Belakangan isu childfree memang sedang banyak diperbicangkan dan jadi sorotan. Semua memiliki pandangan dan pendapat sesuai sediri. Bebas saja, tapi buat saya pribadi daripada membahas masalah itu akan lebih penting jika kita belajar bagaimana persiapan memiliki anak.
Artikel Terkait: “Saya Merasa Akan Lebih Bahagia Jika Tidak Punya Anak,” Pengakuan Seorang Ibu
Persiapan Memiliki Anak
1. Kesehatan jadi Persiapan Memiliki Anak Paling Utama
Sebelum memutuskan hamil, lebih baik konsultasi terlebih dahulu pada dokter. Apakah kondisinya memungkinkan untuk hamil, apakah tidak ada penyakit tertentu. Jika ada, apakah bisa bersamaan dengan hamil, atau lebih baik disembuhkan terlebih dahulu.
Hamil bukanlah perkara mudah, bila ada yang hamil dengan nyaman itu alhamdulillah. Tapi jangan salah, banyak tantangan yang sudah menanti bahkan tidak sedikit yang mengalami kesakitan saat hamil.
Salah satunya hiperemesis gravidarum, yaitu kondisi tubuh ibu yang sangat lemah dengan morning sickness yang sangat parah. Hal ini membuat ibu bisa muntah terus-menerus, bahkan air putih pun dimuntahkan. Ini bukan kemauan ibu, melainkan penyakit tersebut yang membuat makanan terus keluar. Biasanya berujung pada dehidrasi dan harus diinfus.
Ada pula yang memang kondisi ibu dan kandungannya lemah, akibatnya ibu akan lebih serin merasakan sakit jika kelelahan. Teman saya yang berusia 27 tahun baru saja meninggal karena pendarahan. Sebelumnya kondisi kehamilannya memang sangat lemah.
Melahirkan juga tak kalah berat. Tentu saja ada yang melahirkan dengan mudah, namun banyak juga ibu yang meninggal saat melahirkan.
Selain itu kondisi fisik ibu ada yang kuat dan lemah. Ada yang setelah melahirkan mengalami sakit tertentu. Ada yang proses melahirkannya sangat sulit, mulai dari tak ada kontraksi, tak ada pembukaan, ketuban pecah, sungsang, atau tali pusar yang melilit. Hal ini adalah proses melelahkan yang begitu berpengaruh pada kondisi ibu. Tak heran banyak yang mengalami trauma setelah melahirkan.
Setelah melahirkan pun, kondisi ibu harus terus diperhatikan. Ibu akan mengalami perubahan pola hidup mulai dari menyusui, mengganti popok, memandikan, begadang, juga tugas-tugas dalam rumah. Seorang ibu tidak boleh kelelahan karena akan berdampak pada ASI yang dihasilkan.
Maka peran ayah sangat penting di sini. Ia bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan ibu. Mengasuh anak agar ibu bisa istirahat, bergantian memasak atau membelikan makanan, mencuci, membersihkan rumah, dll.
2. Kesiapan Psikis
Hamil memang lebih baik direncanakan, maksudnya kedua pasangan sama-sama sepakat untuk memiliki anak. Meski sudah menikah, bukan berarti pasangan sudah siap memiliki anak. Menikah dan memiliki anak itu adalah dua hal yang berbeda.
Kehamilan yang tidak direncanakan bisa memicu stress pada suami istri, tapi khususnya pada istri karena ia yang hamil. Hormonnya berubah, tubuhnya berubah, pola hidup dan kebiasaan harus berubah. Belum lagi jika sakit parah, maka tubuhnya pun mengalami perubahan dan kesakitan yang berlebih. Ia harus adaptasi, sembari mengalami hal-hal yang menyakitkan.
Maka kondisi mental seorang ibu harus diperhatikan, apakah ia siap betul untuk menerima perubahan tubuh, kebiasaan, dan penyakit penyerta?
Setelah hamil maka yang perlu dipersiapkan adalah melahirkan. Apakah seorang ibu benar-benar siap melahirkan? Jika prosesnya menyakitkan, biasanya akan memberikan trauma bagi ibu, maka hal ini juga harus dijaga dan diperhatikan.
Artikel Terkait: Persiapan Sebelum Punya Anak, 11 Hal Ini Harus Disepakati Suami Istri
Setelah melahirkan, banyak ibu mengalami depresi. Hal ini karena perubahan pola hidup yang semula hidupnya adalah miliknya, kini hidupnya menjadi milik anaknya.
