Mengenal Jenis Skrining untuk Kehamilan Berisiko Tinggi, Ini yang Perlu Bumil Lakukan

Memahami skrining ibu hamil risiko tinggi perlu dilakukan, terutama bagi Bunda yang memiliki kehamilan berisiko atau mempunyai penyakit bawaan.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Bagi Bunda memiliki kehamilan berisiko tinggi, Bunda mungkin memiliki pertanyaan. Apakah Bunda memerlukan perawatan prenatal khusus? Apakah bayi Bunda akan baik-baik saja? Serta apa saja pemeriksaan atau skrining ibu hamil risiko tinggi yang perlu dilakukan?

Terdapat beberapa skrining yang penting dilakukan, terutama jika Bunda memiliki kehamilan berisiko tinggi, atau bayi Anda mungkin berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan sebelum, selama, atau setelah melahirkan.

Hal ini tentu terkait dengan upaya menurunkan angka kematian ibu yang menjadi salah satu prioritas utama bidang kesehatan. Selain itu, skrining kehamilan penting dilakukan untuk dapat menentukan penanganan selanjutnya pada tiap ibu hamil. 

Sebelumnya, Parents, perlu juga memahami faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan berisiko tinggi, dan apa yang dapat Anda lakukan untuk merawat diri sendiri dan bayi Anda.

Artikel terkait: Panduan Menghitung Gerakan Janin Menggunakan Fitur Kick Counter theAsianparent

Faktor yang Berkontribusi pada Kehamilan Berisiko Tinggi

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fetomaternal RS Pondok Indah dr. Astrid Fransiska Padang, Sp. Og dalam acara Project Sidekicks Anniversary “Sadari Risiko Kehamilan dan Pentingnya Kesiapan Mental Ibu” yang diselenggarakan oleh theAsianparent menjelaskan terkait beberapa faktor yang termasuk pada kehamilan berisiko tinggi.

“Ibu dengan usia lebih dari 35 tahun, riwayat lifestyle seperti merokok dan alkohol, serta ibu dengan penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, hipertensi kronis adalah termasuk ibu hamil berisiko tinggi,” tutur dr. Astrid pada acara yang digelar Selasa (12/10/2021).

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Senada dengan keterangan dr. Astrid, laman kesehatan Mayo Clinic juga menjabarkan faktor yang berkontribusi pada kehamilan berisiko tinggi, berikut di antaranya:

  1. Usia ibu. Risiko kehamilan lebih tinggi untuk ibu yang lebih tua dari usia 35 tahun.
  2. Pilihan gaya hidup. Merokok, minum alkohol, dan menggunakan obat-obatan terlarang dapat membahayakan kehamilan. 
  3. Masalah kesehatan ibu. Tekanan darah tinggi, obesitas, diabetes, epilepsi, penyakit tiroid, gangguan jantung atau darah, asma yang tidak terkontrol, dan infeksi dapat meningkatkan risiko kehamilan.
  4. Komplikasi kehamilan. Berbagai komplikasi yang berkembang selama kehamilan dapat menimbulkan risiko. Contohnya termasuk posisi plasenta yang abnormal, pertumbuhan janin kurang dari persentil ke-10 untuk usia kehamilan (pembatasan pertumbuhan janin) dan sensitisasi rhesus (Rh) – kondisi yang berpotensi serius yang dapat terjadi ketika golongan darah Anda Rh negatif dan golongan darah bayi Anda adalah Rh positif.
  5. Kehamilan ganda. Risiko kehamilan lebih tinggi untuk wanita yang mengandung anak kembar.
  6. Riwayat kehamilan. Riwayat gangguan hipertensi terkait kehamilan, seperti preeklamsia, meningkatkan risiko Anda memiliki diagnosis ini selama kehamilan berikutnya. Jika Anda melahirkan prematur pada kehamilan terakhir Anda atau Anda memiliki beberapa kelahiran prematur, Anda berisiko lebih tinggi untuk melahirkan lebih awal pada kehamilan berikutnya. Bicaralah dengan penyedia layanan kesehatan Anda tentang riwayat kebidanan lengkap Anda.

