Toxemia adalah komplikasi kehamilan yang biasanya ditandai dengan tekanan darah tinggi dan tanda-tanda kerusakan pada beberapa organ seperti hati atau ginjal. Kondisi ini dalam dunia medis disebut juga preeklamsia.
Umumnya terjadi ketika usia kehamilan mencapai 20 minggu atau lebih dan bisa juga terjadi setelah melahirkan. Toxemia bisa berakibat fatal hingga membahayakan keselamatan ibu dan janin.
Untuk lebih jelasnya, ketahui gejala, penyebab, dan risikonya pada ibu hamil berikut ini.
Apa Itu Toxemia? Kenali Gejala dan Penyebabnya pada Ibu Hamil
Sumber: Shutterstock
Ibu hamil, khususnya yang telah memasuki trimester kedua, rentan mengalami sejumlah komplikasi termasuk salah satunya toxemia. Kondisi ini pernah dialami oleh diva pop, Beyonce ketika melahirkan anak kembarnya, Sir dan Rumi.
Toxemia dapat membahayakan keselamatan ibu dan janin karena menyebabkan kejang dan pendarahan hebat. Gejala awal meliputi sakit kepala, penglihatan yang kabur, dan pembengkakan pada tangan, kaki, dan wajah. Sementara, gejala yang lebih parah ditandai dengan sesak napas dan hilang kesadaran.
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kelainan plasenta yang menyebabkan kegagalan fungsi dalam memberikan nutrisi pada janin. Faktor lainnya adalah kehamilan di bawah usia 15 tahun dan di atas usia 35 tahun, riwayat preeklamsia, serta memiliki penyakit diabetes atau tekanan darah tinggi.
Selain itu perempuan dengan beberapa kriteria seperti obesitas, kehamilan pertama, serta hamil kembar lebih berisiko mengalami toxemia. Kemudian toxemia yang terjadi setelah melahirkan juga bisa dipengaruhi oleh tekanan darah tinggi sebelum dan selama kehamilan atau adanya riwayat keluarga yang pernah mengalami toksemia atau preeklamsia.
Artikel terkait: Bisakah preeklampsia pada kehamilan dicegah? Ini penjelasan dokter kandungan
Apakah Toxemia Membahayakan Keselamatan Ibu Hamil? Ketahui Risikonya!
Sumber: Shutterstock
Toxemia dapat membahayakan keselamatan ibu hamil dan janin apabila tidak segera ditangani. Pasalnya, kondisi ini dapat menyebabkan pendarahan yang berlebihan, kerusakan pada paru-paru, hati, ginjal, dan jantung, serta stroke atau serangan jantung.
Tidak hanya itu, toxemia atau preeklamsia juga dapat menyebabkan plasenta terlepas dari dinding rahim sehingga memutus pasokan oksigen serta nutrisi bagi janin. Akibatnya, ibu hamil berisiko mengalami kelahiran prematur, atau janin meninggal di dalam kandungan, hingga kematian pada ibu hamil.
Kemungkinan lainnya yang dapat terjadi adalah terjadinya eklampsia pada ibu hamil yang ditandai dengan kejang-kejang serta koma. Walau demikian, kebanyakan ibu hamil yang mengalami eklampsia dapat pulih sepenuhnya, tetapi terdapat risiko kecil berupa kerusakan otak dan cacat permanen.
Akan tetapi, risiko yang lebih membahayakan adalah apabila ibu hamil yang mengalami toxemia menunjukkan gejala sindrom HELLP. Sindrom HELLP ditandai dengan hemolisis atau kerusakan sel darah merah, kerusakan enzim hati, serta jumlah trombosit yang rendah. Sindrom ini termasuk risiko yang sangat parah dan lebih mengancam jiwa baik bagi ibu hamil maupun janin.
Artikel terkait: Kisah Pilu RA Kartini, Meninggal Setelah Melahirkan karena Preeklampsia
Bagaimana Penanganannya?
Sumber: iStockphoto
Ibu hamil yang mengalami toxemia ditangani sesuai dengan tingkat keparahan dan gejala yang dialami. Namun, yang paling efektif adalah agar ibu hamil segera melahirkan bayinya, terutama apabila menunjukkan sindrom HELLP ataupun eklampsia.
Meski demikian, prosedur melahirkan hanya dapat ditempuh apabila usia kandungan telah mencapai usia normal kelahiran. Apabila toxemia ternyata menimpa ibu hamil di usia awal kehamilan maka dokter biasanya akan menyarankan bed rest total. Istirahat secara total di tempat tidur akan membantu mengurangsi stres pada tubuh dan memperbaiki tekanan darah.
Pengobatan lainnya yang diberikan sesuai gejala juga dapat dilakukan. Sebagai contoh, sakit kepala dapat diobati dengan obat penghilang rasa sakit seperti asetaminofen. Kemudian, ibu hamil yang mengalami tekanan darah tinggi dapat diberikan obat tekanan darah seperti nifedipine, methyldopa, labetalol, atau hydralazine.
Artikel terkait: Waspadai Risiko Keguguran di Trimester Kedua, Ini Cara Pencegahannya
Apabila trombosit rendah, transfusi darah juga mungkin saja dilakukan. Dokter mungkin juga akan memberikan steroid intravena pada ibu hamil dengan kecenderungan melahirkan prematur untuk membantu pematangan paru-paru serta meningkatkan fungsi hati dan trombosit.
Parents, demikian informasi mengenai apa itu toxemia. Yang perlu diperhatikan, penting untuk melakukan pemeriksaan secara rutin selama kehamilan supaya bisa mengetahui adanya kondisi seperti di atas. Ibu hamil juga perlu menjaga asupan nutrisi serta istirahat yang cukup.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Jika Parents ingin berdiskusi seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting gratis tiap minggu bisa langsung bergabung di komunitas Telegram theAsianparent.
Baca juga:
Eklampsia – Penyebab, Gejala dan Cara Mengobatinya
Mencegah preeklampsia pada kehamilan kedua, ini saran dokter kandungan
Hati-hati! Preeklampsia setelah melahirkan bisa terjadi, kenali gejalanya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.