Perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga. Rasanya sampai sekarang kedua hal ini masih sulit terpisahkan. Menyedihkan memang, tapi inilah fakta yang terjadi. Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah menyebutkan bahwa pelaporan kasus marital rape atau perkosaan dalam perkawinan juga mengalami peningkatan.
Jika selama ini banyak yang menganggap bahwa KDRT hanya identik dengan kekerasan fisik yang menimbulkan luka fisik, hal ini jelas keliru. Pasalnya, kekerasan dalam rumah tangga bisa hadir lewat beragam bentuk.
Mirisnya, banyak perempuan yang tidak menyadari akan hal ini. Padahal, apapun bentuknya, kekerasan dalam rumah tangga akan menyisakan luka yang mendalam.
Setidaknya hal inilah yang dirasakan oleh Risma. Perempuan berusia 27 tahun ini sempat terbelenggu dengan pernikahan yang terus diwarnai oleh kekerasan fisik, psikis dan juga finansial. Untuk bisa terlepas dan bangkit dari keterpurukan, ia pun membutuhkan keberanian dan dukungan dari orang terdekatnya.
“Hampir 3 tahun, saya mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Ketika itu, kata-kata kasar, ancaman, dan beragam hantaman keras di beberapa area tubuh sudah jadi ‘makanan’ sehari-hari yang saya dapatkan dari suami. Orang yang seharusnya bisa melindungi saya,” ujarnya kepada theAsianparent.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bisa Terjadi di Sekitar Kita
UU No. 23 tahun 2004 sendiri mendefinisikan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebagai perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Sementara, laman Kantor Pengacara menyebutkan dalam lingkup rumah tangga ada beberapa pihak yang bisa menjadi pelaku atau korban KDRT yaitu:
- Suami, istri dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri)
- Orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan poin di atas karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, juga yang menerap dalam rumah tangga. Misal, mertua, menantu, ipar, besan, dan,
- Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Artikel Terkait : Pandemi corona bikin kasus KDRT meningkat tajam, begini cara mengatasinya!
Jenis-jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dikutip dari Kompas.com, Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), jenis kekerasan yang termasuk KDRT terbagi menjadi beberapa macam :
1. Kekerasan Terbuka (overt)
Kekerasan terbuka atau overt termasuk kekerasan fisik yang dapat dilihat, misalnya perkelahian, pukulan, mendorong, menjambak, bahkan sampai membunuh.
2. Kekerasan Psikis (covert)
Kekerasan covert lebih dikenal dengan kekerasan psikis atau emosional. Kekerasan ini sifatnya tersembunyi karena tidak menyisakan luka fisik.
Namun, penting untuk digaris bawahi bahwa kekerasan fisik ini bisa diperlihatkan lewat beragam perilaku. Misalnya mengeluarkan kata-kata kasar, ancaman, intimidasi, manipulasi, melontarkan kalimat penghinaan, atau memberikan kritik yang berlebihan.
Anna Surti Ariani, S.Psi., M.Si menyebutkan bahwa biasanya, seseorang yang mengalami kekerasan psikis akan mengalami ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, merasa bahwa dirinya tidak berdaya, bahkan bisa berujung dengan hilangnya kemampuan untuk bertindak.
Ia mengatakan bahwa banyak sekali masyarakat, khususnya perempuan yang tidak menyadari bahwa dirinya menjadi korban kekerasan psikis.
Artikel Terkait : Wajib Simpan! Kontak darurat pertolongan KDRT dan kekerasan seksual di seluruh Indonesia
3. Kekerasan Seksual
Salah satu bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan seksual yang dilakukan untuk memuaskan hasrat seks berupa fisik atau pun verbal.
Contoh fisiknya yaitu meraba, menyentuh organ seks, mencium paksa, memaksa berhubungan seks atau berhubungan intim. Dalam hal ini psikolog yang kerap disapa dengan panggilan Nina Teguh ini juga mengingatkan bahwa hubungan seksual dalam pernikahan sebenarnya bersifat aqual. Harus dilakukan atas dasar keinginan dua belah pihak tanpa adanya paksaan.
Bagaimana kekerasan seksual berupa verbal?
Yaitu saat seseorang membuat komentar, julukan atau gurauan porno yang sifatnya mengejek, juga membuat ekspresi wajah, gerakan tubuh, atau pun perbuatan seksual lainnya.
4. Kekerasan Penelantaran Rumah Tangga
Ada dua jenis tindakan yang bisa disebut sebagai penelantaran rumah tangga, yaitu:
- Tindakan seseorang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya. Sedangkan menurut hukum yang berlaku dirinya berkewajiban memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Hal ini dapat terjadi antara orang tua dengan anak-anaknya atau yang berada di bawah pengasuhannya, termasuk panti asuhan ataupun day care.
- Kekerasan ini juga termasuk kekerasan finansial atau kekerasan yang dilakukan dalam bentuk eksploitasi, memanipulasi, dan mengendalikan korban dengan tujuan finansial. Misalnya memaksa korban bekerja, melarang korban bekerja tapi tidak memenuhi kebutuhannya bahkan cenderung menelantarkan. Bentuk lainnya bisa dengan cara mengambil harta pasangan tanpa sepengetahuannya.
Tindakan kekerasan dalam rumah tangga tentu saja bisa menimbulkan beragam efek negatif, baik jangka panjang ataupun jangka pendek.
Bagi korban, tentu saja bisa berisiko mengalami sindrom stress pasca trauma (PTSD), kecemasan, harga diri yang rendah, luka fisik, hingga berujung pada kematian. Sedangkan, jika ada anak-anak yang menjadi korban atau terpapar tindak KDRT tentu akan bisa lebih berisiko dan bisa menetap.
Beberapa anak akan menarik diri dan mengalami kesulitan berkomunikasi, namun tidak sedikit yang akhirnya menjadi lebih agresif atau menyalahkan diri mereka atas tindakan kekerasan tersebut.
Oleh karena itu, pantaskah kekerasan dalam rumah tangga didiamkan saja? Bukankah pernikahan seharusnya membuat diri Anda merasa aman, bahagia, membuat kenangan indah bersama. Bukan sebaliknya, terus-menerus kesal, terluka, bahkan menangis.
Percayalah, dengan berani melaporkan atau mencari perlindungan sebenarnya merupakan bentuk perwujudan cinta pada diri sendiri, keluarga, bahkan terhadap pelaku KDRT.
****
Referensi: Kompas, Kantor Pengacara
Baca juga:
4 Hal tentang Kekerasan Verbal dalam Rumah Tangga yang Perlu Anda Ketahui