Bangun Komunitas Single Moms Indonesia, Maureen Hitipeuw: "Hargai Kami Selayaknya Perempuan Lain"

Hidup di tengah stigma negatif terhadap para ibu tunggal, Maureen Hitipeuw ungkap harapannya yang begitu sederhana.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, theAsiaparent ID memilih 20 Ibu sebagai Marvelous Asian Mums Awards 2021 . Sosok perempuan sekaligus ibu yang menginspirasi para perempuan lewat caranya masing-masing. Salah satunya Maureen Hitipeuw, sosok ibu tunggal di balik berdirinya Komunitas Single Moms Indonesia.

Pernah mendengar tentang komunitas Single Moms Indonesia (SMI)? Sebuah ‘rumah’ yang perlahan-lahan ia bangun untuk menguatkan, berjejaring, hingga memberdayakan diri para single moms.

Wawancara Eksklusif theAsianparent dengan Maureen Hitipeuw Pendiri Single Moms Indonesia

 

“Melihat single mom menemukan kekuatan dirinya sendiri dari dalam (inner strength) dan saat dipeluk erat oleh anak ABG saya merupakan kebahagian yang sangat tidak ternilai!”

Kalimat inilah yang meluncur dari bibir Maureen Hitipeuw saat tAp ID bertanya, apa definisi bahagia untuknya. 

Pepatah bijak mengatakan bahwa kebahagiaan bergantung pada diri kita sendiri, inilah yang selalu diusahakan oleh perempuan kelahiran 2 Maret ini. Sama seperti perempuan lainnya, Maureen mengakui memutuskan bercerai bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Setelah melewati pergolakan batin pemikiran yang matang, ia pun akhirnya berani melangkahkan kaki untuk berpisah.

Sulit. Namun Maureen bisa bertahan sampai saat ini. Bahkan ia pun mendirikan sebuah komunitas untuk para perempuan yang berstatus ibu tunggal.    

Jika Michelle Obama mengatakan “When they go low, we go high” dalam bukunya Becoming, kalimat ini seakan menjadi mantra bagi Maureen.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Saya dari dulu selalu kagum dengan Michelle Obama. Dia sempat di-bully netizen tapi dia selalu berkata. ‘When they go low, we go high’ itu juga saya copas buat kehidupan pribadi saya. Perempuan pintar, berkepribadian luar biasa,” paparnya. 

Di tengah kesibukannya, perempuan yang memiliki satu orang anak lelaki ini pun menceritakan perjalanan. membangun komunitas, dan harapannya agar masyarakat luas lebih bisa menerima ibu tunggal lebih baik lagi. Hal ini memang tidak terlepas masih banyaknya stigma negatif yang kerap ditempelkan untuk para ibu tunggal.

Hai, Mbak… ceritain sedikit, dong latar belakang hal apa menggerakan Mbak untuk membuat SMI hingga akhirnya ‘dilirik’ dan dapat support dari Facebook?

Berawal dari kebutuhan pribadi sebenarnya. Dulu sebelum saya pisah rumah lalu bercerai saya sudah mencari komunitas tapi tidak ketemu yang khusus untuk single mom. Saya resmi bercerai 2010 dan belum juga ketemu komunitas.

Tahun 2012 saya diundang ke acara launching buku antologi tentang single moms. Di event itu saya ketemu dan akhirnya kenalan dengan banyak single moms lain dan event-nya juga berakhir dengan sharing session. Setelah event itu, kerinduan untuk punya safe space semakin kencang tapi baru tahun 2014 saya akhirnya nekat dan berpikir, ‘ya sudah deh bikin aja sendiri’. 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Kebetulan latar belakang saya dulunya blogger, jadi di tanggal 8 September 2014 – malam hari – saya tanpa pikir panjang lagi langsung bikin Facebook Group, Facebook Page, akun Instagram, sampai beli domain untuk website.

‘Dilirik’ Facebook sebetulnya nggak sengaja. Waktu itu saya melihat postingan tentang pendaftaran untuk Facebook Community Leadership Program (FCLP). Dua hari sebelum deadline saya putuskan ‘ah coba ah’ ikutan. Sama sekali nggak pernah mimpi bisa lolos jadi 1 dari 115 Komunitas (dari 6000 lebih pendaftar seluruh dunia) yang terpilih dan dianggap sebagai komunitas yang membawa dampak positif. 

Artikel terkait: Diceraikan Saat Hamil, Ibu Ini Berjuang Menjadi Single Mom

Hidup di tengah masyarakat Indonesia, sebagai single mom, apa hal terberat yang paling dirasakan?

Kalau membahas hal terberat cukup beragam ya. Tapi dari cerita teman-teman di SMI masih banyak sekali stigma masyarakat yang sangat membuat ibu tunggal sebetulnya merasa makin terpuruk. Dianggap sebagai calon pelakor lah, padahal boro-boro mikirin jalan pintas.

