X
theAsianparent Indonesia Logo
theAsianparent Indonesia Logo
kemendikbud logo
Panduan ProdukMasuk
  • Kehamilan
    • Kalkulator perkiraan kelahiran
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
    • Kehilangan bayi
    • Project Sidekicks
  • Artikel Premium
  • Breastfeeding Week 2023
  • Cari nama bayi
  • Perawatan Ibu dan Bayi
  • Kulit Bayi
  • Rangkaian Edukasi
    • Pengasuhan Anak
    • Edukasi Prasekolah
    • Edukasi Sekolah Dasar
    • Edukasi Remaja
  • TAPpedia
  • TAP Rekomendasi
  • Anak
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Anak
    • Praremaja & Remaja
  • Parenting
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Seks
    • Berita Terkini
  • Kesehatan
    • COVID-19
    • Info Sehat
    • Penyakit
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Korea Update
    • Hiburan
    • Travel
    • Fashion
    • Kebudayaan
    • Kecantikan
    • Keuangan
    • Marvelous Asian Mums Special 2021
  • Nutrisi
    • Resep
    • Makanan & Minuman
    • Sarapan Bergizi
  • Belanja
  • Ayah manTAP!
    • Kesehatan Ayah
    • Kehidupan Ayah
    • Aktivitas Ayah
    • Hobi
  • VIP
  • Awards
    • TAP x Tokopedia Awards 2023

Psikolog: Orangtua jangan fokus jadi 'teman baik' anak, bisa berdampak buruk!

Bacaan 4 menit

Dari sekian banyak daftar keinginan orangtua, menjadi jadi teman baik anak tentu menjadi salah satu harapan yang ingin diwujudkan. Benar tidak?

Setidaknya, hal ini berlaku untuk saya.

Sebagai ibu dari satu orang anak yang kini sudah berusia praremaja, saya pun menginginkannya. Sangat menyenangkan saat membayangkan memiliki kedekatan dengan anak karena bisa jadi teman baik yang bisa dipercaya. Sekaligus menjadi teman curhat dan teman hang out.

Benar-benar, asik dan seru! pikir saya.

teman baik

Sejauh mana orangtua bisa berperan sebagai teman baik anak?

Namun nyatanya, peran orangtua yang ingin menjadi sahabat anaknya bisa disalah artikan. Jadi serba kebablasan. Mau tidak mau, kondisi ini tentu saja kerap memengaruhi tumbuh kembang dan pembentukan karakter anak.

Dalam hal ini, Devi Raissa Rahmawati seorang psikolog anak yang mendirikan Rabbit Hole mengingatkan, menjadi teman baik anak tentu saja perlu dilakukan. Namun dengan batasan yang perlu dipahami.

Dikutip dari laman Instagram Rabbit Hole ID ia menjelaskan, orangtua memang sebaiknya tidak fokus menjadi teman baik anak.  Hal ini disebabkan bisa membuat orangtua hanya fokus untuk menyenangkan anak. Terus memberikan keinginannya, bukan memberikan apa yang dibutuhkan oleh anak.

Artikel terkait: Bunda, Sudahkah Tumbuh Kembang Si Kecil Sesuai Usianya?

Selain itu, dengan terus beranggapan ingin menjadi teman baik anak, berisiko membuat orangtua sungkan memberikan nasihat, mangajari anak, atau membiarkan anak berjuang sendiri ketika diperlukan.

Misalnya, saat ingin menjadi teman baik anak, orangtua memiliki kecenderungan untuk terus membantu anak. Ketika anak sedang ingin mengancingkan bajunya, tentu ia butuh melewati proses belajar lebih dulu. Sedangkan, orangtua yang ingin menjadi sahabat anak akan langsung menolong dengan mengancingkan baju anak.

Psikolog: Orangtua jangan fokus jadi teman baik anak, bisa berdampak buruk!

Padahal, dalam proses tumbuh kembang, anak tentu saja perlu diajarkan untuk bisa merasakan kegagalan atau kesulitan. Bahwa dalam hidup, ia tidak mungkin akan merasa senang dan mendapatkan apa yang ia inginkan.

