Tidak dipungkiri memberikan ponsel ke anak itu menjadi hal yang menguntungkan saat membutuhkan komunikasi cepat dan praktis antarkeluarga. Terlebih saat belajar daring dan bekerja WFH kemarin, memiliki ponsel sendiri-sendiri sangat praktis karena tidak saling mengganggu. Orang tua bisa bekerja dari ponsel dan laptopnya, sedangkan anak juga bisa mengikuti belajar jarak jauh dari ponselnya sendiri.
Namun, dengan kepraktisan dan manfaat yang diterima, memberikan ponsel ke anak sebenarnya bukanlah hal yang mudah. Ada tanggung jawab besar menyertainya. Terlebih, kita tidak bisa mengontrol apa yang dilihat dan didengarkannya.
Berikut 5 alasan kenapa saya bekum berani untuk memberikan ponsel pribadi ke anak saya sebelum ia SMP.
1. Belum cukup umur
Selain untuk gim, WA group, video pembelajaran, atau meeting kelas secara daring, sebenarnya saya masih belum merasa penting untuk memberikan ponsel pribadi kepada anak. Usia SD masih terlalu rentan untuk mudah terpengaruh lingkungan sekitar dan apa yang dilihatnya dari media sosial.
Di Amerika Serikat, rata-rata anak memiliki ponsel pertamanya saat usia 10 tahun. Bill Gates, pendiri Microsoft, memberikan ponsel untuk anak-anaknya saat mereka berusia 14 tahun. Beberapa psikolog mengatakan kalau usia 12 tahun atau 14 tahun adalah usia yang ideal untuk memberikan ponsel pada anak.
Namun, Jesse Weinberger yang merupakan pakar internet safety di Ohio, mengatakan bahwa semakin lama Anda (sebagai orang tua) menahan diri untuk memberikan ponsel kepada anak, maka semakin baik. Ia juga menambahkan bahwa anak melakukan sexting sejak kelas 5 SD, mengonsumsi pornografi sejak usia 8 tahun, dan kecanduan pornografi di usia 11 tahun. Usia segitu usia anak SD, lho. Cukup membuat kita mengelus dada ya, Parents.
Pemandangan anak yang berkumpul mengitari temannya yang memegang ponsel tentunya membuat kita bertanya-tanya apa yang sedang mereka tonton. Kalau hanya menonton gim dan video lucu saja sih masih mending, tetapi kalau melihat yang lain, apalagi yang tidak senonoh, tentunya membuat kita khawatir ya, Parents. Terlebih tidak ada satu pun orang dewasa di situ.
Anak juga masih harus belajar bagaimana berinteraksi sosial dengan orang lain agar saat dewasa nanti tidak menjadi makhluk anti-sosial yang dikit-dikit bermain ponsel untuk menyembunyikan ketidaknyamanannya. Sebelum ia menguasai hal tersebut, mending jangan dulu memberikan ponsel ke anak.
Artikel terkait: Usia Terbaik Memberikan Gadget pada Anak Menurut Bill Gates sang Bos Teknologi
2. Memberikan ponsel ke anak terlalu dini, risiko gangguan kesehatan mata dan otak
Mata yang terpapar layar ponsel dalam waktu yang lama tentu akan membuat kesehatan mata terganggu. Hal ini dapat memicu terjadinya computer vision syndrome yang ditandai dengan mata buram, mata merah, mata terasa tidak nyaman sehingga sering dikucek, dan pandangan silau. Efek jangka panjangnya bisa berupa mata minus dan degenerasi makula.
Kalau mengalami penurunan kesehatan dan harus memakai kacamata di usia yang belia tentu sangat disayangkan. Bagi yang sudah berkacamata, penambahan minus juga akan terjadi dengan cepat. Padahal mata anak masih tumbuh dan berkembang sampai usia 18. Kalau terjadi kelainan di usia mudanya tentu akan berpengaruh seumur hidupnya.
