Bagi Bunda yang berasal dari Jawa, pasti istilah mitoni tidaklah asing di telinga. Ini merupakan salah satu prosesi atau ritual adat Jawa, ditujukan pada perempuan yang usia kehamilannya sudah mencapai tujuh bulan. Adat ini kerap dilakukan karena masyarakat Jawa sendiri sangat memerhatikan begitu sakralnya setiap usia kehamilan seorang perempuan.
Sayangnya, tradisi ini nyaris terlupakan dan tak pernah dilakukan lagi, terutama oleh generasi muda Jawa masa kini.
Nah, agar bisa mengenal lebih jauh terkait tradisi yang satu ini, yuk simak fakta menariknya yang telah kami rangkum dari berbagai sumber sebagai berikut!
Fakta Menarik dan Makna Mitoni, Tradisi Tujuh Bulanan Khas Jawa
1. Makna dan Tujuan Mitoni
Foto: Instagram @therealmomogeisha
Mitoni disebut juga dengan istilah Tingkeban atau Tujuh Bulanan. Tradisi ini ditujukan untuk perempuan yang usia kehamilannya berhasil mencapai tujuh bulan.
Mengutip Borobudur News, Mitoni sendiri berasal dari kata ‘pitu’ yang artinya adalah angka tujuh atau pitulungan (pertolongan). Sehingga, tradisi ini sebenarnya dibuat untuk meminta pertolongan dan doa bagi keselamatan ibu dan janin yang dikandungnya.
Tak hanya itu, prosesi tujuh bulanan ini pun diharapkan bisa menjadi doa agar kelak bayi yang dilahirkan sehat dan memiliki pribadi baik serta berbakti pada orangtuanya.
Ritual upacara tujuh bulanan ini biasanya terdiri dari beberapa tahapan. Biasanya, langkah ritual yang dilakukan di setiap daerah sedikit berbeda, tetapi tujuannya sama. Dalam setiap ritual upacara biasanya terdiri dari bagian siraman, brojolan, dan upacara dodol dawet.
2. Acara Pembuka Siraman
Foto: Good News from Indonesia
Sebagai pembuka, upacara tujuh bulanan ini melakukan siraman pada ibu hamil. Tujuannya tak lain adalah sebagai proses menyucikan ibu dan janin yang dikandung.
Upacara siraman ini dilakukan oleh 7 orang bapak dan ibu yang diteladani oleh calon orangtua bersangkutan. Air yang digunakan juga harus berasal dari 7 sumber mata air berbeda. Proses siraman menggunakan batok kelapa, dan ketujuh orang terpilih bisa menyiram sang ibu hamil dimulai dari saudara tertua keluarga.
Biasanya upacara ini dilakukan di krobongan atau di halaman rumah. Setelah para tamu datang, ibu hamil akan datang dengan pakaian siraman khas, didampingi suami atau calon ayah untuk melaksanakan proses siraman.
3. Prosesi Brojolan untuk Keselamatan Bayi
Foto: Instagram @paula_verhoven
Setelah siraman, maka prosesi berikutnya adalah brojolan. Prosesi satu ini dilakukan oleh calon nenek dari janin dalam kandungan. Sederhananya, ini merupakan simulasi dari proses melahirkan nanti.
Dalam acaranya, sang ibu kini memakai kain jarik dan disertai dengan sepotong tali letrek. Ritualnya dilakukan dengan cara sang calon nenek memasukkan tropong atau telur ayam dari atas kain jarik hingga jatuh ke bagian bawah.
Dilanjutkan dengan dua buah kelapa gading yang dibrojolkan dari jarik. Setelah dimasukkan, nenek juga perlu menangkap kembali kelapa tersebut untuk kemudian diserahkan pada calon ayah sang bayi.
Setelah diserahkan, maka calon ayah akan dipinta untuk memotong tali letrek dengan keris. Ini merupakan simbol sang suami memotong alang rintang atau memutus segala halangan agar sang bayi bisa lahir ke dunia dengan selamat.
4. Prosesi Mecah Kelapa dan Angreman
Foto: Grid.id
Setelahnya, sang ibu akan dituntun ke ruangan lain dan berganti baju dengan tujuh macam kain jarik. Di sana, calon ibu juga akan disuapi nasi tumpeng dan bubur merah putih oleh calon ayah. Ini merupakan simbol agar keduanya bisa selalu hadir untuk mengurus dan menghidupi calon keluarganya kelak.
Di beberapa daerah juga ada yang melalui prosesi pembagian takir pontang. Ini merupakan tempat makan yang dibuat dari daun pohon pisang dan janur, dibentuk menyerupai kapal. Makanan ini dijadikan suguhan bagi para tamu yang menghadiri upacara.
Foto: Good News from Indonesia
Setelah itu, biasanya acara juga dilanjut dengan melakukan prosesi memecah kelapa gading dengan tujuan sebagai pengharapan terkait jenis kelamin anak nanti.
Kelapa gading yang disediakan berjumlah dua. Di dalam dua kelapa gading tersebut sudah tergambar tokoh wayang Kamajaya dan Kamaratih. Namun, sang calon ayah harus memilih salah satunya saja untuk dipecahkan. Jika yang dipecahkan adalah kelapa gading Kamajaya, maka anaknya pun diharapkan memiliki jenis kelamin laki-laki, begitu pula sebaliknya.
5. Prosesi Mitoni Ditutup dengan Jualan Dawet dan Rujak
Foto: Good News from Indonesia
Setelah itu, acara pun akan ditutup atau diakhiri dengan jualan dawet dan rujak. Tentunya, prosesi ini pun memiliki makna tersendiri. Dalam adat Jawa, berjualan ini diartikan sebagai simbol kemakmuran dan usaha orangtua untuk memenuhi kebutuhan anak. Sehingga, ke depannya sang calon akan diharapkan bisa mendapatkan rejeki yang berkah setelah dilahirkan dan dibesarkan.
Acara mitoni atau tujuh bulanan ini juga biasanya harus selesai sebelum matahari terbenam. Hal ini dilakukan agar si anak bisa mendapat keselamatan, rejeki, dan pertolongan tersebut secara maksimal.
Nah, itulah fakta dan makna menarik dari tradisi tujuh bulanan khas Jawa atau mitoni. Jadi, adakah di antara Parents yang sudah pernah melakukan tradisi ini?
***
Baca juga:
Mengenal Gambang Kromong, Seni Orkes Betawi yang Dipengaruhi Budaya Tionghoa
5 Kerajaan Budha Terkenal dan Berpengaruh di Nusantara, Pernah Berjaya!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.