Mengasuh anak memang bukanlah perkara mudah. Ada kalanya Parents merasa kesal, lelah, hingga marah. Perasaan tersebut terbilang wajar, kok. Meski demikian, Parents tetap perlu tahu cara mengelola emosi dengan baik. Jika tidak, tentu saja bisa menimbulkan dampak negatif pada si kecil.
Langkah mengelola emosi diri agar tidak berdampak buruk terhadap anak
Secara umum, emosi merupakan respon seseorang terhadap suatu kejadian yang ada di sekitarnya. Situasi yang terjadi sebenarnya terbilang netral, tetapi kemudian setiap orang bisa memberikan respon yang berbeda-beda. Respon ini yang akhirnya dinamakan emosi.
Mulai dari bahagia, senang, kecewa, haru, sedih, hingga marah. Adalah wajar jika merasakan emosi seperti ini. Bahkan, para pakar psikolog mengingatkan bahwa mengenalkan dan mengelola emosi penting diajarkan pada si sejak dini.
Dalam penerapannya tentu saja tidak mudah. Apalagi, kita sendiri sebagai orangtua masih sulit untu bisa menjadi role model yang baik bagi anak.
Sadar akan hal ini, theAsianparent pun memilih tema bagaimana cara mengelola emosi dalam acara Meetup Komunitas theAsianparent bersama Keluarga Kita yang dilangsungkan Sabtu lalu (1/2).
Yulia Indriati, wakil sekaligus director dari komunitas Keluarga Kita memaparkan bahwa emosi merupakan sesuatu yang valid, alias sesuatu yang wajar terjadi pada diri manusia. Namun, cara kita meluapkan emosi tersebutlah yang perlu diperhatikan.
“Emosi itu sesuatu yang valid, dan wajar untuk dirasakan. Jadi, susah sebenarnya kalau kita lagi marah, tapi ada teman yang bilang bahwa kita jangan marah. Emosi termasuk marah adalah hal yang wajar. Tetapi kemudian apakah perilaku kita saat marah tersebut wajar atau tidak,ini yang perlu diperhatikan,” ungkap Yulia.
Yulia Indrianti, Director Keluarga Kita sedang sharing mengenai emosi bersama komunitas theAsianparent Indonesia.
Karena emosi wajar terjadi, maka bukanlah sesuatu yang mustahil apabila emosi pun akan timbul saat Parents mengasuh atau menemani anak bermain. Nah, pada saat inilah, diperlukan pemahaman atau cara mengelola emosi dengan baik.
Pasalnya, seperti yang juga dijelaskan oleh Yulia, emosi orangtua yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif pada anak seperti:
- Komunikasi antara orangtua dan anak menjadi tidak harmonis
- Anak cenderung mengamati dan mengulangi emosi atau perilaku yang dicontohkan orangtua dalam kehidupan sehari-hari.
- Perilaku buruk yang dilihat oleh anak di rumah pada akhirnya akan ia contoh, dan akan diteruskan dalam kehidupan sosialnya seperti di sekolah. Jika dibiarkan, maka ini akan menjadi lingkaran negatif yang akan memengaruhi perilakunya kelak.
Bagaimana pengelolaan emosi diri yang baik?
Langkah awal yang perlu dilakukan saat akan mengelola emosi diri tentu saja dimulai dengan memahami dan tahu apa yang sebenarnya kita rasakan. Karena mustahil untuk seseorang bisa mengelola emosi apabila dirinya sendiri bahkan tidak tahu apa yang tengah dirasakan.
Yulia juga menjelaskan bahwa, orangtua cenderung belum bisa memahami apa yang ia rasakan. Menurut observasi Yulia, masih banyak orangtua yang tidak terbiasa ditanya dan memikirkan apa yang dirasakan.
“Didikan dari kecil seperti ini yang kurang diajarkan, kemampuan untuk mengenali apa yang kita rasakan. Dulu, kita seringnya dengar orangtua yang bilang, ‘kamu nggak boleh nangis’, ‘kamu nggak boleh cengeng’, dan sebagainya. Itulah yang membuat pemahaman atas diri kita sendiri jadi kurang, dan akhirnya timbul konflik atau ketidakmampuan kita dalam mengelola emosi itu sendiri,” ungkapnya.
