Tahun 2016 sampai 2018, selama kurang lebih dua tahun, anak saya bersekolah di sebuah TK di daerah Kansai, Jepang. TK Jepang itu ternyata beneran asyik dan menyenangkan, lho. Nggak ada pelajaran “menulis dan membaca” sama sekali dan anak “hanya” bermain sembari disisipkan nilai-nilai tanggung jawab agar siap menjadi anak SD tahun berikutnya. Izinkan saya sedikit menceritakan pengalaman menyekolahkan anak di TK Jepang.
Awalnya memang sempat minder karena suami dan anak saya sama sekali nggak paham bahasa Jepang, bahkan guru wali kelasnya sampai memakai google translate untuk berkomunikasi dengan anak saya.
Anak saya pernah bertanya “Kowe ki ngomong apa?” (Kamu itu ngomong apa?) ke temannya anak Jepang. Otomatis temannya ya hanya bengong doang. Harap maklum, anak Jawa tulen nyasar di Jepang. Tetapi, namanya anak-anak dengan pertumbuhan memori yang cepat, dua bulan kemudian, dia sudah bisa berkomunikasi dengan teman-teman dan gurunya kok. Agak lega.
Berikut sedikit gambaran mengenai TK di Jepang dan pengalaman selama menyekolahkan anak di TK Jepang.
Jadwal Sekolah
Jadwal sehari-hari TK di Jepang adalah sebagai berikut. Jam 8-9 anak masuk sekolah. Biasanya jam 8.30 anak harus sudah berada di sekolah. Harus diantar salah satu dari orang tuanya karena hanya orang yang membawa tanda pengenal khusus yang boleh masuk ke area TK.
Kemudian jam 9-10 adalah main bebas. Anak boleh bermain apa saja di mana saja di lingkungan sekolah. Ada anak yang bermain sendiri atau bersama temannya. Mulai dari permainan jungkat-jungkit, memanjat, bermain bola, lompat tali, sampai becek-becekan bermain pasir dan air boleh dilakukan. Kalau pakaiannya kotor, boleh berganti pakaian. Setiap awal minggu, anak wajib membawa baju ganti, termasuk celana dalam dan kaos kaki, untuk jaga-jaga kalau pakaiannya kotor.
Pokoknya, anak-anak boleh bermain bebas sesuka hati. Guru mengawasi dari kejauhan dan sesekali bermain bersama. Di sela-sela interaksi ini, guru mengajarkan nilai-nilai atau pengetahuan baru untuk anak-anak. Kepala sekolah juga tak segan ikut bermain langsung. Guru juga berpakaian bebas, bukan seragam pakaian formal yang kaku, sehingga bisa leluasa bergerak bermain bersama anak-anak.
Jam 10-12 adalah jadwal kegiatan di kelas, biasanya diisi dengan berkarya, seperti menggambar dengan tema tertentu dari gurunya, melukis, membuat prakarya dari kemasan bekas, dll. Jarang sekali mewarnai gambar jadi, biasanya mereka menggambar sendiri dulu barulah mewarnainya. Untuk mencegah pakaian seragam kotor karena krayon atau cat air, biasanya mereka memakai baju khusus berlengan panjang (warna biru atau pink) di luarnya.
Artikel terkait: 3 Faktor yang membentuk kemandirian anak-anak sekolah di Jepang
Jam 12 makan siang dan main sebentar. Sekitar jam 1 siang, anak-anak masuk kelas dan bersiap-siap pulang. Sebelum pulang, mereka akan dibacakan buku cerita bergambar atau bernyanyi dengan diiringi permainan piano gurunya. Di setiap kelas TK Jepang biasanya ada piano, lho, dan katanya guru TK di Jepang sebisa mungkin harus bisa bermain piano. Seru ya, Bun, saya saja nggak bisa main piano.
Jam 2 siang, anak-anak pulang dijemput orang tua. Sebelum dibubarkan, biasanya wali kelas mengumpulkan orang tua dan anak-anaknya, kemudian menceritakan apa saja kegiatan hari itu. Setelah bubar, anak-anak masih diizinkan bermain bebas di halaman sampai jam 3, sementara para ibunya ngobrol dan bersosialisasi.
Ada piket kah di TK Jepang? Biasanya anak hanya berbagi tugas untuk mempersiapkan meja, menyapu, mengelap, dll, sih. Ada juga kerja bakti untuk membersihkan TK, termasuk toilet. Semua ini dikerjakan bersama gurunya, termasuk mendekorasi sekolah seandainya ada kegiatan.
Fasilitas TK Jepang
TK di Jepang setidaknya ada dua macam, yakni youchien dan hoikuen. Hoikuen menampung siswa lebih banyak karena tidak hanya untuk usia 4 dan 5 tahun saja, tetapi juga usia 3 tahun ke bawah. Kalau di Indonesia ada TK nol besar dan nol kecil, di Jepang juga ada nenchou (nol besar) dan nenchuu (nol kecil). Biasanya setiap kelas diisi maksimal 30 anak.
Kebetulan, gedung sekolah TK anak saya besar dengan empat kelas (dua kelas nol kecil dan dua kelas nol besar), ruang guru yang ada ruang UKS kecilnya, pantri, toilet, kebun, dan halaman yang sangat luas. Ada kolam renang kecil dan arena bermain anak dengan perosotan, ayunan, dll. Setiap kelas ada satu orang guru, guru tambahan untuk anak berkebutuhan khusus, kepala sekolah, dan tukang kebun.
