Lepra atau penyakit kusta adalah infeksi kronis bakteri Mycobacterium leprae yang menyebabkan kelainan pada kulit dan saraf-saraf tepi. Penyakit kulit ini juga dikenal dengan sebutan morbus Hansen, karena ditemukan oleh Gerhard Hansen, seorang dokter asal Norwegia.
Bentuk dan lokasi kelainan pada lepra bergantung pada respon kekebalan tubuh seseorang terhadap infeksi. Penyakit ini dapat mengenai saraf, kulit, mata, dan lapisan dinding hidung (mukosa).
Faktanya, lepra paling banyak ditemukan di negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Tak mengherankan jika Indonesia termasuk masuk urutan kedua dari lima negara dengan kasus lepra terbanyak di dunia. Mulai dari India, Myanmar, Brasil, dan Nigeria.
Penyakit ini sebenarnya bisa mengenai siapa saja, namun paling sering didapat pada dua kelompok usia 10-14 tahun dan 35-44 tahun.
Di masa lalu, penderita lepra kerap dijauhi dan ditakuti karena dianggap sangat menular. Akan tetapi, bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa penyakit ini sebetulnya sulit menular dan ada pengobatan yang efektif.
Melalui deteksi dini dan pengobatan, penyakit ini dapat disembuhkan. Namun bila dibiarkan, kerusakan saraf yang terjadi dapat menyebabkan kelumpuhan dan perubahan bentuk anggota tubuh serta kebutaan.
Penyebab Lepra
Penyakit lepra disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, yang masih ada hubungannya dengan bakteri penyebab infeksi tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis, dan Mycobacterium ulcerans. Bakteri ini lebih mudah berkembang biak di suhu yang sejuk, oleh sebab itu mengenai kulit dan saraf-saraf di permukaannya.
Bakteri penyebab penyakit ini juga tumbuh sangat lambat sehingga periode inkubasinya panjang. Penderita lepra umumnya baru bergejala bertahun-tahun kemudian setelah terinfeksi. Rata-rata, sekitar 5 tahun, dengan kisaran 6 bulan sampai 20 tahun hingga muncul gejala.
Belum diketahui dengan jelas bagaimana penyakit lepra menular dari satu individu ke individu lainnya. Para pakar berpendapat bahwa penularan bisa terjadi ketika individu sehat menghirup droplet saluran napas yang dikeluarkan penderita lepra kala batuk atau bersin.
Sekitar 80 persen penderita memiliki riwayat kontak erat lama (berbulan-bulan) dengan seseorang yang menderita lepra namun tidak diobati. Namun pada banyak kasus, sumber infeksi penyakit kulit yang satu ini sulit ditelusuri oleh karena bakteri penyebabnya tumbuh lambat dan butuh waktu lama hingga menimbulkan gejala.
Penting untuk dipahami, penyakit ini sebenarnya tidak menular melalui kontak fisik seperti berjabat tangan atau berpelukan serta duduk berdampingan. Termasuk tidak ada penularan dari ibu ke janin saat hamil dan melalui hubungan intim.
Faktor Risiko Lepra
Risiko mengalami lepra sebetulnya sangat rendah. Sebagian besar individu yang terpapar bakteri penyebab lepra memiliki kekebalan alami terhadap penyakit sehingga tidak bergejala.
Akan tetapi, risiko terinfeksi lebih besar bila individu tinggal di negara-negara endemis lepra berikut sesuai laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO):
- Afrika: Kongo, Etiopia, Madagaskar, Mozambik, Nigeria, Tanzania.
- Asia: Bangladesh, India, Indonesia, Myanmar, Nepal, Filipina, Sri Lanka
- Amerika: Brasil
Individu juga lebih berisiko bila melakukan kontak erat dalam waktu lama (berbulan-bulan) dengan penderita yang tidak diobati.
Gejala yang Perlu Diwaspadai
Gejala yang paling sering dijumpai pada kulit, saraf, dan membran mukosa, yakni area yang lembut dan lembap pada lubang-lubang tubuh.
Kelainan pada kulit dapat berupa:
- Bercak kulit yang berubah warna, umumnya rata, bisa terdapat mati rasa dan tampak pudar (lebih terang dari kulit di sekitarnya).
- Pertumbuhan nodul (benjolan) pada kulit.
- Kulit menebal, kaku, atau kering.
- Muncul luka dalam (ulkus) yang tidak nyeri di telapak kaki.
- Benjolan atau pembengkakan yang tidak nyeri pada wajah atau daun telinga.
