Parents, pernah mendengar istilah Myopia Boom? Secara umum, ini merupakan kondisi meningkatnya jumlah anak yang memakai kacamata karena gangguan refraksi mata seperti rabun jauh.
Penyebabnya bermacam-macam. Namun, salah satu faktor utama yang membuat populasi anak berkacamata meningkat adalah perubahan gaya hidup. Salah satunya, kemajuan teknologi kini membuat anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu mereka di depan gawai seperti menonton di ponsel, ataupun meningkatnya intensitas bermain game.
Myopia boom, Apa Gejala yang Perlu Diketahui dan Bagaimana Upaya Pencegahannya?
Saat ini, miopia (myopia) atau rabun jauh tengah menjadi permasalahan fenomenal di dunia. Sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa angka miopia, termasuk pada anak, semakin meningkat secara signifikan.
Ledakan miopia atau myopia boom khususnya terjadi di Asia Timur dan Tenggara, tak terkecuali Indonesia. Mengutip laman resmi Universitas Gadjah Mada (UGM), Data Oftalmologi Komunitas (Ofkom) Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM pada 312 anak, 41 persennya mengalami miopi, sedangkan 21 persen lainnya mengalami gangguan refraksi berat.
Sementara itu, Prof. dr. Suhardjo SU Sp.M (K), Guru Besar FKKMK mengungkap, kasus miopi juga menjadi perhatian serius di kalangan anak-anak dan remaja. Faktanya, myopia boom banyak dialami oleh kelompok usia ini.
Apalagi, data juga menunjukkan bahwa tidak sedikit anak mengalami miopia dini, yakni sudah menderita rabun jauh sebelum usianya sembilan tahun. Hal ini tentunya perlu diwaspadai. Pasalnya, semakin awal seorang anak terkena miopia, maka semakin besar risiko terjadinya komplikasi.
Suhardjo menjelaskan, “Miopia dini juga membuat anak mengalami miopia tinggi, yakni lebih dari minus 5 dioptri. Dan miopia tinggi dapat berkembang menjadi komplikasi penyakit semakin berat seperti glaukoma, katarak, serta makulopati.”
“Selain itu, miopi dini yang tidak ditangani, akan mengganggu perkembangan fungsi visual yang menyebabkan penderita mata malas, ambliopia,” jelasnya, mengutip dari laman resmi UGM.
Beberapa Faktor Penyebab Myopia boom
Secara umum, miopia merupakan salah satu kelainan refraksi mata yang paling banyak mengintai anak-anak. Gangguan penglihatan ini juga dikenal dengan istilah mata minus.
Ini adalah jenis gangguan penglihatan yang menyebabkan objek yang letaknya jauh menjadi terlihat kabur. Hal tersebut terjadi karena mata tidak dapat memfokuskan cahaya pada retina, tempat semestinya.
Adapun kondisi ini disebabkan oleh bentuk mata yang lebih panjang dari bola mata normal. Atau, bisa juga disebabkan oleh kornea dan lensa mata mengalami kelainan sehingga tidak bisa memfokuskan cahaya pada retina.
Belum diketahui secara pasti penyebab mengapa hal itu terjadi. Namun, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya miopi pada anak, yakni:
- Genetika. Orangtua yang mengalami rabun jauh, kemungkinan besar anaknya akan memiliki risiko mengalami hal serupa.
- Gaya hidup, seperti terlalu sering di depan layar gawai. Kebiasaan menonton atau bahkan membaca dalam jarak dekat juga bisa meningkatkan risiko mata minus pada anak.
- Anak kekurangan vitamin D.
- Kurangnya paparan sinar matahari. Anak yang jarang beraktivitas di luar ruangan berisiko mengalami miopi, terlebih jika waktu luangnya dihabiskan untuk bermain gadget saja.
Gejala Miopia yang Biasanya Muncul
Anak yang mengalami mata minus biasanya akan kesulitan melihat objek atau benda yang berada jauh dari mereka. Berikut merupakan beberapa gejala miopia atau rabun jauh lainnya yang biasanya muncul pada anak, yaitu:
- Anak menjadi sering mengedipkan dan mengucek mata
- Mata anak kerap kali memicing ketika melihat benda dari jarak jauh
- Anak kerap mengeluhkan sakit kepala, terutama setelah berada di depan layar gadget
- Mata anak sayu dan terlihat cepat lelah
- Anak jadi lebih sensitif terhadap cahaya
- Mata anak lebih berair dari biasanya
- Selalu berusaha melihat objek dalam jarak dekat.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, rabun jauh bisa semakin parah seiring bertambahnya usia dan memburuk jika tidak ditangani segera. Maka, agar permasalahan ini tidak semakin berkembang, Anda dianjurkan mengajak anak untuk memeriksakan mata secara rutin. Hal ini dilakukan agar rabun jauh atau masalah mata lainnya bisa dideteksi dan diatasi sejak dini.
Upaya Pencegahan yang Bisa Dilakukan
Suhardjo dalam penelitiannya juga menyebutkan, myopia boom bisa berdampak kepada faktor sosial dan ekonomi karena bisa mengganggu produktivitas anak di kemudian hari. Maka dari itu, upaya pencegahan perlu dilakukan sedini mungkin.
Terlebih, di era pandemi ini, anak akan lebih menghabiskan waktu di rumah dan rentan melakukan kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko rabun jauh seperti terlalu lama menatap monitor, baik untuk belajar ataupun bermain.
Lebih lanjut, berikut merupakan upaya pencegahan myopia boom yang bisa dilakukan menurut Suhardjo:
- Sediakan waktu untuk anak beraktivitas di luar ruangan. Banyak studi menyebutkan, lebih banyak menghabiskan waktu di luar dan terpapar sinar matahari selama kurang lebih 3 jam dalam sehari bisa efektif mencegah miopi.
- Batasi screen time anak. Buatlah jadwal agar anak tidak terlalu lama berada di depan layar gawai, baik untuk bermain atau pun belajar.
- Batasi juga waktu membaca dan tanamkan kebiasaan membaca yang baik pada anak. Misalnya, ajak si kecil agar tidak mebaca dalam jarak yang terlalu dekat, hindari membaca sambil tiduran, ataupun tidak membaca dalam keadaan ruangan gelap.
- Cukupi kebutuhan nutrisi anak. Seperti yang telah dijelaskan, anak yang kekurangan vitamin D bisa berisiko lebih tinggi mengalami rabun jauh. Maka, pastikan juga agar anak mendapat gizi seimbang agar terhindar dari kondisi ini.
- Periksakan mata anak secara rutin. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi permasalahan mata seperti rabun jauh sejak dini sehingga bisa langsung segera diatasi secara cepat dan tepat.
“Upaya-upaya pencegahan itu sangat baik dilakukan agar ledakan miopia atau myopia boom tidak meningkat. Pencegahan akan efektif apabila berbagai level masyarakat seperti tingkat keluarga, institusi sekolah, atau kebijakan pemerintah bekerja sama melakukan hal ini,” pungkas Suhardjo.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari, MD
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
***
Baca juga:
Penelitian: Ini Karakteristik Wajah Anak Autis yang Perlu Parents Ketahui
7 Manfaat Melamun untuk Kesehatan Mental, Salah Satunya Bikin Otak Cerdas
Badan Suka Menggigil Tiba-tiba? Ini 7 Penyebab dan Pertolongan Pertamanya
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.