Musim hujan tiba. Banjir pun tak terelakkan lagi merendam banyak daerah di Indonesia. Di salah satu berita banjir yang ditayangkan di sebuah televisi, ada pemandangan yang terbilang cukup menjijikkan, yakni pemandangan popok bekas yang terapung-apung. Melihatnya saja sudah membuat orang berpikir ke mana-mana, bagaimana dengan yang bersentuhan langsung? Akan tetapi, sampah popok yang terapung-apung di atas air itu sebenarnya bukanlah hal yang mengagetkan lagi.
Sampah popok di sungai
Pemandangan popok terapung di sungai sudah ada sejak belasan tahun silam. Bagi beberapa orang, membuang popok di sungai adalah solusi murah meriah saat tak mau repot bagaimana harus mengurusi bekas popok yang dipakai anaknya. Menjadikannya dalam satu wadah kresek plastik, lalu melemparnya ke sungai ketika melintasi jembatan.
Di beberapa daerah di Jawa Tengah, orang takut membakar sampah popok karena pamali dan mitos “kalau popok terbakar maka pantat bayi akan suleten, semacam benjolan merah melepuh”. Ada juga mitos “kalau bayi yang sakit akan sembuh setelah popoknya dibuang ke sungai”.
Menurut saya, mitos-mitos tersebut semakin memperparah pembuangan sampah popok ke sungai. Popok bekas merupakan sampah plastik yang sangat sulit terurai. Ketika dibuang di sungai, tentu saja ia akan mengotori air sungai yang menjadi sumber air minum bagi berbagai makhluk hidup (termasuk manusia) dan bisa merusak sistem tubuh ikan kalau termakan residu popoknya.
Menurut penelitian Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) di beberapa sungai di Surabaya, pada tahun 2017 silam, 37% bahan pencemar rumah tangga di sungai Indonesia adalah sampah popok.
Artikel terkait: Mulai Tipe Perekat Hingga Celana, Cek 8 Popok Terbaik untuk Bayi
Sejak 2017, ada Tim Brigade Evakuasi Popok yang dipimpin oleh Prigi Arisandi menjadi sukarelawan yang membersihkan popok di sungai. Diawali dari Kali Surabaya di Jawa Timur dan terus berlanjut hingga meliputi pulau Jawa, Bali, dan Kalimantan.
Mereka menggunakan perahu karet dan mengambil popok bekas yang mengapung di sungai. Katanya, dalam sekali bersih-bersih mereka bisa mendapatkan 1 sampai 6 ton sampah popok, lho.
Biasanya bau yang sangat menyengat dari popok bekas menjadi kendala tersendiri saat mengambil popok bekas ini. Bisa terbayang bagaimana baunya kalau mendapati sampah popok yang ada kotorannya dan itu tentunya sudah membusuk lama.
Akan tetapi, usaha Brigade Evakuasi Popok bisa jadi sia-sia kalau orang tetap membuang sampah popok bayi maupun popok dewasa ke sungai. Ngeri sih ini.
Kesadaran bersama
Memiliki buah hati pastinya menjadi kebahagiaan tersendiri bagi semua Parents. Seiring dengan kemajuan teknologi, kepraktisan dalam merawat dan membesarkan anak pun berubah. Dulu, pemandangan popok kain di jemuran adalah pertanda ada anggota baru di sebuah rumah.
Tetapi sekarang, jarang ada pemandangan seperti itu, di desa sekalipun. Orang tua lebih memilih praktisnya memakaikan popok pabrik ke anak barunya ketimbang ribet mencuci dan menjemur popok kain. Toh hanya tinggal mencari uang saja untuk membeli popok pabrik berpromo di supermarket terdekat.
Untuk harga popok saja, sebiji kurang lebih Rp1.500,00 – 2.000,00. Kalau sehari pakai 5 biji, berarti Rp10.000,00. Sebulan sekitar Rp300.000,00. Setahun ya Rp3,6 juta. Mahal sih, tetapi praktis dan tidak repot. Uang memang bisa dicari, tetapi coba bayangkan saja berapa jumlah sampah popok bekasnya.
Sebulan setidaknya ada sekitar 150 biji popok bekas pakai. Bisa jadi gunungan popok bekas. Kira-kita ke mana ya para sampah popok itu pergi? Ke tempat sampah berbayar dan berakhir di TPA? Dikubur di tanah? Dibakar? Dibuang ke sungai?
Kalau mau praktisnya saja, mestinya juga diimbangi dengan kesadaran dan tanggung jawab untuk mengurus sampah bekas popok yang dipakai anaknya. Saya sering melihat buntelan kresek berisi popok bekas ini di pinggir sawah atau jalan yang saya lewati.
