Pernah memaksakan tersenyum agar orang lain tidak bisa melihat kesedihan yang dialami? Jika iya, maka ada kemungkinan bahwa Anda sebenarnya sedang melakukan hal yang dinamakan smile depression atau senyuman depresi.
Senyuman depresi atau yang kerap disebut smiling depression ini merupakan istilah untuk seseorang yang sebenarnya mengalami depresi atau kesedihan mendalam. Namun, perasaan tersebut mereka sembunyikan di balik topeng kebahagiaan. Mereka tampak bahagia dan ceria dari luar, tetapi sebenarnya hal itu dilakukan untuk menutupi rasa sedih dan putus asa yang dirasakan.
Smile Depression: Risiko, Faktor Pemicu, dan Cara Pencegahannya
Pada umumnya, senyuman depresi memang belum digolongkan sebagai salah satu jenis gangguan mental. Namun, para ahli menilai bahwa kondisi ini tetap perlu diwaspadai karena bisa menimbulkan risiko yang cukup signifikan bagi kesehatan.
Terlebih, jika seseorang mengalami smiling depression dalam jangka waktu lama maka kondisi ini bisa termasuk ke dalam gangguan depresi mayor atipikal. Melansir laman Hello Sehat, seseorang yang mengalami depresi atipikal bisa mengalami peningkatan mood sebagai respon terhadap kondisi dan kejadin positif.
Smile depression sendiri merupakan kondisi depresi yang memiliki risiko tinggi. Pasalnya, orang lain mungkin tidak menyadari bahwa seseorang mengalami kondisi ini. Bahkan, pasien yang mengalami pun tidak jarang menyadari bahwa sebenarnya ia sedang dalam fase depresi.
Tidak hanya itu, pengidap smiling depression yang terlihat memiliki energi lebih dan tampak ceria di luar malah memiliki risiko bunuh diri yang tinggi. Dengan perasaan bahagia yang ditunjukkan, penderita mungkin saja bertindak impulsif dan malah termotivasi untuk melampiaskan rasa sedihnya tersebut tanpa diketahui oleh orang lain.
Apa Saja Gejala Smile Depression?
Gejala yang ditimbulkan dari pengidap smile depression sebenarnya tidak jauh berbeda dari depresi pada umumnya. Mereka cenderung akan merasa sedih, tidak bersemangat, kehilangan minat pada hal yang disukai, hingga hilangnya konsentrasi.
Hanya saja, perasaan tersebut berhasil mereka sembunyikan dengan rasa bahagia, senyuman, atau pun tawa yang yang ditunjukkan di depan orang banyak. Bahkan saat berada di tempat umum, para pengidap smiling depression cenderung lebih aktif, optimis, dan mampu menjalin hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya secara normal.
Melansir laman WebMD, seseorang yang mengalami senyuman depresi juga biasanya merasakan gejala fisik dan perubahan kebiasaan yang signifikan seperti:
- Sering sakit pungguh
- Merasa pusing berkepanjangan
- Tiba-tiba mengonsumsi alkohol, obat-obatan, hingga menjadi perokok aktif
- Merasa tidak memilki harga diri, cenderung menjauh dari lingkungan terdekat
- Perubahan nafsu makan dan jadwal tidur yang semakin tidak teratur
- Sering merasa lelah dan lesu esktrem, terlebih selepas berkegiatan dan sedang sendirian
Beberapa Faktor Pemicu
Smile depression bisa terjadi pada siapa saja. Selain itu, ada juga kondisi yang bisa memicu seseorang bisa mengidap senyuman depresi ini. Melansir WebMD dan HaloDoc, beberapa faktor pemicu tersebut di antaranya adalah:
- Adanya perubahan signifikan dalam kehidupan. Misalnya, kehilangan pekerjaan, kehilangan anak seperti keguguran maupun mengalami stillbirth, perceraian orangtua, dan sebagainya.
- Merasa tidak dicintai atau dikucilkan oleh lingkungan sekitar. Merasa kesepian dan adanya pergolakan batin.
- Terpapar oleh media sosial secara esktrem. Melihat bahwa kehidupan orang lain yang ditunjukkan di platform tersebut lebih baik darinya.
- Merasakan pengalaman traumatis seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan sebagainya.
- Penyalahgunaan obat-obatan maupun mengonsumsi alkohol dan kafein berlebihan dalam jumlah tinggi
Cara Mengatasi dan Langkah Pencegahan
Smile depression merupakan hal yang berisiko bagi kesehatan mental, tetapi bukan berarti kondisi ini tidak bisa diobati.
Kabar baiknya, senyuman depresi pada seseorang bisa diatasi dengan menemui ahli seperti psikiater dan psikolog. Dokter maupun terapis biasanya akan membantu dengan melakukan beberapa terapi dan pemberian obat antidepresan.
Namun, hal tersulitnya, penderita smiling depression perlu tahu dan sadar mengenai perasaannya. Bahwa ia sebenarnya sedang membutuhkan pertolongan di balik senyuman cerianya. Maka dari itu, sangat penting untuk para penderita untuk bersikap terbuka dan jujur dengan perasaan mereka.
Sementara itu, smile depression juga bisa dicegah sejak dini sebelum berkembang menjadi bentuk depresi yang lebih parah. Ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan agar tidak terjebak telalu dalam dari kondisi ini, yakni di antaranya:
- Jangan ragu untuk bercerita dan mengutarakan perasaan sesungguhnya pada orang-orang terdekat. Hindari perasaan bersalah dan takut merepotkan orang lain. Memilih diam dan menyembunyikan perasaan Anda sesungguhnya malah akan membuat beban mental semakin menumpuk.
- Kurangi screen time dan pergilah ke luar, sekadar berjalan-jalan atau pun bersepeda di sekitar lingkungan rumah.
- Apabila merasa kesepian, jangan ragu untuk menghubungi teman untuk bertemu dan menghabiskan waktu bersama atau pun sekadar mengobrol melalui telepon.
- Terapkan pola hidup sehat. Seperti mengonsumsi makanan bergizi, raji olahraga setidaknya 10-15 menit per hari, dan pastikan waktu istirahat cukup. Upayakan untuk tidak tidur larut jika memang tidak ada keperluan mendesak agar kualitas tidur tetap terjaga.
- Dengarkan musik atau pun lakukan aktivitas yang Anda sukai.
- Meditasi. Atau, bisa juga membaca kitab atau pun beribadah sesuai dengan agama masing-masing agar hati terasa lebih tenang.
- Jika merasa butuh pertolongan yang mendesak, tidak ada salahnya menghubungi ahli seperti psikolog maupun psikiater.
Kondisi senyuman depresi bisa dialami oleh siapa pun, termasuk kita sebagai orangtua. Agar smile depression tidak berkembang menjadi kondisi kesehatan yang berisiko, maka jangan ragu untuk jujur dan terbuka mengenai perasaan Anda, ya, Parents. Semoga bermanfaat!
***
Baca juga:
"Aku depresi pasca melahirkan, tapi tak menyadarinya…" curahan seorang ibu
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.