Oleh karena itu, untuk bisa mengendalikan emosi dengan baik, Parents sebaiknya yakin bahwa apa yang dirasakan adalah hal yang wajar. Apabila ada perasaan marah, sedih, atau pun kecewa menghampiri, Parents tidak usah mengusir perasaan ini.
Sesi tanya jawab dalam acara Meetup Komunitas theAsianparent Indonesia yang berkolaborasi dengan Keluarga Kita
Langkah menyikapi emosi
Alih-alih mengelak perasaan yang datang, tidak ada salahnya kita coba menerimanya. Setelah itu, pikirkan bagaimana menyikapi emosi tersebut.
Apa yang sekiranya harus dilakukan agar perilaku kita saat merasakan emosi tidak berbalik menyakiti orang lain termasuk anak. Ada 3 kunci yang perlu diperhatikan lebih dulu, dimulai dengan mengetahui perasaan emosi yang sedang dirasakan, tahu akan sikap apa yang dipikirkan, terakhir memutuskan apa yang sebenarnya perlu dilakukan.
Agar lebih jelas, Parents bisa melihat contoh kasus yang diberikan oleh Yulia berikut ini:
Orangtua, terutama seorang ibu, merupakan seorang decision maker yang dituntun untuk membuat keputusan denga cepat. Dan yang menjadi tantangan dalam hal ini adalah, ketiga langkah mengelola emosi tersebut juga harus dilakukan dalam waktu yang singkat.
Oleh karena itu, agar ketiga langkah itu bisa dilakukan secara efektif, Yulia juga menyebutkan ada syarat tertentu yang diperlukan oleh orangtua. Bahwa orangtua perlu memenuhi kebutuhan dirinya terlebih dahulu agar bisa mengendalikan emosi dengan baik.
“Ini akan lebih efektif apabila kebutuhan diri terpenuhi. Artinya, kebutuhan nutrisinya tercukupi, juga istirahatnya juga cukup. Badan yang fit itu tidak bisa dipungkiri bisa membuat pikiran lebih jernih. Nah, bagaimana kita bisa mengatur diri dengan baik itu juga sangat penting dalam membantu mengelola emosi,” ujar Yulia.
Sesi foto bersama dalam Meetup Komunitas theAsianparent Indonesia bersama Keluarga Kita
Anak juga perlu tahu apa yang ia rasakan
Bukan hanya untuk mengelola emosi, pemahaman mengenai berbagai macam perasaan yang dirasakan oleh diri sendiri juga sangatlah penting untuk diajarkan pada anak.
Dengan begitu, latih agar anak bisa mengetahui beragam bentuk emosi yang bisa ia rasakan. Dari sini, ia pun mudah mengungkapkan perasaannya pada Anda atau pun orang di sekitarnya.
“Kalau ngobrol sama anak, jangan tanya soal nilainya bagaimana. Tapi, coba deh, tanya bagaimana perasaan saat itu, bahagia atau tidak, sedih atau marah,” ungkap Yulia lagi.
Anak yang paham berbagai emosi dan perasaan juga jadi bisa lebih mudah menceritakan pengalaman yang terjadi pada dirinya. Jadi, apabila ia diperlakukan dengan tidak baik oleh orang lain, dia jadi bisa mengungkapkan perasaannya dan apa yang telah dia alami secara efektif kepada Parents.
Berbeda halnya jika si kecil tidak terbiasa untuk menunjukkan emosi. Dia pun cenderung akan diam, serta merasa bingung bagaimana harus menyikapi emosi yang hadir dalam dirinya.
“Kita perlu belajar memahami apa yang kita rasakan, termasuk anak juga. Maka, biarkan juga anak mengekspresikan apa yang ia rasakan,” tutup Yulia.
***
Baca juga:
Jenis Temperamen Anak dan Cara Menghadapinya, Tidak Selalu Tentang Emosi
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.