“Saat orangtua fokus menjadi ‘teman baik’ anak, unsur pemberian disiplin jadi terabaikan. Orangtua ingin sebisa mungkin disukai oleh anaknya padahal itu adalah hal yang bukan pada tempatnya”.

Keinginan untuk terus menjadi teman baik anak juga berisiko membuat orangtua lupa pada peran utamanya. Di mana tugas utama memang harus sebagai orangtua bukan menjadi teman baik anak.

“Kalau fokusnya adalah menjadi teman baik anak, maka keinginan untuk terus menerus disukai anak jadi lebih besar dari pada keinginan untuk mengasuh anak,” tegasnya lagi seperti yang dituliskan dalam  Instagram Rabbit Hole ID.

Pentingnya orangtua memahami batasan

teman baik

Senada dengan Devi Raissa Rahmawati , psikolog anak dan keluarga Anna Surti Ariani atau yang sering saya sapa Mbak Nina ini juga mengingatkan bahwa orangtua perlu memahami dan mengetahui kapan dirinya bisa perperan sebagai teman baik atau sahabat anak, dan kapan ia menjadi orangtua.

Ia menegaskan bahwa kedua memang harus seimbang. Antara bisa mengatur, mendidik, dan mengajarkan kedisiplinan dan menjadi dekat dengan anak.

Dampak yang bisa terjadi jika orangtua kehilangan fokus karena ingin menjadi teman baik anak

Psikolog jebolan Universitas Indonesia ini mengatakan, pada saat orangtua salah kaprah mendefinisikan arti dari berperan menjadi sahabat anak, justru bisa menghilangkan fungsi orangtua untuk mengatur dan mendidik.

Psikolog: Orangtua jangan fokus jadi teman baik anak, bisa berdampak buruk!

Maka ada beberapa dampak yang bisa didapatkan. Apa saja?

  • Anak tidak bisa belajar untuk mengikuti aturan, padahal sejak kecil anak perlu diajarkan untuk memahami dan mengikuti aturan yang diterapkan.
  • Si kecil bisa berisiko mendominasi orangtua
  • Anak kesulitan belajar disiplin
  • Kesulitan beradaptasi di tempat-tempat yang memiliki aturan, bahkan anak malah cenderung melawan aturan
  • Anak mudah menyerah jika menghadapi sebuah masalah, dan sederet masalah negatif lain yang dapat timbul.

Oleh karena itu, orangtua wajib bersikap tegas kepada anak. Dalam hal ini Nina Teguh mengingatkan agar orangtua tidak serta merta menuruti kehendak atau permintaan anak.

“Namanya juga anak-anak, tentu akan memiliki banyak permintaan. Tapi tentu saja tidak semua harus dituruti. Tugas orangtua, menentukan kapan menuruti keinginannya dan kapan tidak menuruti keinginannya. Kapan harus bisa berperan sebagai sahabat anak, kapan harus menjadi orangtua,” urainya.

Pentingnya memerhatikan pola asuh

Agar peran bisa seimbang, sebagai orangtua dan sahabat, Nina Teguh mengingatkan kalau untuk memerhatikan pola asuh yang selama ini diterapkan pada anak.

Psikolog: Orangtua jangan fokus jadi teman baik anak, bisa berdampak buruk!

Jika terlalu banyak mengatur, dan selalu banyak mengambil alih dikenal dengan pola asuh yang otoriter. Sedangkan jika terlalu banyak porsi menjadi sahabat anak disebut dengan permisif, sementara kalau kurang dekat, itu yang disebut dengan ignorance atau pola asuh yang cuek.

“Sebenarnya yang pas itu jika orangtua bisa bersikap moderat. Di mana orangtua bisa mengatur, tapi bisa juga dekat dengan anak sebagai sahabatnya. Ada hal-hal yang memang harus ikut aturan, jadi walaupun dekat, anak tetap tahu apa yang nggak boleh dan boleh dilakukan,” paparnya.

