“Dokter, anak saya tidak perlu mendapat perawatan paliatif. Kami sekeluarga sudah memutuskan anak kami jangan di-paliatifkan.”
“Dok, jika anak saya mendapatkan perawatan paliatif apakah tandanya anak saya akan meninggal dalam waktu dekat?”
Pertanyaan atau tanggapan inilah yang kerap muncul saat dokter mengatakan bahwa pasien membutuhkan perawatan paliatif. Pertanyaannya selanjutnya, apakah seseorang atau pasien yang membutuhkan perawatan ini artinya memang sudah berada di ujung maut? Seberapa penting pertawatan ini diperlukan?
Apa yang Dimaksud dengan Perawatan Paliatif?
Dr. Fitri Primacakti Wiharta, Staf Divisi Hematologi Onkologi Anak dan Anggota Paliatif Care dari RSCM menjelaskan apa yang dimaksud dengan pelayanan paliatif dan mengapa penting dilakukan bagi beberapa anak yang menderita kanker.
Menurut WHO, paliatif merupakan suatu pendekatan menyeluruh untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi isu yang berkaitan dengan penyakit kronis atau mengancam nyawa.
Tindakan perawatan ini dilakukan melalui pengenalan, pencegahan, dan pembebasan penderitaan dari dan mengatasi masalah seperti nyeri, fisik, psikososial, dan spiritual. Itulah mengapa perawatan paliatif sangat penting dilakukan.
Sayangnya, kondisi yang terjadi di lapangan justru berbanding terbalik di mana tidak sedikit orang tua yang menolak untuk melakukan perawatan ini.
Artikel Terkait: 15 Gejala Kanker pada Anak yang Sering Dianggap Sepele
Hal ini disampaikan Dr. Anky Tri Rini Kusumaning Edhy SpA(K) dari RS Kanker Dharmais. Dalam sesi webinar yang belum lama ini dilangsungkan. Dr. Anky mengatakan, selama ini masih banyak orang tua anak penderita kanker yang mengganggap bahwa saat mendapatkan perawatan paliatif maka anaknya tidak akan diobati karena tidak bisa disembuhkan.
Padahal tidak demikian. Ia menjelaskan, dengan perawatan paliatif, bukan berarti dokter menyerah untuk mengobati pasien, namun memberikan perawatan yang terbaik agar kualitas hidupnya lebih baik.
Sebaliknya, pelayanan paliatif pada pasien justru tidak hanya memberikan pendekatan medis, tetapi membebaskan pasien dari rasa nyeri atau gejala lainnya. Atau melihat hal lain yang bisa memengaruhi pengobatan.
Untuk itulah mengapa pentingnya dilakukan komunikasi dua arah antara tenaga medis, pasien dan keluarganya yang tengah berduka. Tidak bisa dipungkiri kalau semua anak dan orang tua pasti melewati tahap-tahap berduka saat anak divonis kanker.
Ada orang tua yang menolak anaknya divonis kanker, tetapi ada yang langsung menerima. Pada pasien yang sudah bisa menerima sejak awal, pelayanan paliatif lebih mudah diberikan sejak awal.
Perawatan Paliatif Diberikan Sejak Dini
Faktanya, saat ini pelayanan paliatif tidak hanya untuk pasien kanker dengan penyakit yang sudah mendekatif final (end of life). Sebab, hampir semua penyakit kronis bahkan kelainan kongenital pada bayi membutuhkan pelayanan paliatif. Sementara untuk penyakit kanker hanya sebagian kecil pasien yang membutuhkan pelayanan paliatif (5%).
Dulu, model perawatan paliatif ini memang diberikan setelah pengobatan kuratif tidak berhasil. Namun saat ini kondisinya sudah berubah, di mana paliatif diberikan sejak awal diagnosis, jadi bersamaan dengan pengobatan kuratif.
Sampai pada suatu titik jika kuratif tidak lagi memberikan respon, maka pengobatan diambil alih dengan paliatif sampai pasien meninggal. Perawatan paliatif ini terdiri dan dilakukan lewat beberapa pendekatan, baik fisik, psikososial, dan spiritual.
