Parents pasti sering mendengar tentang tradisi Rebo Wekasan atau Rabu Pungkasan, bukan?
Ini adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar menurut kalender Islam atau Hijriah. Dan tahun ini, Rebo Wekasan jatuh pada hari Rabu, 4 September 2024.
Biasanya, masyarakat akan melakukan sejumlah kegiatan untuk memperingati Rabu Wekasan. Mulai dari tahlilan atau zikir berjemaah, salat sunah, hingga berbagi makanan dalam bentuk acara selamatan.
Pasalnya, sebagian besar orang percaya dengan memperingati Rebo Wekasan bisa untuk menolak atau mengusir sial.
Artikel Terkait: 11 Daftar Weton Tulang Wangi, Kenali Ciri-cirinya Berikut Ini!
Sejarah Tradisi Rebo Wekasan
Mengutip dari berbagai sumber, Rebo Wekasan dipercaya berawal dari kepercayaan umat Muslim pada zaman dahulu yang menganggap bulan Safar sebagai pembawa sial.
Hari Rabu terakhir di bulan Safar dianggap bisa mendatangkan berbagai penyakit dan marabahaya, sehingga dianggap sebagai hari tersial sepanjang tahun.
Rebo Wekasan ini diperkirakan pertama kali muncul di Indonesia sejak abad ke-17. Dan pertama kali dilaksanakan di wilayah Sumatera dan Jawa, khususnya di daerah pesisir pulau Jawa. Cara memperingatinya pun saling berbeda sesuai masing-masing daerah di Jawa.
Di sisi lain, tradisi Rebo Wekasan juga dipercaya sudah ada sejak zaman Wali Songo. Saat itu, banyak ulama percaya bahwa Allah akan menurunkan lebih dari 500 lebih jenis penyakit berbeda ke bumi pada bulan Safar.
Untuk menjauhkan malapetaka tersebut, mereka melakukan tirakatan dengan banyak beribadah dan berdoa. Sampai saat ini, Rebo Wekasan masih tetap dilaksanakan oleh sebagian umat Islam di Tanah Air, meskipun dengan bentuk ritual yang berbeda-beda.
Seperti misalnya, di Banyuwangi, masyarakatnya melakukan tradisi petik laut untuk memperingati Rebo Wekasan.
Artikel Terkait: Berikut 17 Alat Musik Tradisional Sumatera Barat, Warisan Budaya yang Perlu Dilestarikan
Sejarah Rebo Wekasan di Daerah Indonesia
Salah satu daerah lainnya yang masih melakukan Rebo Wekasan adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), atau lebih tepatnya di Wonokromo, Bantul.
Warga menyelenggarakan tradisi tersebut dengan membuat lemper raksasa yang nantinya akan dibagikan kepada masyarakat lain yang hadir dalam acara ini. Dilansir dari Kompas.com, sejarah munculnya Rebo Wekasan di Yogyakarta sendiri tersedia dalam beberapa versi.
Versi pertama, Rebo Wekasan dipercaya sudah ada sejak tahun 1974. Pada saat itu, ada seorang tokoh bernama Mbah Faqih Usman atau lebih dikenal sebagai Kyai Wonokromo Pertama atau Kyai Welit.
Para warga percaya bahwa Kyai Wonokromo tersebut bisa mengobati berbagai penyakit dengan cara membacakan ayat Al Quran pada segelas air yang kemudian diminumkan kepada pasien.
Kemampuan Kyai tersebut pun semakin menyebar luas di tengah masyarakat, sampai akhirnya terdengar oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I (HB I). Untuk membuktikan gosip yang beredar luas itu, Sri Sultan HB I kemudian memanggil Kyai Wonokromo ke keraton.
Siapa sangka, ternyata Kyai Wonokromo mampu membuktikan kemampuannya dan mendapat sanjungan. Selepas kepergiannya, masyarakat percaya kalau mandi di pertempuran Kali Opak dan Kali Gajahwong bisa menyembuhkan berbagai penyakit dan mendatangkan berkah.
Artikel Terkait: Mengenal Alat Musik Tradisional Gamelan Jawa: Sejarah, Fungsi dan Jenis-Jenisnya
Versi kedua, Upacara Rebo Wekasan diperkirakan tidak lepas dari pengaruh Sultan Agung, penguasa Mataram yang dulunya pernah memiliki keraton di Pleret. Yang mana upacara ini mulai dilakukan sekitar tahun 1600-an.
