Seluruh dunia masih terus berjuang melawan COVID-19 yang nampaknya belum jenuh menerpa. Sudah banyak varian virus Corona yang muncul dan menginfeksi lebih banyak orang. Bahkan, baru-baru ini terdapat penelitian yang memungkinkan seseorang terinfeksi dua varian sekaligus.
Penelitian Perihal Varian Virus Corona
Studi kasus mengejutkan mengemuka ke permukaan dalam Kongres Mikrobiologi Klinis & Penyakit Menular Eropa (ECCMID) 2021. Dalam kongres tersebut, dibahas kasus seorang perempuan tua terinfeksi dua varian COVID-19 dalam satu waktu ,yakni alfa dan beta. Dengan kata lain, sudah dikonfirmasi bahwa infeksi COVID-19 pada seseorang dengan 2 varian sangat mungkin terjadi.
“Ini adalah salah satu kasus koinfeksi pertama yang didokumentasikan dengan dua varian SARS-CoV-2 yang menjadi perhatian,” ungkap penulis utama dan ahli biologi molekuler Dr. Anne Vankeerberghen dari Rumah Sakit OLV di Aalst, Belgia.
Lebih lanjut, perempuan tua tersebut terinfeksi dengan virus berbeda dari dua orang yang berbeda. Tak hanya itu, seorang remaja yang dirawat di Brasil baru-baru ini juga diduga menderita COVID-19 dengan dua varian berbeda.
“Koinfeksi dinamis awal mungkin telah berkontribusi pada keparahan COVID-19 pada pasien muda yang sehat ini, dan profil pelepasan SARS-CoV-2 yang berkepanjangan,” tulis para peneliti.
Dr. Nikhil Bhayani, spesialis penyakit menular di Texas Health Resources memaparkan bahwa ketika ada varian baru yang muncul maka virus dapat menjadi lebih menular dan memperburuk kondisi. Untuk itulah, menggunakan masker dan mendapatkan vaksinasi menjadi hal mutlak untuk dilakukan.
Artikel terkait: Kabar Baik, Peneliti Temukan Antibodi Super yang Bisa Melawan Varian Virus Corona
Varian Virus Baru ‘Made In Indonesia’, Mungkinkah?
Sejauh ini terdapat empat varian virus yang dikategorikan mengkhawatirkan atau variant of concern oleh Organisasi Kesehatan Dunia yaitu varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta. Dengan sifat yang mudah menular, varian Delta mendominasi dunia termasuk Indonesia.
Pakar penyakit menular atau epidemiolog dan dosen Griffith University Australia, Dicky Budiman menjelaskan bahwa virus akan mengalami kecacatan atau mutasi kecil setiap kali berpindah inang.
Hasilnya, virus tersebut bisa melemah atau justru menguat. Namun, Dicky mengatakan bahwa peluang virus untuk berubah menjadi ganas akan meningkat jika ia terus menyebar.
“Ketika penyebaran COVID-19 semakin tidak terkendali maka potensi mutasi akhirnya akan melahirkan varian baru yang merugikan masyarakat. Pada negara-negara yang menghasilkan varian mutasi baru ini, umumnya positivity rate jauh di atas 10 persen alias sangat tidak terkendali,” ungkap Dicky sebagaimana dikutip dari laman Kompas.
Menurutnya, sudah ada varian asli Indonesia yang tidak ditemukan di dunia. Hal ini membuat surveillance genome (pemantauan genom virus) diperlukan. Dicky memaparkan bahwa terdapat tiga indikator yang dapat membuat varian baru tersebut bisa masuk menjadi kategori varian mengkhawatirkan, yakni:
- Seberapa cepat virus menular
- Apakah varian tersebut menimbulkan gejala parah, bahkan kematian
- Apakah varian virus tersebut mampu menurunkan efikasi antibodi yang tercipta dalam tubuh setelah divaksin.
Artikel terkait: 6 Fakta COVID-19 Varian Lambda, Jadi Varian Paling Dipantau WHO
Dicky menjelaskan, jika sebuah varian virus memenuhi ketiga indikator tersebut, maka bisa digolongkan sebagai varian super. Salah satunya varian Delta yang walaupun tergolong hanya mendekati tiga kategori tersebut, namun dampaknya sudah sangat dirasakan seluruh dunia.
