Berkaca dari Kasus Novia Widyasari, Penting Bekali Remaja soal ‘Pacaran Sehat’

Punya anak remaja? Parents wajib tahu nih, tanda-tanda pacaran sehat menurut psikolog!

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Orang tua sudah seharusnya mengarahkan anak remaja agar bisa menjalani relasi pacaran sehat. Apalagi, di tengah maraknya kasus kekerasan seksual saat pacaran yang dialami remaja. Terbaru, kasus Novia Widyasari mahasiswi Universitas Brawijaya Malang yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual dan dipaksa aborsi oleh sang kekasih, Bripda Randy Bagus.

Merasa tak berdaya dan depresi, gadis malang itu berkali-kali mencoba melakukan upaya bunuh diri. Kamis (2/12), Novia Widyasari ditemukan tidak bernyawa di dekat makam ayahnya. Aksi nekatnya mengakhiri hidup dengan menenggak racun potassium diduga kuat lantaran masalah asmaranya dengan Randy.

Berkaca dari kasus tersebut, para orang tua jelas tidak bisa tutup mata. Sangat penting untuk membekali remaja dengan pemahaman yang memadai tentang relasi percintaan yang sehat.

Nah, kali ini, theAsianparent berkesempatan untuk ngobrol dengan psikolog dari Ruang Mekar Azlia, Theresia Michelle A., M.Psi., Psikolog. Simak pemaparannya tentang pacaran sehat berikut ini.

Umur Ideal untuk Mulai Pacaran

“Sebenarnya, tidak ada patokan baku tentang umur yang ideal bagi remaja untuk bisa mulai menjalin relasi romantis dengan lawan jenis,” kata Psikolog Theresia kepada theAsianparent (7/12/2021).

Lebih jauh ia menjelaskan, anak akan mulai menunjukkan ketertarikan pada hubungan romantis mulai sekitar usia 11-13 tahun. Namun, pada usia ini sebagian remaja ada yang mulai berinteraksi dengan orang yang ia sukai dan ada juga yang tidak.

Pada usia 14-16 tahun, remaja ada yang mulai berkencan. Namun biasanya, kegiatan kencan dilakukan berkelompok dengan teman-temannya. Selain itu, hubungan romantis mereka biasanya tidak berlangsung lama.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Di usia 17-19 tahun, remaja baru mulai mengembangkan hubungan romantis yang lebih serius dan lebih berlangsung lama dibandingkan sebelumnya.

“Patokan sebaiknya bukan hanya ditekankan pada usia saja. Namun, kesiapan anak untuk bertanggung jawab dan berkomitmen menjalankan batasan yang telah disepakati dengan orang tua,” paparnya.

Artikel terkait: Anak Tanya Soal Pacaran, Apa yang Perlu Dilakukan? Ini Pendapat Psikolog!

7 Tanda Pacaran Sehat

Relasi pacaran yang sehat dapat dikenali dari sejumlah tanda. Berikut beberapa di antaranya.

1. Adanya Komunikasi

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Komunikasi merupakan kunci. Jika dalam berpacaran pasangan menghadapi suatu masalah, maka perlu ada kerja sama dalam mencari solusi dan mengambil keputusan bersama. Bukan hanya mendengarkan atau mengikuti satu pihak. 

2. Keseimbangan, Salah Satu Tanda Pacaran Sehat

Penting bagi satu sama lain untuk punya posisi yang seimbang. Dengan begitu, pasangan dapat saling berkomunikasi secara dua arah dan terbuka mengenai perasaan, harapan, hingga ketakutannya.

3. Rasa Menghargai Satu Sama

Tanda pacaran sehat selanjutnya adalah rasa saling menghargai satu sama lain. Jika pasangan bisa saling mendengarkan, maka akan muncul perasaan dihargai dan dipahami. 

4. Kejujuran dan Rasa Percaya

Pacaran yang sehat juga ditandai dengan adanya kejujuran dan rasa percaya satu sama lain. Masing-masing bisa menceritakan pikiran dan perasaannya tanpa muncul rasa takut akan ada konsekuensi negatif.

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

5. Saling Setia

Sudah sepatutnya setiap pihak yang terlibat relasi bisa menghargai komitmen yang telah dibentuk, tetapi tetap tidak mengekang. Makanya, kesetiaan masing-masing pasangan menjadi tanda hubungan yang sehat.

6. Ada Ruang untuk Tetap Menjadi Diri Sendiri

Setiap individu tetap memiliki identitasnya sendiri di luar statusnya menjadi pacar seseorang. Itu artinya, ia masih bisa melakukan aktivitas yang disukai, masih memiliki perasaan dan pikirannya sendiri, dan masih bisa menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman.

7. Rasa Aman dan Nyaman, Termasuk Tanda Pacaran Sehat

Tentunya, pacaran yang sehat akan memberikan rasa aman dan nyaman terhadap satu sama lain. Masing-masing bisa menjadi diri sendiri tanpa perlu merasa tertekan.

