Risiko bayi lahir mati akan lebih tinggi jika ibu hamil mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) selama kehamilan. Ini karena, janin juga merasakan tekanan fisik dan emosional akibat KDRT pada ibu hamil, sehingga berpengaruh kepada kesehatan janin juga.
Berikut ini penjelasan ilmiah mengapa KDRT pada ibu hamil sebabkan kematian janin, menurut beberapa penelitian dan studi.
KDRT pada Ibu Hamil Tingkatkan Risiko Kematian Bayi 4 Kali Lipat!
Penelitian Mengenai Kelahiran Mati
Menurut studi terbaru di Inggris yang dilakukan Tommy’s Manchester Research Center di The University of Manchester, ibu yang mengalami stres psikologis dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berisiko mengalami bayi lahir mati.
Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil akhir penelitian yang mengatakan, 1 dari setiap 250 kehamilan berakhir dengan lahir mati atau stillbirth, di mana rata-rata usia janin 24 minggu. Angka ini diprediksi dua kali lipat dari peristiwa kelahiran mati yang terjadi di bagian negara yang paling miskin di dunia.
Para ilmuwan ini melakukan studinya pada lebih dari 1.000 kelahiran di 41 rumah sakit di Inggris, antara tahun 2014 dan 2016. Penelitian dilakukan dengan kuesioner tentang perilaku ibu dan karakteristik sosialnya, ditambah pertimbangan faktor-faktor lain seperti merokok dan kebiasaan buruk lainnya.
Tim peneliti menemukan bahwa perempuan dari kelompok sosial ekonomi yang paling miskin memiliki risiko hampir tiga kali lipat untuk mengalami bayi lahir mati.
Risiko Kelahiran Mati yang Disebabkan Ibu Stres
Akan tetapi, yang lebih menarik lagi, tingginya tingkat stres pada ibu juga terbukti menggandakan risiko lahir mati terlepas dari faktor sosial dan lain sebagainya. Pada ibu yang stres dan tertekan, komplikasi kehamilan dapat memberi tekanan pada ibu.
Aboutmanchester.co.uk menulis kisah Louise Joines (36), warga negara Inggris, yang melahirkan anak yang meninggal pada Desember 2017. Selama hamil ia merasa sehat secara fisik, tetapi stres secara psikologis. Louise bekerja sebagai kepala sekolah dan di rumah ia harus mengurus 2 anak lain tanpa dukungan dari siapa pun, termasuk si ayah.
“Saya sudah memberi tahu bidan tentang situasi saya, tetapi sayangnya ia tidak juga memberi rujukan agar saya dan suami bisa menemui konsultan kehamilan,” kata Louise mengutip dari Aboutmanchester.co.uk.
“Mungkin jika saya diberi dukungan yang tepat, dia (janin) akan hidup hari ini. Kami (para ibu hamil) membutuhkan sistem yang lebih baik untuk melindungi diri kami, dan saya berharap peristiwa janin saya yang meninggal dapat membantu mencegah keluarga lain mengalami hal yang sama (kehilangan bayi),” tambahnya lagi.
KDRT Tingkatkan Risiko Kematian Bayi
Ternyata, kematian pada janin juga bisa terjadi pada ibu yang mengalami KDRT. Kemungkinan janin meninggal sampai mencapai 4 kali lebih besar daripada ibu yang stres karena pekerjaan.
“Kekerasan yang dialami selama hamil akan secara langsung membahayakan bayi. Karena itu ibu hamil harus dijaga agar tidak sampai mengalami kekerasan dalam rumah tangga,” terang profesor psikologi dari Michigan State University Dr. Alytia Levendosky, melansir Kompas.com.
Seperti yang terjadi pada Lucy Wakeling (26) asal Worthing, Inggris. Bayi perempuannya meninggal saat dilahirkan pada Juli 2018. Ia melalui proses kehamilan yang sangat menegangkan. Lucy mengalami pelecehan emosional secara intens dari mantan pasangannya yang tidak menginginkan bayi tersebut.
“Dia sangat tidak terduga, satu menit ingin terlibat dan menit berikutnya mengancam untuk mengambil bayi saya segera setelah saya menyusui. Ia mengatakan perut saya terlihat kecil dan menuduh saya tidak menjaga diri. Padahal saya kehilangan nafsu makan karena stres yang diakibatkan dirinya,” cerita Lucy pada Aboutmenchester.co.uk.