Artikel terkait: Jangan salah! Keguguran dan stillbirth tidak sama, ini perbedaan dan cara mencegahnya

Kehamilan dengan Risiko Tinggi = Potensi Stillbirth Lebih Tinggi

Tahukah Parents, angka stillbirth atau kelahiran mati di negara Asia Tenggara masih cukup tinggi. Tercatat pada 2015, terdapat setidaknya ada 105.000 kematian bayi karena lahir mati, di mana sepertiga kasusnya sebenarnya masih bisa dicegah.

“Kehamilan dengan risiko tinggi tentu akan meningkatkan potensi stillbirth yang lebih tinggi,” ungkap dr. Astrid.

Untuk meningkatkan kesadaran seputar isu stillbirth ini, theAsianparent meluncurkan Project Sidekicks sejak Oktober 2020 lalu. Melalui konten, theAsianparent ikut mengedukasi para orang tua dan calon orang tua mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kondisi kehamilan dan dengan mengajak mereka mempromosikan kebiasaan yang sehat selama kehamilan untuk mengurangi risiko kehilangan, terutama pada trismester ketiga. 

Sebagai salah satu tindakan pencegahan, Parents perlu tahu pentingnya menjalani pemeriksaan atau skrining ibu hamil risiko tinggi, serta apa saja yang perlu dilakukan agar bumil tetap waspada memantau kondisi janin.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Untuk Bunda yang mempunyai risiko kesehatan, persiapan bahkan diperlukan sejak sebelum kehamilan. Berikut di antaranya:

  1. Jadwalkan janji temu prakonsepsi. Jika Anda berpikir untuk hamil, konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan Anda. Dokter mungkin menasihati Anda untuk mulai mengonsumsi vitamin prenatal setiap hari dengan asam folat dan mencapai berat badan yang sehat sebelum Anda hamil.
  2. Jika Anda memiliki kondisi medis dengan risiko tinggi, jenis perawatan Anda mungkin disesuaikan untuk persiapan kehamilan. Penyedia layanan kesehatan Anda mungkin juga mendiskusikan risiko Anda memiliki bayi dengan kondisi genetik. “Penderita diabetes perlu diskrining sebelum hamil,” tegas dr. Astrid.
  1. Carilah perawatan prenatal secara teratur. Konsultasi prenatal dapat membantu dokter kandungan Anda memantau kesehatan bumil dan kesehatan bayi Anda. Anda mungkin dirujuk ke spesialis kehamilan, genetika, pediatri atau bidang lainnya.
  2. Hindari zat berisiko. Jika Anda merokok, berhentilah. Alkohol dan obat-obatan terlarang juga sangat dilarang untuk dikonsumsi selama kehamilan. Bicaralah dengan penyedia layanan kesehatan Anda tentang obat atau suplemen yang Anda konsumsi sebelumnya.

Apa Saja Skrining Ibu Hamil Risiko Tinggi yang Perlu Dilakukan?

USG Fetomaternal

Dokter Astrid merekomendasikan USG Fetomaternal untuk ibu dengan kehamilan berisiko tinggi.

USG fetomaternal adalah pemerikaan ultrasonografi yang dilakukan oleh dokter spesial kebidanan dan kandungan konsultan fetomaternal pada ibu hamil.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

“Konsultan fetomaternal adalah pendidikan subspesialis yang mendalami masalah kehamilan dan kehamilan berisiko tinggi. Pemeriksaan USG ini bertujuan mencari tahu ada tidaknya kelainan pada janin,” jelasnya.

Dilansir Mayo Clinic, jenis USG ini menggunakan teknik pencitraan yang menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk menghasilkan gambar bayi di dalam rahim dan menargetkan masalah yang dicurigai, seperti perkembangan abnormal.

“Ini adalah skrining awal untuk tahu kelainan pada kromosom janin. Kelainan kromosom ini seperti kemungkinan down syndrom, dan sebagainya,” tambah dr Astrid.