Ciri-Ciri Hubungan Pacaran yang Toksik

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Sebaliknya, hubungan pacaran yang tidak sehat atau toksik juga dapat dikenali lewat beberapa ciri, seperti:

  • Adanya ketidakseimbangan dalam hubungan, misalnya salah satu pihak mengontrol pihak lain, menekan, mengintimidasi, atau memanipulasi pihak lain untuk melakukan sesuatu.
  • Ketidakjujuran, misalnya salah satu atau sama lain suka berbohong, berselingkuh, melanggar kesepakatan komitmen.
  • Tidak menghargai perasaan, pemikiran, kebutuhan, atau keinginan pasangan, dan melanggar batasan.
  • Menggunakan kata-kata atau melakukan tindakan yang menyakitkan, atau menimbulkan rasa tidak aman atau rasa takut.
  • Adanya pengaruh buruk yang berimbas pada aspek kehidupan lainnya, seperti dalam pendidikan/sekolah. Misalnya, anak jadi tidak bisa mengerjakan tugas atau ujiannya karena sikap pacar yang selalu membatasi.

Lantas, apa yang bisa Parents lakukan saat anak sudah mulai terjebak dalam hubungan pacaran yang tidak sehat? Alih-alih menyalahkan dan menyudutkan anak, orang tua justru harus mendampinginya.

Parents dapat mengajak anak berdiskusi dan mencari solusi. Namun, pastikan Parents sudah berada dalam kondisi mampu mengelola emosi sendiri untuk membantu mendampingi anak melalui situasi yang sedang dialami. 

“Sebab, jika orang tua mengajak anak diskusi namun sedang berada dalam emosi yang negatif, dikhawatirkan respons yang ditunjukkan orang tua akan mengintimidasi anak atau membuat anak semakin menjauh,” terang Psikolog Theresia.

Artikel terkait: Parents, Kenali 5 Tanda Anak Pacaran Backstreet dari Orang Tua

Saat Remaja Jatuh Cinta, Bagaimana Sikap Orang Tua?

Loading...
You got lucky! We have no ad to show to you!
Iklan

Tentunya Parents setuju bahwa pengalaman jatuh cinta pada remaja adalah suatu hal yang sangat lumrah. Menurut Psikolog Theresia, pada usia remaja, anak belajar membentuk hubungan yang aman dan sehat melalui lingkungan sekitarnya termasuk orang tua, teman, atau bahkan dari media sosial.

“Pada beberapa situasi keluarga, rasa jatuh cinta atau keputusan berpacaran dipandang sebagai sesuatu yang mengagetkan dan tabu untuk dibicarakan,” katanya.

Kondisi tersebut pada akhirnya justru bisa berdampak buruk. Anak akan ragu untuk berbagi mengenai perasaan dan pikirannya kepada orang tua. Tidak menutup kemungkinan ia kemudian mencari sumber informasi lain yang belum tentu sejalan dengan nilai yang dianut keluarga.

“Orang tua sebaiknya tetap tenang dan mengelola emosi saat menghadapi situasi ketika anaknya mulai jatuh cinta. Orang tua perlu membuka diri untuk mendengarkan mengenai pikiran dan perasaan anak,” terangnya.

Lebih jauh, orang tua wajib membuka ruang diskusi dengan anak remaja. Sebab, komunikasi satu arah saja, seperti menceramahi, pastinya tidak akan efektif.

“Jika saat berdiskusi, ada hal yang dirasa kurang tepat atau kurang sesuai dilontarkan oleh anak, ajak anak untuk berpikir tentang konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang dari keputusan yang ia buat,” tambahnya lagi.

Penting juga untuk mendiskusikan kesepakatan bersama dengan anak mengenai hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan saat pacaran.

Artikel terkait: Agar Tidak Salah Langkah, Lakukan 8 Tips Ini saat Anak Mulai Pacaran

Batasan Keterlibatan Orang Tua dalam Pacaran Sehat

Dalam relasi pacaran anak, Parents memang perlu melibatkan diri. Pastinya, dengan batasan tertentu. Pasalnya, jika orang tua terlibat terlalu dalam maka akan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi remaja itu sendiri. 

Batasan paling wajar adalah Parents perlu mengetahui teman-teman terdekat anak, termasuk pacar. Sebagai tahapan awal, Parents bisa meminta anak membawa teman dekatnya datang ke rumah untuk bertemu.

“Orang tua bisa mengajak teman dekat anak untuk bicara tanpa ada intimidasi sambil melakukan kegiatan bersama atau makan bersama. Hal ini membantu orang tua dapat mengenal teman dekat anak,” ujar Psikolog Theresia.

Selain itu, Parents bisa fokus untuk mempersiapkan anak sebelum membangun relasi dengan pacarnya. Contohnya, dengan mendiskusikan batasan kegiatan yang boleh dilakukan bersama pacar, aturan tentang batasan waktu pacaran, ciri-ciri relasi pacaran yang sehat, hingga hal-hal yang perlu diwaspadai dan bisa dilakukan jika pacaran sudah mengarah ke hal yang tidak sehat.

Agar anak remaja tidak menghabiskan terlalu banyak energi dengan urusan percintaan saja, Parents juga perlu mengenali minat dan bakat yang dimiliki anak. Beri mereka ruang untuk melakukan hal yang mereka sukai sekaligus bermanfaat.

“Pada usia remaja, orang tua juga tetap diharapkan dapat meluangkan waktu secara rutin bersama anak dengan melakukan kegiatan positif,” pungkasnya.

*****

Parents, memang penting membekali remaja dengan pemahaman terkait hubungan pacaran sehat. Tak kalah penting, yakinkan anak bahwa ia bisa membuka diri jika ada hal-hal yang membuat ia tidak merasa aman dan nyaman dalam berpacaran.

Baca juga:

id.theasianparent.com/menikah-tanpa-pacaran

id.theasianparent.com/durasi-pacaran-sebelum-menikah

id.theasianparent.com/artis-pacaran-settingan

Penulis

Titin Hatma