X
theAsianparent Indonesia Logo
theAsianparent Indonesia Logo
kemendikbud logo
Panduan ProdukMasuk
  • Kehamilan
    • Kalkulator perkiraan kelahiran
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
    • Kehilangan bayi
    • Project Sidekicks
  • Artikel Premium
  • Breastfeeding Week 2023
  • Cari nama bayi
  • Perawatan Ibu dan Bayi
  • Kulit Bayi
  • Rangkaian Edukasi
    • Pengasuhan Anak
    • Edukasi Prasekolah
    • Edukasi Sekolah Dasar
    • Edukasi Remaja
  • TAPpedia
  • TAP Rekomendasi
  • Anak
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Anak
    • Praremaja & Remaja
  • Parenting
    • Keluarga
    • Pernikahan
    • Seks
    • Berita Terkini
  • Kesehatan
    • COVID-19
    • Info Sehat
    • Penyakit
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Korea Update
    • Hiburan
    • Travel
    • Fashion
    • Kebudayaan
    • Kecantikan
    • Keuangan
    • Marvelous Asian Mums Special 2021
  • Nutrisi
    • Resep
    • Makanan & Minuman
    • Sarapan Bergizi
  • Videos
    • Kata Pakar Parenting
    • Plesiran Ramah Anak
    • Pilihan Parents
    • Kisah Keluarga
    • Kesehatan
    • Kehamilan
    • Event
    • Tumbuh Kembang
  • Belanja
  • Ayah manTAP!
    • Kesehatan Ayah
    • Kehidupan Ayah
    • Aktivitas Ayah
    • Hobi
  • VIP
  • Awards
    • TAP x Tokopedia Awards 2023

Mengulik Akar Tradisi Pawang Hujan Nusantara, Masih Eksis Hingga Kini

Bacaan 5 menit
Mengulik Akar Tradisi Pawang Hujan Nusantara, Masih Eksis Hingga Kini

Jauh sebelum viral di Sirkuit Mandalika, ketenaran pawang hujan telah diakui di berbagai daerah Nusantara.

Perhelatan Pertamina Grand Prix of Indonesia alias MotoGP Mandalika 2022 menyita perhatian dunia. Para pembalap menyuguhkan aksi terbaiknya demi menyabet gelar juara. Namun, ada satu hal yang juga menggelitik yakni pawang hujan.

Kental dengan tradisi, pawang hujan masih ada, lho, Parents. Sesuai namanya, profesi ini harus ‘merayu’ hujan agar sebuah acara berjalan dengan lancar. Faktanya, profesi ini telah mengakar di Nusantara.

Mengulik Tradisi Pawang Hujan Nusantara

Mengulik Tradisi Pawang Hujan Nusantara

Correcto.id

Berkomunikasi dengan cuaca langka didengar di Jakarta, namun jauh di pelosok desa, ritual ini masih menunjukkan eksistensi. Mengutip laman Good News From Indonesia, profesi ini sangat diandalkan di acara pernikahan, khitanan, dan sejenisnya.

Dalam praktiknya, para pawang bahkan beradu sakti menunjukkan kemampuannya. Seorang pawang bisa dikatakan menang jika berhasil membuat langit paling cerah.

“Namanya sayup tak tersebut bila hujan tak jadi datang, namun mendapat hujatan dan cacian bila hujan turun apalagi dengan derasnya,” ungkap Aris Setiawan, pengajar di ISI Surakarta.

Tradisi pawang hujan berawal dari tradisi masyarakat Jawa yang dikenal dapat memindahkan hujan. Mereka adalah para sesepuh yang dimintai doa oleh orang-orang yang memiliki hajatan.

Artikel terkait: 7 Fakta Unik Sirkuit Mandalika yang Wajib Parents Ketahui!

Mengulik Akar Tradisi Pawang Hujan Nusantara, Masih Eksis Hingga Kini

Sumber: Kompas

Dalam tradisi keraton di Jawa, pawang hujan bahkan memiliki kedudukan yang prestisius. Di Keraton Kasunanan Surakarta misalnya, terdapat pawang hujan yang sangat terkenal bernama Haknyo Ramiyono yang meninggal pada tahun 2014 silam.

“Setiap acara-acara penting di keraton dan sekitarnya, dia tidak hanya bertugas membersihkan langit dari awan gelap, tetapi juga menangkal setiap hal berbau transendental yang berpotensi mengganggu jalannya acara,” beber Aris.

Menjadi krusial di berbagai acara, profesi ini mulai melebar ke berbagai daerah di Indonesia. Dalam cerita rakyat Betawi, dahulu kala diyakini ada sepasang dewa-dewi yang diturunkan ke Bumi untuk memperbaiki kondisi alam yang tak seimbang.