Walaupun secara subyektif ya memang ada single moms yang memutuskan untuk ke arah sana, tapi ya siapa lah kita untuk menghakimi kan? 

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sejujurnya single mom itu lebih mikirin bagaimana bisa menghidupi anak-anaknya, bagaimana bisa healing daripada gimana jadi pelakor. Untuk menikah lagi juga nggak segampang itu prosesnya.

Bisa dibayangkan, sudah secara emosional single moms ini kondisinya di awal-awal biasanya drop, eh, harus ditambah dengan penghakiman masyarakat yang cenderung memojokkan. Padahal single mom nggak minta banyak, kok, tolong hargai dan hormati kami selayaknya perempuan lain saja. 

Jadi single mom memang nggak mudah, bahkan sepertinya di luar sana banyak sekali yang khawatir bahkan takut untuk bercerai. Padahal situasi pernikahan bisa dibilang sudah nggak sehat. Pengalaman atau fase seperti ini apakah memang akan dilewati para single mom sebelum ketuk palu memutuskan untuk berpisah dengan pasangan?

Pasti banyak yang ‘terjebak’ toxic marriage, ya tapi balik lagi kalau masyarakat masih terus menggaungkan stigma negatif ini maka akan semakin banyak perempuan yang memutuskan untuk bertahan walaupun rumah tangganya sudah tidak sehat, tidak bahagia bahkan berpotensi berbahaya bagi nyawanya hanya supaya tidak dianggap janda penggoda, janda genit.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tapi fase ini memang wajar kok, karena ini keputusan besar. Jadi biasanya memang butuh waktu dan proses untuk pengambilannya, saya juga mengalami itu sendiri. Sempat maju-mundur di awal, belum lagi banyak kekhawatiran juga ketakutan dengan pemikiran, ‘Apa aku sanggup?’ di awal-awal saat memutuskan berpisah.

Tapi ternyata saya bisa bertahan masuk tahun kesebelas, kok. Saya nggak mempromosikan perceraian, ya, SMI juga begitu. Tapi kami percaya perempuan berhak untuk bahagia. Jika perceraian adalah jalan keluar dari kondisi yang sudah tidak sehat lagi, kenapa tidak? 

Idealnya, sesama perempuan atau ibu kita kan bisa saling support, nyatanya kadang nggak begitu, perempuan justru bisa melontarkan komentar yang sangat pedas bahkan sampai menyakiti, bagaimana tanggapan Mbak Maureen terhadap hal ini?

Jujur sedih, seharusnya perempuan kan saling mendukung. Tapi budaya patriarki juga efek toxic masculinity sejak dulu perempuan selalu ditempatkan untuk ‘diadu’.

Lihat saja mulai dari melahirkan normal dan dengan Caesar, lalu pro-ASI dan formula, sleep training vs non-sleep training, working moms vs stay at home moms…banyak banget kan, yah.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Kenapa ini nggak ada di laki-laki? Saya sih berharapnya perempuan bisa saling mendukung. Karena kalau kita saling dukung justru kita punya kekuatan luar biasa untuk membawa perubahan baik.

Artikel terkait: Keren! Ini 10 Kelebihan dari Sosok Single Parent Menurut Psikolog

Menurut Mba, sebagai single mom, support apa yang sebenarnya dibutuhkan?

Yang dibutuhkan sebetulnya penerimaan (acceptance) dari masyarakat, tidak menghakimi apapun latar belakang kenapa seorang perempuan menjadi single mom. Jadilah sahabat yang baik terutama di masa-masa berat dalam proses healing single mom itu sendiri. 

Menjadi perempuan bukan sebuah pilihan, karena memang kita lahir kan nggak bisa memilih gender, ya. Namun sebagai ibu dan single mom ada yang merupakan sebuah pilihan. Setuju dengan hal ini nggak? Ada tidak hal yang membuat Mbak tidak pernah menyesal telah menjadi ibu dan memutuskan jadi single mom?

Single mom memang bisa jadi pilihan untuk beberapa kasus, tapi tidak bisa digeneralisasikan juga karena kan ada juga single moms karena pasangannya meninggal dunia – ini terkait dengan takdir.

Ada juga single mom by choice misalnya yang hamil di luar pernikahan tapi mereka memutuskan untuk tetap mempertahankan kehamilan dan membesarkan anaknya seorang diri.

Tapi pada dasarnya memang saya percaya hidup itu adalah pilihan, kok, dengan segala konsekuensi yang ‘tersedia’ dari pilihan-pilihan yang kita ambil. Kalau untuk saya pribadi, saya tidak ada penyesalan setitik pun karena menurut saya semua yang terjadi di dalam hidup saya punya tujuan dan pembelajarannya masing-masing.

Jadi Ibu di usia 29 tahun dulu dan sekarang punya anak ABG usia 14 tahun, hanya satu hal yang kadang bikin mellow… fakta bahwa mantan suami saya, ayahnya anak saya, sudah meninggal di tahun 2017.