Penggunaaan ponsel secara berlebihan juga bisa mengakibatkan bagian dari otak yang bernama prefrontal cortex akan berhenti berkembang di usia 20 tahun. Akibatnya, mereka akan kurang bisa mengontrol emosi dan impuls mereka. Bisa jadi anak menjadi lebih temperamental.
Artikel terkait: Perlukah Kita Berikan Handphone Untuk Anak?
3. Kecanduan gim dan media sosial
Untuk gim, hanya gim yang memiliki rate sesuai umurnya saja yang boleh dimainkan. Dulu anak saya pernah merengek ingin menginstal gim 12+ seperti Free Fire dan Mobile Legend. Tetapi saya jelaskan bahwa kedua gim itu ratenya 12+ dan usianya masih belum mencukupi.
Ia bercerita kalau teman-temannya memiliki gim itu di ponsel pribadinya dan saat mereka bermain bersama ia hanya ikut menonton. Kadang kasihan juga sih, melihat ia sendiri yang tak memiliki ponsel dan gim tersebut.
Akan tetapi, bagaimana pun juga gim dibuat rate karena memikirkan bagaimana mental si player saat memainkan gim tersebut dan saya merasa anak saya belum cukup mental untuk itu. Adegan kekerasan, membawa senjata dan melawan musuh, dan pakaian seksi juga bisa saja mempengaruhi mental anak yang belum cukup umur. Gim yang dimainkan anak saya hanyalah gim sepak bola, City Island, Minecraft dan craft sebangsanya, Zombie Tsunami, dan game simulator.
Tidak hanya gim, tetapi media sosial juga bisa saja menjadi hal wajib yang dilihat anak saat bermain ponsel. Padahal rata-rata media sosial mensyaratkan usia minimal. Untuk facebook dan instagram, usia minimalnya adalah 13 tahun.
Di Indonesia, RUU Data Pribadi (RUU PDP) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika mengusulkan batasan usia akun media sosial adalah 17 tahun. Apabila anak di bawah usia tersebut ingin punya medsos, harus ada persetujuan dari orangtua. Wow ketat juga ya, Parents.
Artikel terkait: Usia Berapa Anak Boleh Punya HP Sendiri? Ini Jawaban Para Ahli
Bagaimanapun juga, kalau bermain gim dan bermedsos dibiarkan tanpa pengawasan orang tua, lama kelamaam bisa jadi candu bagi anak. Yang jelas, kecanduan gadget sejak kecil menunjukkan kalau kita sebagai orang tuanya lemah mengontrol anak.
Sebenarnya manfaat anak mengenal gadget ada banyak, termasuk stimulasi ketrampilan analitis, mempelajari teknologi, membuat anak termotivasi, dll. Memang batasan usia yang ideal untuk memberikan ponsel ke anak itu tak bisa dirumuskan dan yang tahu kapan usia tepat tersebut adalah orang tuanya sendiri. Kesiapan mental dan tanggung jawab si anak, aturan bersama yang disepakati anak dan orang tua misalnya, tentu menjadi pertimbangan tersendiri bagi orang tua.
Mungkin saat anak saya masuk SMP, saya akan memberikan ponsel untuknya. Saat ini, anak saya yang masih duduk di kelas 3 SD hanya menonton YouTube tak sampai setengah jam per hari dan itupun memakai ponsel saya. Riwayat pencariannya masih bisa diperiksa.
Kadang juga menonton video tersebut bersama. Memainkan gim juga saat sudah melakukan kewajibannya, seperti sudah mengerjakan tugas dan PR dari sekolah. Demikian pengalaman saya.
Tentunya kita sebagai orang tua berharap anak kita bisa bijak dan bertanggungjawab saat bermain ponsel ya, Parents.
Ditulis oleh Primasari N. Dewi, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
Miris! Tumpukan Sampah Popok Cemari Sungai, Karena Percaya Mitos dan Pamali?
Dari Pengalaman Pribadiku, Ini 5 Cara Menghadapi Pasangan yang Introvert
Eksperimen Bareng Anak, Bermain Musik dengan Air dan Gelas Kaca
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.