Pada saat itu, Mataram yang tengah terjangkit wabah penyakit mengadakan sebuah ritual untuk mengatasinya. Ritual itu dilakukan oleh Kyai Welit dengan membuat tolak bala berbentuk rajah bertuliskan basmalah dalam tulisan Arab sebanyak 124 baris.
Rajah yang sudah jadi kemudian dibungkus dengan kain mori putih dan dimasukkan ke dalam air, lalu diminumkan kepada orang yang sakit. Namun, karena khawatir air tidak cukup, Sultan Agung akhirnya memerintahkan untuk memasukkan air sisa rajah ke dalam Kali Opak dan Gajahwong.
Versi ketiga, masyarakat zaman dahulu meyakini bahwa bulan Safar adalah bulan yang mendatangkan malapetaka atau bahaya. Karena itu, mereka meminta pertolongan kepada orang atau Kyai yang dinilai lebih mampu.
Saat itu, Kyai Welit lah yang dipercaya oleh masyarakat untuk membuat tolak bala berbentuk rajah. Yang mana, rajah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam air untuk mandi agar terhindar dari marabahaya.
Lantaran semakin banyak orang yang meminta bantuan, maka Kyai Welit memutuskan untuk memasang rajah ke Kali Opak dan Gajahwong. Dengan begitu, masyarakat bisa mengambil air atau mandi tanpa harus mendatangi Kyai Welit.
Artikel Terkait: 2 Doa Rebo Wekasan dan Amalan untuk Mencegah Musibah serta Bencana
Ritual yang Dilakukan
Adapun ritual-ritual yang dilakukan saat memperingati Rebo Wekasan untuk menolak malapetaka, di antaranya:
- Membaca dzikir secara berjamaah
- Sedekah dengan berbagi makanan ke lingkungan sekitar yang dibuat menjadi seperti gunungan, yang dipercaya sebagai simbol untuk keselamatan
- Membaca doa-doa sunnah agar memperkuat hal positif dan membuang hal negatif dari kehidupan
- Setelah tahlilan disarankan untuk salat sunnah berjamaah untuk meningkatkan takwa kepada Allah dan mengingat bahwa hanya Allah yang bisa menjadi tempat berlindung bagi umatnya
Artikel Terkait: Mengenal Sejarah dan Filosofi Tradisi Tanam Sasi, Sebuah Upacara Kematian dari Papua
Keunikan Rebo Wekasan di Beberapa Daerah
Selain Yogyakarta, upacara Rebo Wekasan juga diselenggarakan di berbagai wilayah Indonesia.
Di Aceh, misalnya, para warga melakukan ritual di tepi pantai yang dipimpin oleh seorang Tengku dan diikuti oleh tokoh agama, masyarakat, dan berbagai elemen warga Aceh.
Kemudian, di Jawa, upacara Rebo Wekasan umumnya diadakan oleh masyarakat pesisir pantai dengan cara yang berbeda.
Seperti di Banten dan Tasikmalaya, masyarakatnya melakukan salat khusus bersama pada pagi hari di Rabu terakhir bulan Safar.
Selain itu, ada pula upacara Rebo Wekasan di Kalimantan Selatan yang diberi nama Arba Mustamir.
Upacara ini biasanya diadakan dengan berbagai cara, mulai dari salat sunnah, memanjatkan doa talak bala, tidak boleh bepergian jauh, hingga mandi Safar untuk membuang bala.
Artikel Terkait: Mengenal Makna di Balik Tradisi Tedak Siten dan Urutan Acaranya
Itulah informasi tentang tradisi Rebo Wekasan yang jatuh pada hari ini, Rabu, 4 September 2024.
Semoga bermanfaat, ya!
***
BACA JUGA:
7 Sunblock Anak dan Bayi Rekomendasi di 2022, Aman Lindungi Kulit Sensitifnya
Awas Latah Tren Yoga Mirip Alien, Bolehkah Dilakukan untuk Semua Orang?
Paula Verhoeven Ulang Tahun, Baim Berikan Kejutan Manis Penuh Nostalgia
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.