Ayah di Blitar Bunuh 2 Anak Kandungnya, Mengapa Familicide bisa Terjadi?

Di Blitar, seorang ayah tega menghabisi nyawa anaknya kemudian bunuh diri. Fenomena ini disebut familicide. Apa penyebab kasus familicide bisa terjadi?

Peristiwa meninggalnya satu keluarga di Blitar pada Jumat, 29 Januari 2021 lalu cukup membuat gempar. Setelah melakukan penyelidikan selama sebulan lebih, polisi akhirnya mengungkap misteri di balik kasus familicide atau pembunuhan keluarga ini.

Kasus Familicide di Blitar, Ayah Bunuh Dua Anaknya dengan Kejam

Kasus Familicide menggemparkan warga Blitar, seorang ayah tega membunuh dua anaknya.

Seorang ayah berusia 67 tahun dengan inisial S yang ditemukan tewas dengan posisi menggantung di satu ruangan di dalam rumahnya di Desa Sumberjo, Kecamatan Kademangan, wilayah Kabupaten Blitar bagian selatan.

Di ruangan lainnya, kedua anak S, yaitu NF (perempuan, 21 tahun) dan SM (laki-laki, 9 tahun), ditemukan tewas dengan posisi tergeletak bersandingan di atas kasur lantai. Sebuah boneka beruang menutup bagian wajah dua anak malang itu. Tampak luka memar di leher keduanya serta darah mengering di pipi SM yang keluar dari mulutnya.

Menurut penyelidikan dan hasil pengujian laboratorium forensik Polda Jawa Timur, polisi sampai pada kesimpulan bahwa S membunuh kedua anaknya, NF dan SM secara sadis.

“Saudara S telah menghilangkan nyawa kedua anaknya sendiri,” ujar Kapolres Blitar AKBP Leonard M Sinambela dilansir Kompas (16/3/2021).

Artikel terkait: Sewa pembunuh 500 juta, ibu ini bunuh suami dan anak tiri

Kasus Familicide di Blitar.

Cara S membunuh kedua anaknya, ujar Leo, sebenarnya juga sudah dapat diduga jika melihat adanya luka memar setengah melingkar di leher keduanya. Pelacakan profil DNA melalui uji labfor memberikan detail dan bukti yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Usai membunuh kedua buah hatinya, S kemudian gantung diri menggunakan kain selendang yang dia ikatkan pada atap rumah. Melalui visum et repertum melalui otopsi dengan cepat polisi dapat menyimpulkan kematian S murni sebuah kasus bunuh diri

Namun, untuk menyimpulkan seputar kematian NF dan SM dengan dasar yang ilmiah, polisi harus menunggu lama hingga selesainya uji labfor. Salah satu poin paling krusial dari uji labfor itu adalah pelacakan profil DNA yang tertinggal di sejumlah barang bukti dari tempat kejadian (TKP).

Mengapa Kasus Familicide bisa Terjadi?

Peristiwa nahas yang melibatkan keluarga di Blitar di atas disebut sebagai familicide. Mengutip laman Independent (24/3/2017), familicide adalah istilah untuk menggambarkan fenomena ketika seseorang membunuh keluarganya sendiri. Pelaku biasanya membunuh lebih dari satu anggota keluarga dan bunuh diri setelahnya.

Fenomena ini identik dengan kasus ayah membunuh anak dan istrinya. Sebuah penelitian yang dirilis National Institute of Justice Journal pada 2010 menyebutkan 95 persen pelaku familicide adalah laki-laki. Selain itu, pelaku sering kali bukan hanya membunuh satu orang, melainkan menghabisi nyawa seluruh keluarga terdekatnya, sehingga dijuluki oleh para kriminolog sebagai family annihilator atau pemusnah keluarga.

Artikel terkait: Depresi ditinggal istri, ayah ini menggantung anaknya lalu bunuh diri

Penyebab Seseorang Melakukan Familicide

Dilansir Beritagar (30/10/2018), para ilmuwan dari ranah kriminologi dan psikologi di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir mulai menyelidiki kasus familicide. Mereka mendapati pola serupa yang menonjol dari para pelaku, untuk menunjukkan karakteristik, pemicu, juga pergeseran motif.

Lebih rinci, studi yang diterbitkan dalam Howard Journal of Criminal Justice oleh kriminolog Profesor David Wilson dan dua koleganya pada 2013, mengidentifikasi empat karakteristik pelaku dengan motif berbeda.

  • Pertama, pembunuh merasa benar sendiri (Self-righteous) yang menganggap dirinya bertanggung jawab terhadap apapun masalah keluarga. Mereka biasanya histrionik dan dramatis.
  • Kedua, pembunuh merasa dikecewakan keluarga, misalnya dipicu perselingkuhan atau anak-anak yang tidak mau menurut.
  • Ketiga, pembunuh anomik yang melihat keluarga sebagai simbol status. Jadi, apabila bangkrut atau menghadapi masalah ekonomi berarti keluarga tidak bisa memenuhi fungsi itu.
  • Terakhir, pembunuh paranoid yang membunuh karena ingin melindungi keluarga dari bayangan akan ancaman.

Artikel terkait: Tidak Diberi Uang 1 Juta, Seorang Anak Tega Bunuh Ayah Kandung

Jenis Ayah yang Tega Membunuh Keluarganya

Sementara itu, peneliti di Universitas Swinburne, Australia, Lilian De Bortoli, dalam Psychology Today, (8/8/2018) mengidentifikasi ada tiga jenis ayah yang membunuh anak-anak mereka:

  • De Facto Male. Pembunuh anak jenis ini adalah ayah tiri atau pacar yang tinggal bersama dengan pasangan dan anak-anaknya. Dia biasanya hanya membunuh seorang anak. Pembunuhan dilakukan secara langsung dan keras seperti memukul, mencekik, melempar, dan sebagainya.
  • Separated Father. Anak-anak yang dibunuh adalah darah dagingnya sendiri. Mereka biasanya sudah berpisah atau bercerai dengan ibunya. Ayah dalam kategori ini memiliki sejarah menyalahgunakan diri, anak-anak, ataupun keduanya. Balas dendam terhadap ibu seringkali menjadi motivasi dan pembunuhan sering terjadi selama perselisihan hak asuh anak.
  • Coupled Father. Seorang ayah yang membunuh anak-anaknya sementara keluarganya masih utuh. Dia biasanya memiliki sejarah kriminal. Tipe ini berisiko tinggi bukan hanya membunuh anak-anak, tetapi juga anggota keluarga lain. Sebagian besar pembunuhan tipe ini melibatkan banyak korban, dan mungkin tidak hanya pasangan dan anak-anak, tetapi juga anggota keluarga lain yang kebetulan ada saat peristiwa terjadi.

Dalam masing-masing kategori ini, pelaku dari kasus familicide cenderung memiliki masalah kesehatan mental yang bisa memicu kemarahan, obsesi, dan emosi berbahaya lain yang kemudian membangun masa kritis. Tak ada alasan kecuali si pembunuh benar-benar psikotik.

Baca juga: 

Kisah Perempuan Malaysia Lahir Tanpa Rahim karena Sindrom Langka

5 Fakta Ayu Wulantari, Selebgram Bali yang Bunuh Diri dengan Cara Tragis

Anak Terlindas Mobil di SPBU Akibat Kelalaian Orangtua, Pelajaran bagi Parents!