Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom, transfusi darah, penggunaan jarum suntik tidak steril, serta dari ibu hamil kepada bayinya. Lalu, bagaimana dengan ibu menyusui? Apakah ibu menyusui yang mengidap HIV bisa menularkan virus kepada anaknya? Simak informasi selengkapnya terkait keamanan ibu HIV menyusui bayi.
Risiko Penularan HIV Melalui ASI
Makanan utama bayi baru lahir hingga usia 6 bulan adalah ASI. Pemberian ASI eksklusif ini sangat berperan dalam mendukung perkembangan bayi. Tidak ada makanan atau susu formula yang dapat menandingi khasiat ASI eksklusif.
Penelitian membuktikan bayi yang mengonsumsi ASI eksklusif memiliki daya tahan tubuh yang lebih kuat dibanding dengan yang tidak. Mengingat kebutuhan ASI sangat penting, lalu bagaimana jadinya jika ibu yang tengah menyusui justru menderita HIV? Apakah bayinya juga akan tertular?
Risiko penularan HIV melalui ASI memang cukup tinggi. Persentase kemungkinan penularannya mencapai 45 persen. Bahkan menurut catatan UNICEF, pada tahun 2001 ada 800 ribu anak yang tertular HIV dari ibu yang positif HIV dan tetap memberikan ASI.
Kasus penularan yang sangat tinggi mendorong World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia menganjurkan agar ibu dengan HIV tidak menyusui bayinya. Namun, anjuran ini tidak bertahan lama setelah sebuah studi berhasil menunjukkan bahwa penularan HIV melalui ASI bisa dicegah dengan mengonsumsi obat khusus.
Artikel terkait: HIV bisa menular dari suami ke istri, simak cara pencegahannya berikut ini
Obat untuk Bantu Cegah Penularan Melalui ASI
Ibu menyusui dengan HIV dapat mencegah risiko penularan dengan mengonsumsi obat bernama antiretroviral. Studi untuk membuktikan khasiat obat ini dilakukan dari tahun 2011 hingga 2014 di Afrika yang mana merupakan negara dengan kasus HIV sangat tinggi. Sebanyak 2.431 ibu dan anak dilibatkan dalam studi ini untuk melihat seberapa besar potensi penularan virus setelah ibu dengan HIV mengonsumsi obat tersebut.
Pemberian obat antiretroviral diberikan sejak ibu dengan HIV dinyatakan hamil. Konsumsi obat harus berkelanjutan sampai ia melahirkan dan menyusui. Obat ini diciptakan untuk menekan laju pertumbuhan virus dan menghambat penggandaan virus, tetapi tidak untuk mengobati orang yang telah dinyatakan positif HIV.
Berdasarkan hasil penelitian, ternyata risiko penularan HIV melalui ASI mengalami penurunan yang signifikan setelah ibu dengan HIV rutin mengonsumsi obat antiretroviral sejak masih mengandung hingga menyusui.
Penemuan obat ini berhasil memberikan harapan bagi ibu dengan HIV supaya bisa menyusui anaknya. Sebab, tanpa ASI eksklusif, bayi juga lebih berpotensi meninggal lebih cepat karena kekurangan gizi. Kondisi ini tentu menimbulkan dilema dan tekanan bagi orang tua dengan HIV.
Artikel terkait: 9 Cara menghindari risiko penularan HIV AIDS yang perlu Anda ketahui
Batasan Waktu Pemberian ASI untuk Ibu HIV Menyusui Bayi
ASI eksklusif idealnya diberikan sejak anak lahir sampai berusia 2 tahun. Namun, untuk kasus ibu dengan status positif HIV, ternyata ada sedikit perbedaan terkait durasi pemberian ASI eksklusif.
Ibu yang mengidap HIV hanya bisa memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama sejak kelahiran. Tentu dengan syarat telah menjalani pengobatan antiretroviral yang konsisten.
Selepas 6 bulan, bayi harus ditransisikan untuk mendapatkan MPASI dan bila perlu tambahan dari susu formula. Pemberian ASI eksklusif memang jadi tidak maksimal, tetapi masih lebih baik dibanding jika bayi tak pernah mencecap ASI sejak lahir.
Bayi masih bisa memperoleh nutrisi dari ASI selama 6 bulan pertama. Namun, orang tua juga harus tetap waspada dengan risiko penularan. Inilah yang umumnya disarankan oleh dokter bagi ibu positif HIV yang hendak menyusui.
Artikel terkait: Bolehkah Ibu Menyusui Melakukan Intermittent Fasting atau Diet Puasa?
Selain mengonsumsi obat antiretroviral, ada opsi lainnya yang sebenarnya bisa diambil oleh ibu menyusui berstatus positif HIV, yakni dengan mencari donor ASI. Cukup win-win solution karena bayi masih bisa mendapat ASI dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Meski demikian, donor ASI di Indonesia masih menuai pro-kontra sehingga tantangannya juga berbeda.
Terlepas apakah akan menyusui sendiri atau memakai donor ASI, sebaiknya ibu dengan HIV tetap melakukan pengobatan. Selebihnya, mengenai opsi lainnya yang mungkin diambil, ibu dengan HIV disarankan untuk melakukan konsultasi dengan dokter. Termasuk berdiskusi dengan para pendonor ASI yang bersedia membantu ibu HIV menyusui bayi.
Artikel telah ditinjau oleh:
dr. Gita Permatasari
Dokter Umum dan Konsultan Laktasi
Jika Parents ingin berdiskusi seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting gratis tiap minggu bisa langsung bergabung di komunitas Telegram theAsianparent.
Baca juga:
Ciuman bisa menularkan HIV, mitos atau fakta?
Waspada! Ini 7 gejala HIV yang sering tidak disadari
HIV dan AIDS: Penyebab, Gejala, Tipe, dan Pengobatan
Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.