Ada juga fasilitas penitipan anak dari jam 2 siang sampai 5 sore dan dijaga oleh guru khusus. Setiap minggu boleh meminjam buku cerita bergambar dari sekolah, lho. Keren ya, Bun, dari kecil sudah dibiasakan baca buku.
Ada sekolah yang mewajibkan anak didiknya berpakaian seragam, tetapi ada juga yang berpakaian bebas. Kebetulan TK anak saya berpakaian seragam kaos putih dan celana biru dongker.
Artikel terkait: 6 Cara Mudah Belajar Bahasa Jepang Bersama si Kecil di Rumah
Membawa Barangnya Sendiri dan Harus Makan Sendiri
Barang bawaan anak TK Jepang itu banyak banget. Tas ransel sekolah, tas tangan (diisi buku gambar atau buku cerita yang dipinjam dari sekolah), tas berisi sepatu dalam ruangan, botol minum, bekal makanan (obentou), gelas plastik (untuk berkumur), sikat gigi, dan lap tangan. Kadang kalau sedang pilek, wajib pakai masker dan tisu/lap ingus sendiri. Mereka wajib membawa barangnya sendiri. “Jibun no mono, jibun de motte kudasai.” artinya “Barang sendiri, bawalah sendiri.”
Saat jam makan siang, anak wajib makan sendiri. Tidak ada drama guru menyuapi muridnya segala. Selama makan siang, guru juga ikut makan di kelas. Selesai makan, anak diharuskan gosok gigi.
Kreativitas ibu biasanya bisa dinilai dari uniknya isi obentou ini. Saya kesulitan bikin obentou karena anak saya nggak begitu suka sayur, jadinya ya ala kadarnya saja. Tetapi harus diakui, anak Jepang keren karena dari kecil sudah dibiasakan makan tanpa pilih-pilih dan harus habis tanpa bersisa. Tak lupa berdoa sebelum dan sesudah makan.
Oh iya, ada juga TK yang menyediakan makan siang di sekolahnya. Jadi, orang tua nggak perlu repot-repot membuat bekal makan siangnya. Kebetulan saja, TK anak saya harus bawa bekal sendiri.
Artikel terkait: Mengapa Anak-anak Jepang adalah Anak Paling Sehat di Dunia? Inilah alasannya
Piknik dan Kegiatan Sekolah
Ada kok piknik TK seperti TK di Indonesia. TK anak saya piknik ke semacam akuarium bawah laut di daerah Osaka. Orang tua nggak boleh ikut. Biasanya anak dipasangkan dengan temannya dan harus bertanggungjawab saling menjaga. Saat piknik begini, anak-anak juga disuruh bawa obentou sendiri lho. Wajib bawa alas duduknya sendiri dan kantong plastik untuk tempat sampahnya sendiri.
Selain piknik, ada juga kegiatan pertunjukan musik atau pentas dan lagu, lomba olahraga, bazar, kunjungan orang tua, dll. Pentas biasanya membutuhkan persiapan yang lama. Meski sederhana dan hanya ditonton oleh para orang tua, anak-anak sudah sangat senang.
Selain melatih percaya diri, mereka juga belajar bahwa agar bisa tampil bagus membutuhkan latihan yang banyak.
Untuk lomba olahraga (undokai) biasanya diadakan sekitar bulan Oktober. Ada lomba lari estafet dan tarik tambang antar kelas. Keluarga boleh hadir dan ikut berpartisipasi. Dari lomba olahraga ini, anak-anak juga belajar tentang sportivitas, kerja sama, semangat, dll.
Selain itu, ada juga latihan mitigasi bencana, sosialisasi dari polisi lengkap dengan mobil patrolinya, kunjungan dari pemain sepak bola profesional divisi lokal, kegiatan menanam ubi dan memasak kare bersama, bersosialisasi dengan manula di sekitar, berenang saat musim panas, dll. Upacara penerimaan siswa baru dan wisuda juga menjadi agenda tahunan.
Untuk kegiatan bersama orang tua, biasanya juga ada bazaar. Tujuannya adalah untuk sosialisasi dan mengakrabkan para orang tua beserta warga sekitar. Ada juga kunjungan orang tua dan kita juga bisa melihat bagaimana anak bermain dan berkegiatan di sekolah.
Selama dua tahun berinteraksi dengan dunia TK Jepang, saya merasa bahwa target pendidikan TK mereka tak muluk-muluk. Anak belajar mandiri, bagaimana mengucap salam dengan baik, sopan terhadap yang lebih tua, kompetitif, dan banyak nilai lainnya. Sederhana tapi mengena.
Mereka sama sekali tak diajari membaca, menulis, dan berhitung di sekolah. Memang penting sih untuk menjaga kerja sama antara sekolah, orang tua, masyarakat sekitar, dan pemerintah agar anak bisa menikmati kehidupan sekolahnya dengan nyaman. Demikianlah sedikit pengalaman menyekolahkan anak di TK Jepang, semoga bermanfaat buat Parents.
Ditulis oleh Primasari N. Dewi, UGC Contributor theAsianparent.com
Artikel UGC lainnya:
Dampingi Anak di Masa Pandemi, Orang Tua Juga Belajar Banyak!
id.theasianparent.com/cara-mendidik-anak-keras-kepala
Kenapa Anak-Anak Kita Lebih Sering Lomba Mewarnai dan Bukan Lomba Menggambar?
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.