Tak bisa dipungkiri kalau setiap orang pasti ingin merasa bahagia selama hidupnya. Menemukan kebahagiaan sekecil apa pun rasanya bisa membuat hidup jadi lebih bermakna.
Sayangnya, kita tak bisa menjamin kalau sepanjang hidup akan terus merasa bahagia. Sebab, ada kalanya perasaan bahagia itu digantikan oleh perasaan sedih, marah, dan kecewa.
Hidup memang penuh dengan kejutan, begitu juga dengan perasaan yang bakal kita alami. Bisa saja di jam ini kita sedang bahagia, lalu tiba-tiba satu jam kemudian justru ada sesuatu hal yang mengubah rasa bahagia itu menjadi sedih.
Perasaan atau emosi sedih, marah, dan kecewa sebenarnya wajar serta pernah dialami semua orang. Namun, sebaiknya Parents jangan membawa perasaan ini, apalagi yang mengarah kepada hal negatif, berlarut-larut.
Artikel terkait: Hati-hati, Berpikir Positif Secara Berlebihan Justru Bisa Jadi Toxic, Ini Tandanya!
Sebisa mungkin tenangkan diri Parents hingga emosinya menjadi netral, kemudian berusahalah kembali mencari cara untuk merasa bahagia. Meriyati, M.Psi., Psikolog yang merupakan Clinical Psychologist & Hypnotherapist dari RSPI Puri Indah membagikan cara kembali merasa bahagia ketika kondisi kita sedang terpuruk.
Apa yang Perlu Dilakukan agar Merasa Bahagia?
Menurut pemaparan psikolog Meriyati saat sesi #TAPTalk Instagram pada Rabu (5/5), kunci utama agar kita bisa merasa bahagia adalah terlebih dahulu mencintai diri sendiri. “Kita merasa bahagia kalau kita merasa dicintai. Kita bisa mulai dari diri sendiri, kita mencintai diri sendiri, atau yang kita kenal dengan self love.”
Mencintai diri sendiri atau self love terbagi menjadi 3 aspek, di antaranya:
1. Self Kindness
“Adalah di mana kita berwelas asih, berbaik hati kepada diri sendiri dalam keadaan apa pun, keadaan enggak nyaman apa pun. Sama seperti kita berbuat baik kepada teman. Misalnya teman curhat, nih, lagi kesal banget sama seseorang, atau merasa dirinya enggak pantas, enggak layak, saat itu kita, kan, menjadi pendengar yang baik untuk dia tanpa menghakimi.
Begitu juga untuk diri kita sendiri. Jadi kita berbaik hati menerima kondisi kita, meskipun kondisinya memang tidak nyaman. Dengan begitu, kita merasa jadi lebih tenang. Emosi yang tadinya agak ngegas, lama-lama bisa turun, jadi kita netralkan emosi negatif itu sendiri. Sehingga dengan emosi yang netral, kita jadi bisa lebih tenang.
Selanjutnya mengetahui apa yang perlu dilakukan, aktivitas apa yang bisa dilakukan untuk membuat happy. Sebab, perlu diupayakan juga aktivitasnya. Mungkin aktivitas ini bisa berbeda setiap orang, ada orang yang suka merawat diri dengan maskeran, ada juga yang sekadar menatap bunga dan langit saja sudah bikin happy. Lakukan saja hal-hal menyenangkan,” jelas psikolog Meriyati.
Artikel terkait: 5 Cara Cegah Stress Akibat Komunikasi Virtual Selama Pandemi, Wajib Tahu!
2. Common Humanity
Aspek kedua adalah common humanity, menyadari kalau kita masih hidup di dunia, serta menyadari kalau kesempurnaan hanya milik Tuhan.
“Terkadang di setiap perjalanan ada tanjakan dan turunan, itu yang membuat kita lebih kreatif, lebih berdaya. Jika jalannya mulus saja, itu membuat kita jadi lebih lengah hingga menjadikan kita tidak berpikir secara kreatif.
Jadi pahami bahwa ini adalah hal yang normal atau wajar ketika mengalami kondisi-kondisi seperti mood swing atau banyak komentar-komentar negatif dari orang lain. Sebab, ini hal normal, kita hidup di dunia berdampingan dengan makhluk lain, dengan manusia lain, pasti di luar sana pun orang mengalami kondisi yang sama,” papar psikolog Meriyati.
3. Mindfulness, Salah Satu Cara agar Merasa Bahagia
“Kemampuan diri kita untuk menyadari sepenuhnya apa yang kita lakukan, bahkan bernapas pun kita bisa mindfulness. Jadi kita bernapas, rasakan napas yang kita hirup, kemudian kita lepaskan. Nah, olah napas yang bikin rileks atau meredakan stres itu adalah dengan tarik napas dari hidung yang panjang, kemudian lepaskan dari mulut. Lakukan sampai merasa tenang.
Bisa juga dengan visualisasi. Misalnya kita hirup semua energi positif, kemudian kita lepaskan segala beban yang mengganggu, sampai kita merasa nyaman. Serta, lakukan kegiatan apa pun yang menyenangkan. Jagan lupa juga kita punya kendali penuh atas perilaku dan pikiran kita.
Segala informasi yang masuk, kita bisa mengendalikannya. Misalnya ingin detoks gadget, mending kita scroll medsos yang bermanfaat, daripada scroll medsos yg memang tidak bermanfaat. Serta, perbanyak atau perbaharui tentang informasi kesehatan mental.”
Artikel terkait: Kenali Gangguan Kepribadian Paranoid, Masalah Psikologis yang Ditandai Rasa Curiga Berlebih
Jangan Sugesti Diri Sendiri dengan Kata Negatif agar bisa Merasa Bahagia
Tak luput, psikolog Meriyati pun menyarankan agar kita tidak mengutarakan atau mengucapkan kata-kata negatif kepada diri sendiri. Pasalnya, kondisi ini justru bisa memancing keluarnya hormon kortisol di dalam tubuh.
“Ketika kita mengucapkan hal negatif itu sendiri namanya self talk, berkomunikasi dengan diri sendiri, itu ada informasi yang masuk ke diri kita. Kata-kata negatif itu sugesti juga untuk diri kita, dan ada respons tubuh juga. Artinya ketika stres akan ada hormon kortisol yang dikeluarkan oleh tubuh.
Bagi ibu hamil dan melakukan ini, ternyata hormon kortisol bisa meresap masuk melalui plasenta, sehingga bisa ditransfer ke bayi tentunya, karena disalurkan lewat plasenta. Jadi hormon-hormon stresnya itu dirasakan oleh si bayi.
Oleh karena itu, ibu hamil jangan curhat ke janin tentang hal-hal negatif. Lebih baik kita membaca informasi-informasi yang bermanfaat, atau curhat ke teman dekat. Kalau sudah sangat mengganggu bisa curhat ke psikolog, nanti akan dibimbing,” ujarnya.
Semoga setelah ini Parents bisa kembali merasa bahagia, ya!
Baca juga:
Jangan Diabaikan, Ini Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental sejak Dini
Psikiater: "Seorang Ibu Perlu Utamakan Mencintai Diri Sendirinya Lebih Dulu"
Waspada Tanda Bipolar, Kenali 10 Penyebab 'Mood Swing' dan Cara Mengatasinya