibu hamil menjalani prosedur amniosentesis:

Sebelum Prosedur

  • Pahami dahulu apa itu amniocentesis, manfaat, risiko, dan hal lainnya mengenai prosedur ini.
  • Bila amniocentesis dilakukan sebelum minggu ke-20 kehamilan, kandung kemih Bunda harus penuh selama prosedur untuk menopang rahim. Minumlah banyak cairan sebelum jadwal amniosentesis. Sedangkan jika prosedur dilakukan setelah usia kehamilan 20 minggu, kandung kemih harus kosong untuk meminimalkan kemungkinan tusukan.
  • Menandatangani formulir persetujuan sebelum prosedur dimulai.
  • Ajak pasangan menemani Bunda guna mendukung secara fisik dan psikis.

Selama Prosedur

  • Bunda berbaring telentang. Melalui transduser ultrasound, dokter menentukan lokasi bayi di dalam rahim Anda.
  • Area yang akan ditusuk dibersihkan dengan antiseptik.
  • Jarum dimasukkan dipandu oleh ultrasound melalui dinding perut Anda dan ke dalam rahim. Sejumlah kecil cairan ketuban akan ditarik ke dalam jarum suntik, dan jarum dilepas.

Setelah Prosedur

  • Dokter akan memantau detak jantung janin.
  • Bunda mungkin mengalami kram atau ketidaknyamanan panggul ringan setelah amniocentesis.
  • Sampel cairan ketuban akan dianalisis di laboratorium. Hasilnya keluar 2-3 minggu kemudian.
  • Jika amniocentesis menunjukkan hasil ada kelainan genetik yang tidak dapat diobati, Bunda bisa mengonsultasikannya dengan dokter, apakah akan melanjutkan kehamilan atau tidak? Carilah dukungan dari orang Anda cintai dan tim perawatan kesehatan.

Segera hubungi dokter jika sesampainya Anda di rumah mengalami hal-hal berikut:

  • Perdarahan vagina atau kehilangan cairan ketuban melalui vagina
  • Kram rahim parah yang berlangsung lebih dari beberapa jam
  • Demam
  • Kemerahan dan peradangan di tempat jarum dimasukkan
  • Aktivitas janin yang tidak biasa atau kurangnya gerakan janin

Artikel terkait: Wajib tahu! Ini tes darah yang perlu dilakukan bumil di tiap trimester

Alternatif Pengganti Amniocentesis

Ada alternatif yang bisa Bunda lakukan untuk mengetahui kondisi kelainan genetik/kromosom janin, yakni dengan chorionic villus sampling (CVS). Melansir NHS, ini adalah pengujian yang dilakukan dengan pengambilan sampel kecil sel dari plasenta, organ yang menghubungkan suplai darah ibu dengan bayinya yang belum lahir.

Metode ini biasanya dilakukan antara minggu ke-11 dan ke-14 kehamilan, atau lebih lambat dari itu jika perlu. Dengan metode CVS, risiko keguguran tetap ada, tetapi berkurang hingga 1 dari setiap 100 kasus.

Prosedur amniosentesis tidaklah wajib, Bunda. Sebelum memutuskan, Bunda akan diberi penjelasan selengkap-lengkapnya oleh dokter mengenai manfaat dan risikonya. Pada akhirnya, Bunda sendiri yang akan menentukan apakah ingin menjalaninya atau tidak.

Hasil tes amniocentesis bisa jadi jauh dari yang Bunda harapkan dan menyakitkan. Mengenai keputusan Anda dalam mempertahankan bayi atau tidak –bila hasilnya bayi memiliki kelainan kromosom- juga hak Anda. Nantinya dokter yang akan menjelaskan bagaimana kondisi bayi dan Bunda, bila bayi dipertahankan atau tidak. Mintalah dukungan dari berbagai pihak untuk menguatkan Anda.

Artikel Terkait: 6 Kebutuhan Ibu Hamil Trimester 2 Rekomendasi, Cek!

Artikel diupdate oleh: Ester Sondang

Jika Parents ingin berdiskusi seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting gratis tiap minggu bisa langsung bergabung di komunitas Telegram theAsianparent.

Baca juga:

id.theasianparent.com/tes-hiv

id.theasianparent.com/biaya-tes-torch

id.theasianparent.com/cek-lab-ibu-hamil