Skrining DNA Bebas Sel Prenatal (cfDNA)

“Bukan hanya USG, namun juga diperlukan pemeriksaan darah (sebagai skrining ibu hamil risiko tinggi),” jelas dr. Astrid.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Pemeriksaan darah ini termasuk skrining DNA sel prenatal. Selama prosedur ini, DNA dari ibu dan janin diekstraksi. Dari sampel darah ibu dan DNA janin ini dapat diketahui kemungkinan peningkatan masalah kromosom tertentu.

Skrining Genetik Invasif

Penyedia layanan kesehatan Anda mungkin merekomendasikan amniosentesis atau chorionic villus sampling (CVS) untuk skrining ibu hamil risiko tinggi. Selama amniosentesis, sampel cairan yang mengelilingi dan melindungi bayi selama kehamilan (cairan ketuban) ditarik dari rahim.

Sebagaimana dikutip laman Mayo Clinic, skrining ini biasanya dilakukan setelah minggu ke-15 kehamilan, amniosentesis dapat mengidentifikasi kondisi genetik tertentu serta kelainan serius pada otak atau sumsum tulang belakang (cacat tabung saraf). Selama CVS, sampel sel dikeluarkan dari plasenta. Biasanya dilakukan antara minggu 10 dan 12 kehamilan, CVS dapat mengidentifikasi kondisi genetik tertentu.

Ultrasonografi untuk Panjang Serviks

Selain itu, skrining ibu hamil risiko tinggi lainnya adalah pengukuran panjang serviks. Dokter Anda mungkin menggunakan ultrasound untuk mengukur panjang serviks Anda untuk menentukan apakah Anda berisiko melahirkan prematur.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tes Laboratorium Lain untuk Skrining Ibu Hamil Risiko Tinggi

Tes lain untuk skrining ibu hamil risiko tinggi adalah menguji urin Anda untuk tahu ada tidaknya infeksi saluran kemih dan mengidentifikasi ada tidaknya penyakit menular seperti HIV dan sifilis.

Artikel terkait: Depresi pasca persalinan berbeda dengan baby blues, kenali perbedaannya di sini!

Apa Lagi yang Perlu Saya Ketahui tentang Skrining Ibu Hamil Risiko Tinggi?

Yang perlu diperhatikan adalah, bicaralah dengan penyedia layanan kesehatan Anda tentang bagaimana menjaga kondisi medis yang Anda alami selama kehamilan dan bagaimana menjaga kesehatan agar dapat melalui persalinan dengan baik.

Segera hubungi dokter jika Anda mengalami hal-hal berikut:

  • Pendarahan vagina atau keputihan encer
  • Sakit kepala parah
  • Nyeri atau kram di perut bagian bawah
  • Aktivitas janin menurun
  • Nyeri atau terbakar saat buang air kecil
  • Perubahan penglihatan, termasuk penglihatan kabur
  • Pembengkakan yang tiba-tiba atau parah di wajah, tangan, atau jari
  • Demam atau kedinginan
  • Muntah atau mual terus-menerus
  • Pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bayi Anda

Kehamilan berisiko tinggi mungkin mengalami pasang surut. Lakukan yang terbaik untuk tetap positif saat Anda mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan kehamilan yang sehat.

Dokter Astrid juga menekankan pentingnya pemeriksaan, khususnya skrining ibu hamil risiko tinggi.

“Skrining ini memudahkan Ibu dan keluarga untuk mengambil keputusan tindakan selanjutnya, jika ternyata hasil skriningnya tidak sesuai yang diharapkan,” kata dr. Astrid.

Meski demikian, keputusan untuk mengikuti tes skrining ini tetap bisa diputuskan Anda dan pasangan. Diskusikan risiko dan manfaatnya juga dengan dokter Anda.

 

Baca juga:

Agar kesehatan mental tetap terjaga, tanamkan 5 kebiasaan sederhana ini dalam keluarga

Memulihkan Mental Ibu Pasca Kehilangan Buah Hati, Ini Saran Psikater

Kehilangan Anak Pertama Akibat Stillbirth, Seorang Ibu: "Nggak Nyangka Itu Tendangan Terakhir Bayiku"