Bagi seorang ibu, pengalaman melahirkan tentu saja jadi catatan bersejarah bagi hidupnya. Memiliki kenangan yang tidak akan dilupakan seumur hidup. Tak terkecuali bagi perempuan ini, di mana dirinya memang mengalami kondisi yang spesial.
Pengalaman melahirkan yang tak terlupakan
Pengalaman melahirkan merupakan salah satu hal yang menakjubkan bagiku. Sebagai penyandang polio, tentu kondisi ini sangat berat, namun aku menjalaninya dengan rasa bahagia yang sulit untuk dilukiskan.
Menjalani kehamilan dengan kondisi kaki tak sempurna membutuhkan perjuangan tersendiri. Untuk memeriksakan diri, aku harus mencari dokter yang biasa menangani pasien disabilitas.
Selain itu, bertambahnya berat badan membuatku kesulitan menjaga keseimbangan tubuh. Akibatnya aku kerap terjatuh ketika melakukan aktivitas sehari-hari.
Kondisi seperti ini tentu saja membahayakan keselamatan bayi yang tengah kukandung. Dokter menyarankan agar aku menggunakan kursi roda, dan menyimpan kedua kruk yang selama ini menyangga tubuhku.
Berbeda dengan ibu-ibu hamil lainnya yang tetap bisa bergerak bebas dengan perut yang besar, aku menjalani kehamilan anak pertamaku ini di atas kursi roda.
Aku bersyukur, kehamilan ini berjalan lancar tanpa masalah hingga tiba saat melahirkan.
Aku ingin menjalani proses melahirkan secara normal dan merasakan sensasi luar biasa saat melahirkan buah hati. Jadi, meskipun dokter pertama kali mengatakan kecil sekali kemungkinannya, namun aku tetap ingin melahirkan secara normal.
Untuk mendukung keinginanku, dokter melakukan pemeriksaan panggul untuk melihat kemungkinan yang mendukung keinginanku.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, dokter mengatakan lebar panggulku hanya 8,5 cm. Sedangkan untuk melahirkan normal, idealnya ukuran panggul 9 cm.
Selisih ½ cm ini tidak menyurutkan keinginanku, sehingga dokter pun tetap mengupayakan kelahiran normal. Namun sayangnya, keinginan itu pupus dan aku harus menjalani operasi.
Pengalaman melahirkan yang menimbulkan trauma
Proses melahirkan yang kujalani sungguh di luar rencana semula. Menjelang hari perkiraan lahir, bayiku tidak menunjukkan tanda-tanda akan keluar.
Saat pemeriksaan terakhir, dokter memberikan surat pengantar untuk ke rumah sakit bila mendapati tanda-tanda akan melahirkan.
Ketika menemukan bercak-bercak darah, ditemani suami, aku menuju RSU Muhamadyah Bandung. Rupanya sudah ada pembukaan, padahal saat itu aku tidak merasakan mulas sama sekali.
Apa boleh buat pembukaan pertama sepanjang 2 cm itu, tidak diikuti dengan pembukaan lanjutan. Untuk merangsang pembukaan lanjutan, aku diinduksi. Tindakan itu mendatangkan rasa sakit dan mulas yang luar biasa.
Selain itu proses pemeriksaan dalam untuk melihat sejauh mana kemajuan pembukaan juga menimbulkan rasa sakit. Akibatnya aku kehabisan tenaga juga menimbulkan trauma yang dalam.
Akhirnya aku menjalani operasi selama kurang-lebih 15 jam. Tak ada komplikasi, namun air ketuban sudah mulai berubah warna menjadi kehijauan.
Ketuban yang belum pecah itu pun harus dipecahkan terlebih dahulu. Untuk mencegah bayi keracunan air ketuban, bayiku mendapat 3 kali suntikan selama 3 hari sejak hari pertama ia lahir.
Selama menjalani proses yang melelahkan tersebut, aku hanya bisa berdoa dan terus berdoa. Aku memohon kekuatan kepada Sang Pencipta, sambil terus mengatur pernapasan untuk meredakan rasa sakit yang kurasakan.
Kelahiran yang menakjubkan
Tepat tanggal 19 Oktober 1996, terbayar sudah semua pengorbanan itu.
Dengan kebahagiaan yang sukar dilukiskan, aku melihat bayiku lahir sempurna tanpa kekurangan suatu apa pun.
Lahir dengan berat 2,9 kg, bayi laki-lakiku yang tampan itu pun kuberi nama : Rangga Ibnu Hiban. Artinya: Anak laki-laki pintar. Semoga anakku ini menjadi anak yang pintar sebagaimana para perawi hadist.
Pengalaman melahirkan ini dikisahkan oleh Tini Djajadi kepada theAsianParent.
Baca juga:
Tangan kanan mendadak lumpuh, bayi terserang penyakit langka mirip polio
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.