Anak saya kehilangan ayahnya untuk selama-lamanya. Itu yang paling berat karena sampai kapan pun ‘kekosongan’ itu tidak akan bisa saya gantikan. Kalau jadi single mom-nya saya nggak menyesal karena justru hidup saya seperti diberikan kesempatan kedua setelah bercerai, saya bisa jadi diri saya yang sekarang ini ya karena dulu saya bercerai.   

Apa yang bisa Mbak Maureen Hitipeuw lakukan, untuk menjadi versi terbaik di masa sulit, baik di situasi pandemi COVID-19 lebih dari 1 tahun, termasuk peran Mbak sebagai single mom?

Bertahan dengan harapan (hope) juga banyak berdoa. Tetap bersyukur walaupun di masa pandemi ini semuanya rasanya terdampak tidak pandang bulu atau status.

Single moms sebetulnya sebelum pandemi juga sudah tangguh, lho, sudah terbiasa berjuang kadang harus jungkir balik hahaha. Jadi sebetulnya, mental ibu tunggal sudah teruji jauh sebelum masa-masa berat ini tapi memang pandemi ini menambah beban kami ya.

Saya baru saja dapat pekerjaan lagi setelah hampir setahun menganggur karena semua projects freelance saya batal efek samping dari COVID-19. Stresnya sudah sampai ubun-ubun sampai psikosomatis, saya jadi alergi. Tapi ya tetap harus bertahan, beruntung banget keluarga besar saya tetap mendukung dan menolong saya dan anak saya jadi kami bisa tetap survive.

Ini exclusive ya, aku nggak pernah share sebelumnya kalau selama pandemic ini aku terdampak banget sampai harus ‘pulang’ numpang ke rumah adikku karena jadi pengangguran aku nggak bisa perpanjang rumah kontrakanku sama anak yang sebelumnya kami tinggali.

Artikel terkait: Kisah Nyata: Menjadi Single Parent Bukanlah Nasib, Tetapi Pilihan Hidup

Menurut Mbak Maureen, skill apa yang sebaiknya perlu untuk dimiliki perempuan dan seorang ibu?

Empati! Sederhana tapi terkadang lupa untuk kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Empati ini juga harusnya untuk semua kalangan dan golongan ya, bukan hanya terhadap orang-orang yang ‘sejenis’ atau sepahaman dengan kita.

Justru kalau kita bisa berempati ke orang-orang yang menurut kita tidak sesuai dengan nilai-nilai pribadi yang kita anut itu tandanya kita sudah next level mindfulness.

Sebagai perempuan dan ibu, pencapaian terbesar apa yang sudah dirasakan/didapatkan seorang Maureen Hitipeuw?

Rasanya melihat anak bisa bahagia saja sudah pencapaian luar biasa buat saya. Walaupun anak saya tidak dibesarkan di keluarga yang menurut standar masyarakat sebagai keluarga normal, tapi melihat dia bisa bertumbuh besar dan tidak terdampak oleh perceraian orangtuanya saja saya sudah bangga banget.

Sebagai perempuan di saat melihat teman-teman di SMI saling mendukung, saling menguatkan dan bisa bangkit kembali berdaya sebagai single mom, rasanya bahagia banget.

 Apa definisi perempuan atau ibu yang hebat di mata Maureen Hitipeuw?

Perempuan/Ibu hebat itu adalah mereka yang bisa berdaya. Bisa berdiri tegar jadi dirinya sendiri, yang selalu mau mengembangkan dirinya (terus belajar). Walaupun ada momen-momen harus emosional (nangis misalnya!) ya nggak papa juga, tidak perlu malu untuk menjadi diri sendiri. That makes us human! 

Oh, ya, ada pesan yang ingin disampaikan untuk para single mom atau calon single mom?

Jangan lupa untuk selalu bersyukur apapun kondisi yang kita hadapi adalah kunci. Karena Alam Semesta dan Tuhan suka dengan orang-orang yang bersyukur. Percaya bahwa selalu ada tujuan baik dari Sang Khalik dibalik apapun yang tengah kita hadapi.

Selalu ada pembelajaran teramat berharga, mungkin sekarang kamu sedih dan terpuruk tapi itu nggak untuk selamanya, kamu akan baik-baik saja kok. Yuk, bangkit lagi ada anak-anak yang butuh Ibunya kuat dan bahagia, lho! 

****

Terima kasih Maureen Hitipeuw, semoga Komunitas Single Moms Indonesia bisa terus bertumbuh bersama seluruh anggotanya. 

Baca juga:

Kompak! Intip 11 Potret Artis Single Dad dan Anak-anaknya Ini Parents

id.theasianparent.com/instagram-gisel

Antara Full Time Mom dan Working Mom, Keduanya Punya Plus Minus

Penulis

Titin Hatma