Salah satu penyakit yang menjadi permasalahan besar di Indonesia adalah Tuberculosis atau TBC. Mengutip dari Pusdatin Kemenkes, terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC di Indonesia pada tahun 2016. Dari total kasus Tuberculosis tersebut, lima persen pasien dilaporkan mengalami spondilitis TB atau TBC Tulang Belakang.
Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang memiliki penderita TBC terbanyak di dunia. Berdasarkan data WHO 2019, Tanah Air merupakan negara tertinggi kedua penyumbang kasus TBC jenis baru. Lebih tepatnya, paling banyak di dunia setelah India.
Hal tersebut juga selaras dengan pendapat dokter spesialis bedah ortopedi, dr. Jessica Fiolin, Sp.OT dari Rumah Sakit Pondok Indah – Pondok Indah. Ia mengungkap, Indonesia termasuk dalam negara dengan risiko paparan TBC yang cukup tinggi.
“Indonesia termasuk dalam negara endemis TBC. Artinya, kita memiliki kemungkinan terpapar TBC yang cukup tinggi. Selain itu, faktor sosio-ekonomi rendah dan angka malnutrisi yang cukup tinggi menyebabkan tingginya populasi risiko penyakit TBC juga,” jelas Jessica kepada theAsianparent Indonesia.
Maka, untuk mencegah penyakit tersebut, pemerintah mewajibkan masyarakat melakukan vaksin BCG yang diberikan sebelum bayi berusia 2 bulan.
Karena faktanya, TBC dapat menular dengan cepat, yaitu melalui percikan ludah yang keluar dari batuk atau bersin penderita. Lansia dan anak-anak termasuk golongan orang yang mudah tertular.
Artikel Terkait: Waspadai Gejala TBC pada Anak dan Orang Dewasa
Apa Itu Penyakit TBC Tulang Belakang?
Jessica Fiolin menjelaskan, TBC tulang belakang atau penyakit pott (spondylitis tuberculosis) adalah infeksi tulang belakang oleh kuman Mycobacterium Tuberculosa.
Lalu, apa bedanya jenis penyakit ini dan TBC biasa?
Perlu Parents ketahui, sebenarnya yang sering kita sebut sebagai TBC adalah infeksi kuman yang sama, yaitu Mycobacterium Tuberculosa, pada organ paru-paru.
Jessica kembali menjelaskan, “Ada pun bakteri Mycobacterium Tuberculosa dapat menyerang seluruh organ tubuh mulai dari otak, selaput otak, paru-paru, tulang, sendi, hingga saluran cerna. Namun, yang paling sering terjadi adalah di paru-paru.”
Nah, Infeksi TBC tulang belakang sendiri adalah kasus TBC tulang yang paling sering ditemukan dengan persentase mencapai 50 hingga 60 persen. Sebagian besar kasus komplikasi TB tulang dan sendi menyerang tulang belakang, sehingga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan serius seperti kerusakan saraf, serta rusaknya bentuk tulang belakang.
Sementara itu, TBC tulang belakang terjadi ketika infeksi bakteri tuberkulosis yang berada di paru-paru menyebar ke tulang belakang hingga ke sendi-sendinya. Area tubuh yang terinfeksi penyakit ini umumnya meliputi toraks (dada belakang) bagian bawah, dan vertebra lumbalis (pinggang belakang) di bagian atas.
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang membuat seseorang rentan terkena infeksi TBC di antaranya:
- Malnutrisi
- Usia lanjut atau Lansia
- Faktor sosio-ekonomi yang buruk
- Kontak erat dengan penderita TBC
- Orang dengan kekebalan tubuh rendah. Misalnya, penderita HIV, penyakit autoimun, serta penyakit kronis seperti diabetes dan gangguan ginjal.
Di lain sisi, anak-anak dengan malnutrisi juga memiliki risiko tinggi untuk mengalami jenis TBC ini. Sementara, anak-anak yang memiliki kontak erat dengan penderita TBC sebaiknya berkonsultasi dengan dokter spesialis anak untuk pemberian profilaksis (obat pencegahan) TBC sebagai upaya pencegahan.
Tuberculosis dapat menyebar dari orang ke orang melalui droplet. Setelah seseorang terjangkit TBC, penyakit ini dapat berpindah dari paru-paru, kelenjar getah bening, atau darah ke tulang belakang.
“Seseorang yang menderita TBC tulang belakang dapat menulari orang lain apabila terdapat kontak erat melalui droplet pada udara. Oleh karena itu, orang yang memiliki kontak seperti tinggal satu atap, merawat, atau sering berkomunikasi langsung dengan yang terinfeksi harus menggunakan masker dan sering mencuci tangan,” lanjut Jessica.