- Hilangnya alis atau bulu mata.
Bentuk kelainan kulit bervariasi tiap individu dan ini bergantung pada respon kekebalan tubuh terhadap Mycobacterium leprae.
Gejala akibat kerusakan saraf dapat berupa:
- Mati rasa di area-area kulit yang mengalami kelainan. Ini umumnya menjadi gejala pertama yang disadari. Sensasi terhadap suhu adalah yang pertama kali hilang, diikuti oleh hilangnya sensasi terhadap sentuhan ringan, nyeri, dan tekanan dalam.
- Kelemahan otot atau kelumpuhan pada tangan dan kaki khususnya.
- Pembesaran saraf, terutama di sekitar siku lengan, lutut, dan kedua sisi leher.
- Jari-jari tangan dan kaki memendek dan mengalami deformitas (berubah bentuk).
- Luka kronis yang tak kunjung sembuh pada telapak kaki.
- Cacat dan deformitas hidung.
- Kebutaan.
Gejala akibat kelainan pada membran mukosa dapat berupa hidung tersumbat hingga mimisan.
Diagnosis
Penyakit lepra dapat dikenali dari kelainan kulit yang tampak. Untuk mengonfirmasi diagnosis, diperlukan salah satu dari pemeriksaan berikut:
- Kerokan jaringan kulit dari kulit daun telinga, dahi, atau pada area yang mengalami kelainan. Sampel jaringan kulit kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pewarnaan khusus (basil tahan asam).
- Tes lepromin, yakni pemeriksaan intradermal (di dalam kulit) untuk menemukan antigen Mycobaterium leprae.
- Biopsi kulit.
- Pemeriksaan PCR DNA Mycobacterium leprae. Pemeriksaan ini sangat spesifik untuk mendeteksi bakteri penyebab lepra.
Cara Mengobati Lepra
Pengobatan lepra bertujuan untuk menghentikan infeksi aktif serta meminimalkan komplikasi dan deformitas. Bila sudah terjadi kecacatan fisik, penderita mungkin perlu menjalani pembedahan rekonstruksi agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
Di negara-negara endemis, lepra diobati dengan regimen multi-drug therapy sesuai rekomendasi WHO. Biasanya, digunakan kombinasi 2 sampai 3 antibiotik (dapsone, rifampicin, clofazimine) pada satu waktu. Jenis obat yang dikombinasi, tergantung pada bentuk kelainan lepra yang timbul.
Strategi ini membantu mencegah kemunculan resistensi antibiotik pada bakteri penyebab, yang dapat terjadi karena durasi pengobatan yang lama, yakni antara 1-2 tahun. Penderita lepra tidak lagi menular segera setelah memulai pengobatan.
Beberapa hal berikut perlu diperhatikan pada penderita lepra yang menjalani pengobatan:
- Selalu berhati-hati untuk mencegah cedera seperti luka bakar, teriris, atau yang lainnya, yang mungkin terjadi karena kulit mengalami mati rasa.
- Minum antibiotik sampai dokter menyatakan bahwa pengobatan telah selesai. Bila berhenti lebih awal, bakteri dapat berkembang biak dan menginfeksi kembali.
- Beritahu dokter apabila bercak kulit menjadi merah dan nyeri, saraf membengkak atau nyeri, atau mengalami demam. Gejala-gejala ini dapat merupakan komplikasi penyakit lepra, yang membutuhkan pengobatan lebih intensif dengan antiradang.
Meski antibiotik dapat membunuh bakteri penyebab lepra, menyembuhkan penyakit dan mencegahnya bertambah berat, pengobatan ini tidak dapat mengembalikan kerusakan saraf atau cacat fisik yang telah terjadi.
Oleh sebab itu, bila Anda atau anggota keluarga ada yang mengalami penyakit lepra, jangan tunda untuk mencari pengobatan. Penyakit lepra bisa sembuh dan tidak menimbulkan kecacatan apapun bila didiagnosis dan diobati sedini mungkin. Di samping itu, individu dengan penyakit lepra juga dapat terus aktif dan produktif selama dan setelah pengobatan.
Baca Juga:
Sangat Menular! Ini 4 Kurap Jenis Kurap yang Bisa Dialami Siapa Saja
Tiba-Tiba Mati Rasa? Ini Penyebab dan Cara Mengatasinya
Hati-hati! 7 Hal Ini Bisa Picu Sakit Pinggang Sebelah Kiri, Kapan Harus Waspada?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.