Pernah juga lihat popok bekas yang masih ada kotorannya, tercecer di jalan. Bayangkan saja, kalau orang tuanya saja tak mau menyentuh atau mengurus sampah popok itu, harusnya mikir juga kalau orang lain juga bakal risih dan jijik. Terlebih kotoran itu bisa saja berbelatung, kan?
Artikel terkait: 7 Pilihan Popok Bayi Baru Lahir Nyaman di Kulit Si Kecil
Lantas, bagaimana solusinya?
Setidaknya jangan membuang sampah sembarangan di tempat orang lain atau di sungai. Kalau bisa, tentu mencari cara bagaimana mendaur ulang popok bekasnya sehingga menjadi barang yang bermanfaat.
Ada juga yang menimbun sampah itu di kebun miliknya sendiri meski ia juga paham bahwa sampai belasan tahun pun sampah popok itu tak akan terurai sedikit pun.
Edukasi kepada masyarakat jelas sangat diperlukan. Sosialisasi tentang bagaimana mendaur ulang sampah popok tentu akan sangat bagus, terlebih jika ada kelompok di kampung yang berinisiatif mau bergerak menangani sampah popok ini. Di daerah lain, seperti di Malang ada Yunita Lestari Ningsih dan kelompoknya yang bergerak memanfaatkan sampah popok bayi ini sehingga menghasilkan nilai ekonomis.
Kalau bisa beralih dari popok pabrik yang 55%-nya terbuat dari plastik ini ke clodi, tentu hal tersebut lebih baik. Clodi (cloth diaper, alias popok kain yang bisa dicuci ulang) mempunyai kelebihan seperti popok pabrik, yakni bisa menyerap beberapa kali pipis anak. Selain itu, clodi juga bisa dipakai berulang kali selama kurang lebih 8 tahun.
Harga barunya memang mahal, per bijinya sekitar Rp 80.000,00 ke atas, tergantung merek dan kualitas. Untuk starter kitnya, setidaknya membutuhkan sekitar 10 biji, Rp 800.000,00. Uang segitu kalau dibelikan popok pabrik hanya untuk sekitar 2,5 bulan saja, kan?
Yang jelas, selain ekonomis, memakai clodi berarti tidak menyampah dan lebih sayang lingkungan. Kekurangan dari pemakaian clodi ini ya susah kering (kalau musim hujan) dan kadang bocor juga sih, daya serapnya memang tidak semaksimal popok pabrik sekali pakai. Namun, bagi pecinta lingkungan, bolehlah dicoba clodi ini.
Artikel terkait: Pilih Popok Kain Atau Popok Sekali Pakai? Ini Pro dan Kontranya
Bagaimana dengan peran pemerintah?
Sebenarnya pada tahun 2019, Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa salah satu target dalam 99 hari pertamanya sebagai gubernur baru Jawa Timur adalah membersihkan sungai dari popok. CCTV dipasang di berbagai jembatan di seluruh provinsi Jatim agar bisa mencegah orang membuang sampah tersebut.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, setidaknya pernah menyuarakan soal popok bayi bekas di medsos pribadinya. Sampah popok tersebut bisa didaur ulang menjadi bahan material bangunan dengan bantuan teknologi canggih PT Kimberly-Clark Softex. Ia juga mengajak ibu-ibu untuk menyetor sampah popok melalui aplikasi Octopus Indonesia. Octopus ini masih terbatas hanya bisa melayani sampah popok di beberapa daerah saja di Indonesia.
Sampah popok memang merusak lingkungan, sih. Mau ditimbun di tanah bakal susah terurai, dibakar pun asapnya mengganggu pernapasan, dibuang ke sungai jauh lebih membahayakan. Satu-satunya solusi aman adalah dengan mendaur ulangnya. Sekali lagi, kalau Parents sendiri jijik dengan kotoran di popok tersebut, apalagi orang lain. Jadi, bijaksanalah dalam menangani sampah popok Anda!
Ditulis oleh Primasari N. Dewi, UGC Contributor theAsianparent.com.
Artikel UGC lainnya:
Sering Garuk Telinga Hingga Lecet, Ternyata Anakku Alami Kondisi Ini
Ceritaku Mengajak Anak Autis Berwisata ke Ciwidey dan Mendapat Reaksi Tak Terduga
Meski Kami Terseok-seok saat Baru Menikah, Ini 4 Sisi Positif Menikah dari Nol
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.