Dr. Fitri Primacakti menambahkan, saat mendapat diagnosis penyakit berat, termasuk kanker, baik pasien atau keluarga pasien dalam hal ini orang tua bisa mengalami berbagai perubahan emosi.
Umumnya pasien akan merasakan beberapa keluhan, seperti:
- Merasa khawatir dengan masa depan
- Merasakan nyeri
- Sulit tidur
- Mual muntah
- Tidak bisa BAB
- Takut menghadapi kematian.
Tak hanya pasien, pada keluarga juga akan merasakan hal serupa. Selain merasa khawatir dengan masa depan anak, orang tua juga was-was dan mempertanyakan apakah anaknya bisa sembuh dan hidup normal seperti sedia kala.
Kondisi di atas inilah yang menyebabkan pelayanan palitif dibutuhkan. Karena tidak hanya memberikan pendekatan medis, tetapi membebaskan pasien dari rasa nyeri atau gejala lainnya. Atau melihat hal lain yang bisa memengaruhi pengobatan.
“Pelayanan paliatif penting karena kita akan memerhatikan semua aspek dari manusia, dari keluhan fisik karena efek samping radiasi dan kemoterapi, mengendalikan keluhan psikologis, hingga pendekatan spiritual yang bisa membantu,” jelas dr. Prima.
Pentingnya Dukungan Psikososial pada Anak dengan Kanker
Artikel Terkait: “Kanker pada anak memengaruhi seluruh anggota keluarga,” tutur seorang ibu
Hal yang tak kalah penting dan ada di dalam perawatan paliatif adalah memberikan dukungan psikososial pada pasien dan keluarga.
Dijelaskan Dr. Fransiska Kaligis SpKJ(K), spesialis psikiater anak dan remaja dari FKUI bahwa dukungan ini diperlukan untuk membantu pasien dan keluarga menghadapi stres karena masalah yang tengah mereka hadapi.
Dr. Fransiska juga menerangkan kondisi stres dan cara setiap individu menghadapi masalah yang sedang dihadapi akan berbeda, tergantung dengan usia dan perkembangan emosinya.
Usia Balita
Pada pasien batita yang menderita kanker, stres akan muncul karena adanya gangguan rasa nyaman karena sulit makan, yang membuat mereka sangat rewel dan terus menangis.
Usia Pra Sekolah
Rasa cemas, frustrasi hingga berujung stres pada anak usia pra sekolah umumnya dikarena mereka pada sedang tahap sense of personal control, keinginan untuk bisa makan sendiri atau ke toilet sendiri. Saat ini terganggu, maka anak akan merasa frustrasi.
Usia Sekolah dan Remaja
Berbeda dengan usia sebelumnya, anak-anak yang lebih besar, masa sekolah dan remaja, saat merasa sakit dan sulit terhubung dengan teman-teman sebayanya bisa memunculkan perasaan inferior, frustrasi, dan rasa tidak berdaya atau terisolir dari teman-temannya.
“Penting untuk mengusahakan anak tetap terhubung dengan teman-temannya agar mereka tetap gembira, meskipun mereka lebih sering tidak bisa datang ke sekolah karena penyakitnya. Agar anak terhindar dari stres, usahakan menormalisasi kegiatannya, misalnya dengan tetap mengikutitsertakannya dalam pelajaran, atau kegiatan yang bisa dilakukan sebelum sakit, ” jelas dr. Fransiska.
Dengan memberikan semua dukungan, termasuk emosi dan spiritual, tentu saja akan membuat anak tetap positif dan menerima kondisinya.
***
Itulah ulasan mengenai perawatan paliatif, semoga bermanfaat.
Baca Juga:
Waspada Retinoblastoma, Kanker 'Mata Kucing' Pada Anak
11 Gejala Kanker Limfoma, Kanker Langka yang Dialami Ari Lasso
Sulit Dideteksi, Ini Upaya Pencegahan Terjadinya Kanker Ovarium
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.