Lucy kehilangan janinnya di usia kehamilan 25 minggu. Ia lalu mengundang mantannya ke pemakaman bayi mereka, dan di sana sang mantan mengatakan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi jika saja sejak awal Lucy mau melakukan aborsi.
“Butuh waktu yang sangat lama bagi saya untuk berdamai dengan kehilangan yang begitu memilukan, tetapi para dokter mengatakan itu tidak boleh terjadi lagi. Saya ingin meningkatkan kesadaran dengan membagikan kisah ini demi bisa membantu dan melindungi orang lain,” kata Lucy.
Penyebab Janin Mati karena KDRT pada Ibu Hamil
Kompas.com menulis penyataan Levendosky mengenai penyebab kematian bayi yang disebabkan KDRT pada ibu hamil. Kekerasan yang dialami ibu selama hamil dapat mengubah sistem respons stres ibu menjadi lebih tinggi dan meningkatkan level hormon kortisolnya. Level kortisol itu juga akan menyebabkan kortisol pada bayi ikut meningkat.
“Kortisol itu neurotik, efeknya merusak pada otak jika levelnya terlalu tinggi. Ini bisa menjelaskan mengapa bayi-bayi itu setelah lahir mengalami masalah emosional,” jelas Levendosky.
Kalaupun janin berhasil dilahirkan, si bayi juga akan sangat rentan mengalami gangguan psikis. Di antaranya mimpi buruk, mudah terkejut, gampang terdistraksi suara bising, sulit berkonsentrasi, menghindari kontak fisik, dan sulit merasa gembira atau bahagia.
Tingkatkan Perawatan Antenatal untuk Turunkan Kematian Bayi
Saat ini, tingkat kelahiran bayi mati di Inggris berada di urutan ke-24 dari 49 negara berpenghasilan tinggi. Peneliti di University of Manchester mengatakan, ada banyak variasi usaha yang bisa dilakukan negara maju untuk mencegah kematian bayi-bayi ini. Salah satunya dengan meningkatkan perawatan antenatal (atenatal care) untuk memberikan perlindungan yang kuat terhadap kelahiran mati.
Perawatan atenatal adalah program untuk memberikan informasi yang komprehensif kepada ibu hamil yang sedang mempersiapkan kelahiran bayi dan menjadi orang tua. Di dalamnya juga ada informasi mengenai apa yang harus dilakukan ibu hamil jika mengalami stres atau depresi yang diakibatkan pekerjaan, KDRT, dan lain sebagainya.
CEO National Health Services (NHS) Tommy Jane Brewin mengatakan, 1 dari 250 kehamilan di Inggris berakhir dengan kelahiran mati, dan perawatan antenatal dapat mengurangi risiko ini. Kasus kelahiran mati tidak bisa berkurang hanya dengan menyelesaikannya melalui perawatan kesehatan. Namun juga mencegahnya dengan mengurangi tekanan emosional pada masyarakat, khususnya ibu hamil.
Penulis studi Prof. Alex Heazell, Direktur Tommy’s Research Centre dan profesor kebidanan di University of Manchester, mengatakan demikian. “Orang pasti akan lebih mungkin menceritakan masalahnya yang diakibatkan stres dan KDRT kepada seorang profesional, karena memang mereka memiliki kemampuan untuk membantu.
Untuk membantu mengatasi masalah ini, penyedia perawatan bersalin juga harus didukung dan dilatih untuk bisa melakukan percakapan terbuka, dan menghubungkan pasien dengan layanan lain yang mereka butuhkan, seperti layanan konsultasi ibu hamil. Sehingga kita dapat mulai mengurangi risiko bagi para wanita ini dan bayinya,” terang Prof. Alex.
Semoga selama kehamilan, Bunda selalu dalam keadaan fisik dan mental yang sehat. Jika Bunda merasa stres, tertekan, atau bahkan mengalami KDRT, berkonsultasilah dengan orang yang dipercaya atau konselor kehamilan untuk mencari solusi. Jangan sampai KDRT pada ibu hamil terus-menerus terjadi. Tetap sehat untuk Anda dan janin, ya, Bunda.
Baca juga:
10 Tanda Terjadi Masalah Kehamilan yang Berdampak pada Bayi di Kandungan
15 Tanda Janin Tidak Berkembang dan Beragam Penyebab yang Perlu Diwaspadai!
Waspadai Tanda Janin Meninggal dalam Kandungan, Bunda Harus Tahu!
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.