Mereka dikenal sebagai nenek dan aki Bontot. Pasangan tua ini mengajari manusia mengelola Bumi, mengenali tanda-tanda alam dan hewan, serta memperkenalkan alam gaib. Lalu di Bali, masyarakat menggunakan jasa bernama Nerang Hujan. Sementara di Riau, pawang hujan dikenal dengan istilah Bomoh.

Perlu dicatat bahwa pawang tidak sepenuhnya menghilangkan hujan. Mereka hanya bernegosiasi dalam konteks waktu. Mereka bertugas menunda, mempercepat, atau mengalihkan hujan selama kurun waktu tertentu.

Menariknya, pawang hujan juga tidak meminta pamrih dalam melaksanakan tugas karena keyakinan mereka untuk berbagi kepada sesama. Konon, pawang akan kehilangan kesaktiannya bila meminta upah.

Artikel terkait: Mengapa Sering Turun Hujan Saat Imlek? Ini Penjelasannya!

Melibatkan Dukun Pangkeng

Mengulik Tradisi Pawang Hujan Nusantara

Sumber Good News From Indonesia

Kendati saat ini teknologi meraba cuaca semakin canggih, pawang hujan masih digunakan oleh pejabat pemerintah. Bahkan, ajang bergengsi MotoGP pun menggunakannya. Pada zaman dahulu, masyarakat Betawi melibatkan apa yang dinamakan dukun pangkeng.

Mereka adalah perempuan paruh baya yang diminta menyukseskan sebuah resepsi pernikahan. Dengan kata lain, dukun ini tidak hanya bertugas ‘mengendalikan hujan’, tetapi tugas besar lain menanti.

Sejalan dengan namanya, dukun pangkeng akan melakoni ritual dengan duduk di atas gerabah dalam satu kamar khusus. Ia tidak akan keluar sebelum acara selesai. Dukun pangkeng bahkan punya kemampuan menjampi-jampi makanan agar tamu bisa menikmati makanan dan cepat kenyang.

“Dia mempunyai kewajiban untuk menyukseskan acara dengan cara membaca rapal-rapal untuk mengalihkan, memindahkan hujan ke lain tempat,” tutur budayawan Betawi Yahya Andi Saputra.

Adapun dalam ritual itu, si empunya hajat harus menyajikan sesajen seperti kopi pahit dan kopi manis, kembang tujuh rupa, telur ayam kampung, aneka jajanan pasar, hingga pendupaan. Selama melakukan ritual, semua sesajen tersebut disimpan di dalam kerangkeng bersama sang dukun yang merapalkan mantra.

Dalam budaya Jawa sendiri, masyarakat cenderung mengikuti primbon yang kemudian berkembang. Misalnya di beberapa daerah, masyarakat terbiasa melemparkan celana dalam perempuan ke atas genteng untuk menolak hujan. Ada juga praktik menusuk cabai dan bawang untuk kemudian dilemparkan ke atas.

Artikel terkait: Ikhtiar Mohon Turun Hujan dengan Shalat Istisqa, Begini Tata Caranya

Ritual yang Harus Dilakukan

Mengulik Tradisi Pawang Hujan Nusantara
Cerita mitra kami
Selain Makanan Utama, Susu Pertumbuhan juga Bantu Tingkatkan Daya Tahan Tubuh Si Kecil
Selain Makanan Utama, Susu Pertumbuhan juga Bantu Tingkatkan Daya Tahan Tubuh Si Kecil
Ini Dia Cara Jitu Manfaatkan Screen Time Sebagai Media Belajar si Kecil!
Ini Dia Cara Jitu Manfaatkan Screen Time Sebagai Media Belajar si Kecil!
Parents, 6 cara ini bisa menenangkan bayi - Nomor 4 favorit!
Parents, 6 cara ini bisa menenangkan bayi - Nomor 4 favorit!
11 Perlengkapan Ibu Menyusui Bekerja Rekomendasi di 2022, Cek!
11 Perlengkapan Ibu Menyusui Bekerja Rekomendasi di 2022, Cek!

Merdeka

Dekat dengan alam semesta, bukanlah hal mudah menjadi seorang pawang hujan. Mengutip laman CNN Indonesia, seorang pawang juga melakukan ritualnya sendiri sebelum mulai bekerja.

1. Berdzikir Tiga Jam dan Berdiam Diri di Masjid

Seorang pawang mengisahkan, dirinya membutuhkan waktu seminggu untuk menangkal hujan. Ia harus shalat tahajud sebelum acara dan membaca dzikir selama tiga jam. Dzikir ini biasanya dilakukan di sumber air terdekat di lokasi acara.

2. Berdoa Secara Intensif

Berdoa secara intensif juga akan dilakukan di lokasi acara. Jika tak memungkinkan, seorang pawang akan berdoa di mobil atau masjid terdekat. Ritual yang dilakukan juga tidak berhubungan dengan ilmu hitam. Sesajen seperti bawang putih dan cabai tidak dilakukan karena tidak sesuai dengan syariat Islam.