Cerita mitra kami
'Kemerdekaan' Ibu Dukung Anak Tumbuh Jadi Generasi Terbaik
'Kemerdekaan' Ibu Dukung Anak Tumbuh Jadi Generasi Terbaik
Ibu Tangguh Menjadikan si Kecil Tangguh, Tumbuh Sehat dan Kuat
Ibu Tangguh Menjadikan si Kecil Tangguh, Tumbuh Sehat dan Kuat
5 Cara Sederhana yang Bikin Anak Suka Makanan Rumahan yang Sehat
5 Cara Sederhana yang Bikin Anak Suka Makanan Rumahan yang Sehat
Cegah Ancaman Berbagai Virus, Sudahkah Berikan Perlindungan Ekstra untuk Keluarga?
Cegah Ancaman Berbagai Virus, Sudahkah Berikan Perlindungan Ekstra untuk Keluarga?

Jadi bagaimana, sudah tahu kan kapan saatnya berperan jadi orangtua dan kapan harus menjadi teman baik anak?

Baca juga :

Inilah ciri anak Anda tidak bahagia, cek sekarang juga!

 

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.

img
Penulis

Adisty Titania

Diedit oleh:

Fitriyani

  • Halaman Depan
  • /
  • Keluarga
  • /
  • Psikolog: Orangtua jangan fokus jadi 'teman baik' anak, bisa berdampak buruk!
Bagikan:
  • Tidak ingin anak jadi juara satu di sekolah, ini 4 pola asuh miliarder, Jack Ma

    Tidak ingin anak jadi juara satu di sekolah, ini 4 pola asuh miliarder, Jack Ma

  • Bahaya, ini dampak negatif jika terapkan pola asuh otoriter pada anak

    Bahaya, ini dampak negatif jika terapkan pola asuh otoriter pada anak

  • 7  Artis Melahirkan di Usia Muda, Ada yang punya 4 Anak di Usia 30 Tahun!

    7 Artis Melahirkan di Usia Muda, Ada yang punya 4 Anak di Usia 30 Tahun!

  • Tidak ingin anak jadi juara satu di sekolah, ini 4 pola asuh miliarder, Jack Ma

    Tidak ingin anak jadi juara satu di sekolah, ini 4 pola asuh miliarder, Jack Ma

  • Bahaya, ini dampak negatif jika terapkan pola asuh otoriter pada anak

    Bahaya, ini dampak negatif jika terapkan pola asuh otoriter pada anak

  • 7  Artis Melahirkan di Usia Muda, Ada yang punya 4 Anak di Usia 30 Tahun!

    7 Artis Melahirkan di Usia Muda, Ada yang punya 4 Anak di Usia 30 Tahun!

Daftarkan email Anda sekarang untuk tahu apa kata para ahli di artikel kami!
  • Kehamilan
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
  • Tumbuh Kembang
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Praremaja
    • Usia Sekolah
  • Parenting
    • Pernikahan
    • Berita Terkini
    • Seks
    • Keluarga
  • Kesehatan
    • Penyakit
    • Info Sehat
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Keuangan
    • Travel
    • Fashion
    • Hiburan
    • Kecantikan
    • Kebudayaan
  • Lainnya
    • TAP Komuniti
    • Beriklan Dengan Kami
    • Hubungi Kami
    • Jadilah Kontributor Kami
    • Tag Kesehatan


  • Singapore flag Singapore
  • Thailand flag Thailand
  • Indonesia flag Indonesia
  • Philippines flag Philippines
  • Malaysia flag Malaysia
  • Sri-Lanka flag Sri Lanka
  • India flag India
  • Vietnam flag Vietnam
  • Australia flag Australia
  • Japan flag Japan
  • Nigeria flag Nigeria
  • Kenya flag Kenya
© Copyright theAsianparent 2023. All rights reserved
Tentang Kami|Tim Kami|Kebijakan Privasi|Syarat dan Ketentuan |Peta situs
  • Fitur
  • Artikel
  • Beranda
  • Jajak

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

theAsianparent heart icon
Kami ingin mengirimkan Anda informasi terbaru seputar gaya hidup.