Artikel Terkait: Imunisasi BCG, Cegah TBC Sejak Dini
Gejala yang Perlu Diwaspadai
Menurut Jessica, sering terjadi keterlambatan diagnosis pada TBC tulang belakang. Pasalnya, sering kali tidak ditemukan gejala pada fase awal penyakit ini. Namun, Anda bisa memahami gejala dari penyakit TBC secara umum agar lebih awas terhadap jenis TB tulang belakang. Ada pun gejala umum TBC di antaranya adalah:
- Demam yang tidak terlalu tinggi (37-38 celcius)
- Berat badan turun, atau bahkan berat badan tidak naik pada anak
- Keringat malam
- Batuk kering lebih dari dua minggu
Sementara itu, gejala khusus TBC tulang belakang sendiri biasanya meliputi:
- Nyeri pada bagian tulang belakang
- Punggung bungkuk
- Timbulnya benjolan pada tulang belakang
- Kelemahan tungkai sampai kelumpuhan
- Pada anak-anak, ditemukan gejala malas menggerakkan punggung seperti kaku
“Perlu diwaspadai apabila terdapat keluhan pada tulang belakang kronis tanpa riwayat cedera yang jelas dan disertai dengan gejala umum, atau adanya faktor risiko tinggi mengidap TBC,” ujar Jessica.
Oleh karena itu, segera konsultasikan kepada dokter spesialis bedah ortopedi apabila Parents atau anggota keluarga lainnya mengalami gejala yang telah disebutkan. Terlebih lagi apabila Anda dan keluarga tinggal di area endemik atau daerah dengan tingkat kasus tuberkulosis tinggi serta memiliki standar kualitas hidup yang rendah.
Diagnosis dan Cara Pengobatan
Jika sudah merasakan gejala, maka dokter akan melakukan beragam pemeriksaan untuk memastikan ada tidaknya penyakit TBC tulang belakang.
Pada anak, dapat dilakukan mantoux test (tes tuberkulin) pada kulit. Sementara pada orang dewasa, pemeriksaan ini tidak akurat karena hampir 90 persen penduduk Indonesia sudah terpapar TBC. Kemudian, dilakukan pemeriksaan laju endap darah lebih dari 100 milimeter/jam.
Dari pemeriksaan rontgen tulang belakang, akan dapat terlihat lokasi tulang belakang yang mengalami kerusakan. MRI tulang belakang pun dapat mengevaluasi adanya infeksi tuberkulosis pada seluruh struktur tulang belakang atau tidak, baik tulang maupun sendi.
Selain itu, pemeriksaan lain yang dilakukan adalah pulasan bakteri tahan asam dan biopsi tulang untuk menemukan adanya bakteri Mycobacterium tuberculosa.
Dalam beberapa kasus, penderita TBC tulang belakang memerlukan operasi seperti laminektomi (mengangkat sebagian dari tulang belakang) atau konsumsi obat-obatan seperti obat antituberkulosis dalam jangka waktu 6 hingga 18 bulan.
Jessica melanjutkan, “Penanganan TBC tulang belakang bergantung pada lokasi serta derajat infeksi dan membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak medis/dokter spesialis.”
Artikel Terkait: Apa Risiko TBC Bagi Ibu Hamil dan Menyusui? Ini Jawaban Dokter
Lebih lanjut, beberapa pengobatan atau terapi yang dapat dilakukan pada pasien adalah sebagai berikut:
- Medikamentosa: pemberian OAT (obat anti-tuberculosis) selama sekitar 9-12 bulan
- Penggunaan brace
- Tindakan operasi apabila diperlukan
Untuk mencegah agar tidak terinfeksi TBC jenis ini, anak-anak atau orang dewasa dianjurkan mendapat vaksin BCG (apabila belum divaksinasi) secepatnya. Terapkan pula tindakan pencegahan penularan penyakit TBC dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Orang yang memiliki kontak erat atau tinggal satu atap dengan penderita TBC tulang belakang, pun dianjurkan untuk menggunakan masker dan sering mencuci tangan. Serta, pastikan adanya sirkulasi udara yang baik di rumah.
Itulah informasi mengenai penyakit TBC tulang belakang. Penyakit ini terbilang langka, tetapi bisa berdampak signifikan apabila tidak ditangani segera. Semoga bermanfaat!
***
Baca Juga:
Mengenal Tes Mantoux untuk Deteksi Tuberkulosis pada Anak, Perhatikan Hal Ini!