Tidak sedikit orang bekerja keras tanpa mengenal lelah demi memenuhi kebutuhan hidup. Tak ayal, terkadang kita lupa waktu untuk bekerja dari pagi sampai sore hari, bahkan hingga lembur sampai malam. Namun, tahukah Parents, studi terbaru WHO mengatakan bahwa jam kerja yang panjang bisa meningkatkan risiko kematian.
Melansir dari situs CNN Indonesia, hal itu ditemukan dalam laporan teranyar kerja sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Buruh Sedunia (ILO). Studi yang telah menjalani proses peer-review ini diklaim sebagai analisis global pertama yang memantau dampak bekerja terlalu lama terhadap kesehatan.
WHO mengatakan, bekerja dengan jam kerja yang panjang sudah membunuh ratusan ribu orang setiap tahun. Ini menjadi tren buruk yang mungkin semakin meningkat akibat pandemi COVID-19.
Jam kerja yang Panjang Meningkatkan Risiko Penyakit Jantung dan Stroke
Melansir dari liputan 6, berdasarkan analisis WHO dan ILO yang diterbitkan di Environment International pada 17 Mei 2021 lalu, pada 2016, 398.000 orang meninggal karena stroke dan 347.000 karena penyakit jantung akibat bekerja setidaknya 55 jam per minggu.
Antara tahun 2000 dan 2016, jumlah kematian akibat penyakit jantung akibat jam kerja yang panjang meningkat sebesar 42%, dan akibat stroke sebesar 19%.
Studi tersebut menyimpulkan bahwa bekerja 55 jam atau lebih per minggu dikaitkan dengan perkiraan risiko stroke 35% lebih tinggi dan risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik 17% lebih tinggi, dibandingkan bekerja 35-40 jam seminggu.
“Bekerja 55 jam atau lebih per minggu adalah bahaya kesehatan yang serius,” ujar Dr Maria Neira, Direktur, Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan, di Organisasi Kesehatan Dunia.
Artikel terkait: Mengenal Karoshi, Fenomena Bekerja Berlebihan dan Tanpa Cuti Sampai Meninggal
Banyak Terjadi pada Pekerja di Asia Tenggara
Studi juga menunjukkan bahwa orang yang tinggal di Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat – wilayah yang ditentukan WHO yang mencakup China, Jepang dan Australia – adalah yang paling terpengaruh.
Selain itu, beban penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan ini sangat signifikan pada pria di mana 72% kematian terjadi pada pria. Sebagian besar kematian yang tercatat terjadi pada orang yang meninggal pada usia 60-79 tahun, yang telah bekerja selama 55 jam atau lebih per minggu antara usia 45 dan 74 tahun.
Artikel terkait: 10 Negara dengan Jam Kerja Terpanjang di Dunia
Adanya Tren Teleworking yang Meningkat Selama Pandemi
Di masa pandemi, cara kerja di seluruh dunia berubah, bukan hanya tempat bekerja, tapi juga durasi bekerja. Kini, jumlah orang yang bekerja dengan jam kerja yang panjang terus meningkat. Saat ini mencapai 9% dari total populasi secara global. Tren ini menempatkan lebih banyak orang pada risiko gangguan kesehatan terkait pekerjaan dan kematian dini.
Analisis baru muncul saat pandemi COVID-19 menyoroti pengelolaan jam kerja. Ini menyimpulkan bahwa pandemi mempercepat perkembangan yang dapat mendorong tren peningkatan waktu kerja.
“Pandemi COVID-19 telah mengubah cara kerja banyak orang secara signifikan,” kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO.
“Teleworking (bekerja dari jauh) telah menjadi sesuatu yang wajar di banyak industri, namun sering kali mengaburkan batasan antara rumah dan pekerjaan. Selain itu, banyak bisnis terpaksa mengurangi atau menghentikan sumber daya manusianya untuk menghemat pengeluaran. Hal itu membuat orang-orang yang masih bekerja akan mendapatkan beban kerja yang lebih besar, ” tambahnya.
Artikel terkait: Penelitian : Jam kerja orangtua memengaruhi tumbuh kembang anak, ini solusinya
Risiko Jam Kerja Panjang, Ini Kata WHO
WHO pun merekomendasikan agar pemerintah memperkenalkan, menerapkan dan menegakkan hukum. Dibuatnya peraturan dan kebijakan yang melarang lembur wajib, dan memastikan batas maksimum waktu kerja. Lalu menyarankan agar karyawan dapat berbagi jam kerja untuk memastikan bahwa jumlah jam kerja tidak naik di atas 55 atau lebih per minggu.
***
Demikian informasi terkait dengan studi WHO tentang risiko jam kerja yang panjang bagi kesehatan. Dengan adanya studi ini diharapkan kita lebih aware dengan lamanya jam kerja serta diharapkan akhir pekan dapat selalu terlewati dengan baik dan perasaan yang bahagia.
Baca juga:
https://id.theasianparent.com/cara-mencuci-baju-pasien-covid
https://id.theasianparent.com/pola-tidur
https://id.theasianparent.com/lingkungan-kerja-mendukung-pengasuhan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.