3. Puasa Mutih Mundur

Metode lain yang dilakukan pawang hujan yaitu berpuasa mutih mundur. Puasa ini hanya memperbolehkan sang pawang mengonsumsi nasi putih dan air putih. Puasa dilakukan tiga hari tiga malam dengan jumlah berbuka puasa berjumlah mundur sesuai hari.

Buka puasa hari pertama dilakukan dengan tiga suap nasi dan tiga tegukan air, kemudian hari kedua dengan dua suap nasi dan dua tegukan air. Sementara di hari terakhir, berbuka dilakukan dengan satu sendok nasi dan satu tegukan air.

4. Mandi Tujuh Sumber Mata Air

Terakhir adalah dengan mandi dari tujuh sumber mata air. Mandi hanya boleh dilakukan saat matahari terbenam hingga kembali terbit pada keesokan harinya. Selama proses tersebut, pawang hujan tidak boleh tidur di bawah atap. Mereka harus tidur di tempat yang terbuka.

Itu dia Parents penjelasan seputar pawang hujan dan eksistensinya di Nusantara. Terlepas dari pro dan kontra yang ada, tradisi ini memang masih dilakukan hingga hari ini sebagai kearifan lokal. Semoga bisa membuka wawasan Anda!

***

Baca juga:

5 Proses Terjadinya Hujan Berdasarkan Siklus Hidrologi, Si Kecil Sudah Tahu?

Balapan atau Liburan? 6 Potret Pembalap MotoGP Nikmati Mandalika

Mau Nonton MotoGP Mandalika 2022? Ini Harga Tiket dan Syarat Nontonnya!

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.

img
Penulis

Erinintyani Shabrina Ramadhini

Diedit oleh:

Aulia Trisna

  • Halaman Depan
  • /
  • Warisan Budaya
  • /
  • Mengulik Akar Tradisi Pawang Hujan Nusantara, Masih Eksis Hingga Kini
Bagikan:
  • 10 Ragam Pakaian Adat Kalimantan Timur yang Megah dan Menawan! 

    10 Ragam Pakaian Adat Kalimantan Timur yang Megah dan Menawan! 

  • Ragam Pakaian Adat Riau yang Kental Dominasi Budaya Melayu

    Ragam Pakaian Adat Riau yang Kental Dominasi Budaya Melayu

  • Penasaran Ada Berapa Jenis Kebaya yang Ada di Indonesia? Cek di Sini!

    Penasaran Ada Berapa Jenis Kebaya yang Ada di Indonesia? Cek di Sini!

  • 10 Ragam Pakaian Adat Kalimantan Timur yang Megah dan Menawan! 

    10 Ragam Pakaian Adat Kalimantan Timur yang Megah dan Menawan! 

  • Ragam Pakaian Adat Riau yang Kental Dominasi Budaya Melayu

    Ragam Pakaian Adat Riau yang Kental Dominasi Budaya Melayu

  • Penasaran Ada Berapa Jenis Kebaya yang Ada di Indonesia? Cek di Sini!

    Penasaran Ada Berapa Jenis Kebaya yang Ada di Indonesia? Cek di Sini!

Daftarkan email Anda sekarang untuk tahu apa kata para ahli di artikel kami!
  • Kehamilan
    • Tips Kehamilan
    • Trimester Pertama
    • Trimester Kedua
    • Trimester Ketiga
    • Melahirkan
    • Menyusui
  • Tumbuh Kembang
    • Bayi Baru Lahir
    • Bayi
    • Balita
    • Prasekolah
    • Praremaja
    • Usia Sekolah
  • Parenting
    • Pernikahan
    • Berita Terkini
    • Seks
    • Keluarga
  • Kesehatan
    • Penyakit
    • Info Sehat
    • Vaksinasi
    • Kebugaran
  • Gaya Hidup
    • Keuangan
    • Travel
    • Fashion
    • Hiburan
    • Kecantikan
    • Kebudayaan
  • Lainnya
    • TAP Komuniti
    • Beriklan Dengan Kami
    • Hubungi Kami
    • Jadilah Kontributor Kami
    • Tag Kesehatan


  • Singapore flag Singapore
  • Thailand flag Thailand
  • Indonesia flag Indonesia
  • Philippines flag Philippines
  • Malaysia flag Malaysia
  • Sri-Lanka flag Sri Lanka
  • India flag India
  • Vietnam flag Vietnam
  • Australia flag Australia
  • Japan flag Japan
  • Nigeria flag Nigeria
  • Kenya flag Kenya
© Copyright theAsianparent 2023. All rights reserved
Tentang Kami|Tim Kami|Kebijakan Privasi|Syarat dan Ketentuan |Peta situs
  • Fitur
  • Artikel
  • Beranda
  • Jajak

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

Kami menggunakan cookie agar Anda mendapatkan pengalaman terbaik. Pelajari LagiOke, Mengerti

theAsianparent heart icon
Kami ingin mengirimkan Anda informasi terbaru seputar gaya hidup.