Swakarantina atau menetap di rumah saja merupakan upaya yang dinilai paling efektif untuk mencegah penyebaran virus korona penyebab Covid-19. Sayangnya, upaya pencegahan ini juga memiliki dampak negatif. Salah satunya, jumlah kasus KDRT meningkat selama pandemi.
Selama pandemi, kasus KDRT meningkat di seluruh dunia
Selama pandemi Covid-19 berlangsung, masyarakat disarankan untuk melakukan swakarantina dan physical distancing sebagai upaya pencegahan. Artinya, orang-orang diharapkan untuk menetap di rumah saja apabila tidak ada keperluan mendesak. Bahkan, kebijakan sekolah dan kerja dari rumah juga diberlakukan agar upaya pencegahan virus korona ini bisa dilakukan dengan maksimal.
Namun, perlu diketahui, tidak semua orang merasa aman saat harus berada di rumah saja. Salah satu contoh rasa tidak aman ini dialami oleh korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi mereka, kini malah menjadi ancaman.
Dilansir dari laman New York Times, kasus KDRT meningkat tiga kali lipat di Jingzhou, Provinsi Hubei, China setelah diterpa Covid-19 pertama kali dan melakukan lockdown.
Data dari World Health Organization (WHO) pun mencatat bahwa China, Inggris, Amerika, dan beberapa negara lain melaporkan kasus KDRT yang meningkat sejak terjadinya pandemi Covid-19.
Sementara itu, layanan bantuan KDRT di Spanyol juga melaporkan adanya peningkatan panggilan aduan sebanyak 18 persen pada dua minggu pertama masa swakarantina diberlakukan di negara tersebut.
Sekjen PBB Antonio Guterres juga mengumumkan hal yang sama. Pada unggahan di akun Twitter miliknya ia menjelaskan, pandemi virus korona dinilai telah memicu tekanan sosial dan ekonomi. Hal tersebut pun pada akhirnya menyebabkan meningkatnya kasus KDRT, khususnya pada perempuan dan anak-anak.
“Banyak sekali perempuan di tengah lockdown terkait Covid-19 malah menghadapi kekerasan di rumah, yang seharusnya menjadi tempat paling aman mereka. Saya mendesak pemerintah untuk mengatasi hal ini juga selama pandemi, berikan perhatian lebih pada mereka yang menjadi korban,” ungkap Antonio dalam unggahan video di akun Twitter @antonioguterres.
Mengapa KDRT meningkat selama pandemi?
Kasus KDRT ini juga tidak hanya dialami oleh mereka yang memang sudah menjadi korban. Artinya, pandemi ini juga bisa saja menjadi pemicu sehingga menimbulkan kasus KDRT baru di lingkungan keluarga.
Senada dengan penjelasan tersebut, psikolog Amanda Margia Wiranata, S.Psi, M.Psi membagikan beberapa faktor risiko yang menjadi penyebab KDRT meningkat selama pandemi.
Diunggah melalui Instagram Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (@ipk.jakarta), berikut beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko KDRT saat swakarantina selama pandemi:
- Anggota keluarga menghabiskan lebih banyak waktu dalam area terbatas. Kemungkinan besar hal ini bisa menimbulkan konflik, yang kemudian berujung memicu KDRT.
- Beban kewajiban di rumah semakin meningkat sehingga menimbulkan stres.
- Timbulnya permasalahan baru dari segi ekonomi keluarga. Kesulitan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga bisa menjadi beban tersendiri. Tekanan tersebut bisa menimbulkan stres dan memicu adanya KDRT.
- Pembatasan swakarantina bisa dipakai pelaku untuk menguasai dan mengontrol korban. Pelaku bisa mengontrol dengan info yang salah tentang penyakit & stigmatisasi pasangan.
- Akses ke lembaga bantuan menjadi lebih sulit, sehingga membuat pelaku merasa lebih ‘aman’ dalam melakukan KDRT.
- Terbatasnya kontak dengan keluarga atau pun teman korban yang dapat memberikan perlindungan maupun dukungan.
Langkah mengatasi
Apabila dibiarkan KDRT bisa menimbulkan dampak serius seperti masalah kesehatan fisik maupun mental pada korban, timbulnya gangguan reproduksi seperti HIV, hingga kehamilan yang tidak direncanakan. Oleh karena itu, KDRT perlu segera diatasi.
Menurut Amanda, ada beberapa upaya mengatasi KDRT yang bisa dilakukan korban, di antaranya yakni:
- Sadari bahwa KDRT merupakan perbuatan melanggar hukum yang berdampak serius. Penyintas KDRT tidak bisa mengatasinya sendiri, sehingga jangan ragu untuk mencari bantuan dari luar. Cari bantuan dan dukungan dari keluarga, teman, maupun lembaga terkait.
- Kenali situasi yang dapat menambah agresivitas pelaku.
- Usahakan untuk tetap mengontrol diri dan tidak terpancing situasi.
- Ajarkan anak-anak menghindari pertengkaran dengan pergi ke bagian rumah yang dirasa lebih aman.
- Kelola stres dengan cara relaksasi. Bernapasan perlahan, lambatkan napas hingga 4-5 tarikan napas per 1 menit. Lakukan kegiatan rutin dan aktivitas menyenangkan seperti bermain dengan anak, melakukan hobi, atau pun melakukan aktivitas keagamaan.
Mengatasi diri agar tidak menjadi pelaku KDRT di tengah pandemi
Tidak dapat dipungkiri, ketidaktahuan kita akan Covid-19 membuat rasa stres dan takut meningkat. Pada saat tertentu, Parents mungkin berada dalam titik terendah karena beban keluarga meningkat dan harus ditanggung selama pandemi. Secara sadar maupun tidak, hal tersebut pun tidak menutup kemungkinan akan memicu perilaku kekerasan pada anggota keluarga di sekitar Anda.
Apabila beban tersebut membuat tertekan dan mendorong Anda untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga, beberapa upaya pencegahan ini bisa dilakukan:
- Tetap lakukan rutinitas meski di rumah saja. Rajin olahraga, konsumsi makanan bergizi, dan istirahat cukup agar Anda bisa mengelola stres dengan baik.
- Saat tertekan, lakukan relaksasi. Seperti yang dijelaskan oleh Amanda, bernapaslah perlahan. Lambatkan napas hingga 4-8 tarikan napas per 1 menit.
- Renungkan apa yang dirasakan. Lakukan me time dan tidak ada salahnya untuk jaga jarak terlebih dahulu dengan keluarga apabila muncul keinginan menyakiti.
- Jangan memendam masalah seorang diri.
- Hubungi ahli seperti psikolog, psikiater, dan lembaga terkait untuk mencari solusi.
Apabila Parents mengalami KDRT selama swakarantina, jangan ragu untuk melaporkan kasus ini ke layanan pengaduan dari beberapa lembaga terkait. Berikut beberapa daftar lembaga yang bisa dihubungi:
- Komnas perempuan (Tlp: 021-3903963, email: [email protected], twitter: @komnasperempuan)
- P2TP2A di kabupaten atau kota domisili. Untuk wilayah Jakarta: 081317617622)
- Lembaga Swadaya Masyarakat yang mendampingi kasus KDRT terdekat (LBH Apik Jakarta: 0813-8882-2669)
- Unit perlindungan perempuan dan anak di Polres terdekat
Semoga bermanfaat!
***
Referensi: Instagram, The New York Times, Kompas
Baca juga:
Cemas virus corona bikin insomnia? Lakukan 6 tips agar bisa tidur nyenyak
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.