“Varian di Indonesia memang belum masuk kategori varian Super, tetapi itu saja sudah membuktikan (penyebaran) di wilayah kita tidak terkendali. Otomatis bisa tercipta varian baru yang berbahaya dan mendekati super. Ini perkara waktu saja.”, sambungnya.
Menjawab hal tersebut, Pandu Riono selaku ahli penyakit menular Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengakui bahwa aturan testing di Indonesia cukup memadai, tetapi implementasinya belum optimal.
“Testing jumlahnya masih terbatas. Tracing masih lemah. Karantina masih lemah. Jadi antara aturan dan implementasi ada gap (celah) ,” kata Pandu. Hingga kini, telah ada 12 laboratorium di bawah naungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Riset dan Teknologi yang melakukan lebih dari 3.000 genome sequencing (pemetaan varian baru) dalam enam bulan terakhir.
“Kita menyadari bahwa genome sequencing sangat mahal dan sulit untuk dilakukan. Pekan lalu kita berdiskusi dengan pakar penyakit menular Indonesia dan menemukan mekanisme genome sequencing yang memudahkan (peneliti) untuk mengidentifikasi apakah mutasi varian Delta sudah menyebar di suatu wilayah dengan melihat tingkat CT (cycle threshold),” pungkas Menkes Budi.
Adapun varian baru yang sudah ada antara lain:
- Varian B.1.1.7 (Alpha). Merupakan varian yang pertama kali muncul di Inggris pada Desember 2020 lalu. Varian ini ditandai dengan gejala demam, batuk, kesulitan bernapas, menurunnya kinerja indera pengecap dan penciuman, serta keluhan saluran pencernaan.
- Varian B.1.351 (Beta). Pertama kali ditemukan di Teluk Nelson Mandela, Afrika Selatan pada Oktober 2020. Varian ini diklaim bisa mempengaruhi netralisasi beberapa antibody, serta tingkat penularan dan kematiannya yang tinggi.
- Varian P.1 (Gamma). Varian ini merupakan varian yang ditemukan di Brasil. Layaknya varian Beta, jenis ini juga lolos dari netralisasi saat diinkubasi dengan antibody yang dihasilkan sebagai respon terhadap gelombang pertama pandemi.
- Varian India B.1.617.2 (Delta). Merupakan varian baru dari mutasi ganda E484Q dan L452R. Varian ini diangggap lebih menular dan bisa menyebar lebih cepat, sehingga mendominasi varian kasus yang mendominasi di seluruh dunia.
- Varian Amerika Serikat B.1.427/B.1.429 (Epsilon). Varian baru ini merupakan varian California yang diperkirakan menyumbang peningkatan kasus di negara bagian Amerika Serikat.
- Varian Brasil P.2 (Zeta). Varian P2 adalah varian lain selain varian P1 yang terdeteksi di Brazil. Varian ini juga telah terdeteksi lebih dahulu di Inggris dan dilaporkan menyebar di Rio de Janeiro.
- Varian B.1.525 (Eta). Menjadi varian yang baru-baru ini diidentifikasi di Inggris. Para ilmuwan mengawasi varian ini karena memiliki beberapa mutasi pada gen protein lonjakan.
- Varian Filipina P.3 (Theta). Varian asal Filipina ini dideteksi 13 Maret 2021 dan ditemukan pada sampel lokal Filipina. Mengutip Rappler, meskipun belum cukup bukti varian tersebut berdampak pada kesehatan masyarakat, ada kemungkinan virus lebih menular dibandingkan versi asli SARS-CoV-2.
- Varian Amerika Serikat B.1.526 (Iota). Ditemukan pada sampel yang dikumpulkan di New York pada November 2020. Belum diketahui apakah virus lebih menular dibandingkan virus aslinya.
- Varian India B.1.617.1 (Kappa). Terbaru adalah Varian kappa yang terdiri dari mutasi ganda.
Parents, semoga informasi ini bisa membuka wawasan Anda untuk senantiasa menjaga kesehatan.
Baca juga:
Wajib Tahu! Perbandingan Varian COVID-19, Manakah yang Paling Berbahaya?
Ditemukan Lagi Varian Baru Covid-19, Ini Gejala yang Harus Diwaspadai
10 Tanda Corona Varian Delta, Pahami agar Bisa Mengenali Gejalanya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.