Bahkan untuk ke kamar mandi saja seorang ibu harus sangat kepayahan. Karena memiliki anak maka interaksi dengan orang lain juga berkurang. Ibu sudah sangat disibukkan dengan urusan anak dan rumah. Hal ini membuat ibu sangat stress.
Ia juga tak mudah untuk shalat, mandi, tidur, dan makan. Yang semula bisa makan dan mandi dengan nyaman, kini harus cepat-cepat. Yang semula bisa bekerja, harus memilih. Yang semula bisa melakukan apa pun yang diinginkan, kini kehidupannya harus diserahkan untuk anak.
Tentu kondisi mental ibu sangat terganggu dan harus dijaga. Ibu harus diapresiasi dan diberi ruang. Misalnya dengan me time atau diberi ruang untuk mengaktualisasikan dirinya.
3. Spiritual
Faktanya memiliki anak bukanlah perkara mudah, maka konsidi spiritual juga harus disiapkan. Apakah kehadiran anak ini membuat kita lebih dekat kepada Tuhan dan banyak bersyukur, atau malah membuat kita tersiksa?
Memiliki anak berarti juga mengurangi ritual ibadah kita. Yang semula bisa shalat sunnah, kita tak bisa. Yang semula shalat tepat waktu, kini tak bisa. Yang semula bisa tadarus, ikut kajian, membaca doa dan amalan, puasa, kini tak bisa.
Namun spiritualitas dalam memiliki anak bukanlah ritual ibadah. Kini spiritualitas terletak pada bagaimana kita mengasuh dan mendidik anak. Karena selain hubungan dengan Tuhan, kita juga harus membangun hubungan dengan manusia, dalam hal ini anak. Bagaimana spiritualitas bisa tercapai, tergantung bagaimana kita bersikap pada anak kita. Seberapa besar pendidikan dan pengasuhan serta dedikasi kita untuk anak kita.
Bukan hanya fisik dan mental, tapi spiritual juga harus kita siapkan. Kita harus siap untuk mengesampingkan ritual ibadah yang bersifat sunnah untuk kepentingan anak. Kita juga harus siap menerima segala ketentuan dari Tuhan dan mensyukuri setiap hal yang diberikan.
Meski memiliki anak akan menambah spiritualitas kita, bukan berarti yang tidak memiliki anak tidak bisa mencapai spirtualitas. Hal ini karena kondisi fisik dan mental tiap orang berbeda. Ada yang justru baby blues dan mengalami depresi, bahkan ada yang masuk RSJ karena depresi yang tidak ditangani dengan benar.
Akibatnya ukuran spiritualitas tak bisa diukur dengan memiliki anak atau tidak. Gangguan kesehatan mental justru malah membuat kita tak bisa melakukan upaya-upaya untuk mencapai spiritualitas.
4. Persiapan Memiliki Anak, Jangan Lupakan Pendidikan dan Pengasuhan
Artikel Terkait: Kenali Intuitive Parenting, Pola Asuh yang Bikin Orangtua Lebih Peka kepada Anak
Pendidikan dan pengasuhan yang sering kita sebut dengan parenting adalah hal yang harus kita siapkan. Pendidikan dan pengasuhan adalah kebutuhan non material yang wajib dipenuhi. Memberi kasih sayang, perhatian, mendidik tanpa memberikan luka dan trauma, mendengarkan seluruh perasaanya. Mendidik dan mengasuh adalah hal yang paling berat, karena jika salah, tak ada kesempatan untuk mengulangnya.
Kita perlu belajar parenting dan psikologi anak untuk bisa memberikan yang terbaik bagi anak kita. Kita perlu mengajarkan kebenaran, dan bagaimana memilih hal-hal yang benar. Kesalahan pada pengasuhan bisa memberikan dampak fisik maupun mental. Perkembangan otak terganggu hingga masalah mental.
Pendidikan dan pengasuhan tak ada hentinya dan tak ada istirahatnya, kita perlu melakukannya hingga ia dewasa. Maka hal ini memang sangat melelahkan namun membahagiakan. Maka dari itu kita perlu mempersiapkannya dengan baik.
Baca Juga:
Ibu yang Mempunyai Gangguan Mental Tetap Bisa Punya Anak, Asal …
11 Cara Membuat Anak Setelah Menikah yang Bisa Dicoba
Melakukan program hamil saat pandemi Corona, amankah?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.